37. EXT. JALAN RAYA POROS-MAKASSAR. SORE HARI
(Backsound: instrumental lagu Isyana Sarasvati-Mimpi)
Gabriel mengemudikan mobilnya. Langit di luar jendela mobil terlihat kelam. Hujan mengguyur deras, diikuti sambaran kilat.
Gabriel:
(V.O) “Seharusnya aku melakukannya lebih cepat. Seharusnya aku melakukannya sebelum Dani datang. Semuanya sudah terlambat.”
38. INT. RUANG LATIHAN PSM. SORE HARI
Gabriel melangkah menuju ruang latihan. Di kejauhan, terdengar dentingan piano diikuti beberapa anggota paduan suara menyanyikan lagu.
Aku menyesal telah membuatmu menangis
Dan biarkan memilih yang lain
Tapi jangan pernah kaudustai takdirmu
Pasti itu terbaik untukmu
Janganlah lagi kau mengingatku kembali
Aku bukanlah untukmu
Meski ku memohon dan meminta hatimu
Jangan pernah kautinggalkan dirinya untuk diriku (Rossa-Aku Bukan Untukmu).
CUT TO
Gabriel:
(membuka pintu ruang latihan) “Maaf, saya terlambat.”
Anak-anak PSM:
“Nggak apa-apa, Gabriel.”
Gabriel:
(bergerak pelan menghampiri kursi di depan piano) “Kita mulai yuk. Humming dulu ya.”
Daniel:
“Gabriel baik-baik saja?”
Gabriel:
“I’m ok.”
Daniel:
“Tapi wajah Gabriel pucat sekali,”
Gabriel:
(menjawab sabar) “Percayalah, saya baik-baik saja.”
Humming dimulai. Setelahnya Gabriel meminta mereka menyanyikan lagu Bintang Kejora sebagai permulaan.
Gabriel:
“Coba nyanyikan lagu ini dengan hati. Nyanyikan lagu ini buat orang yang kalian cintai.”
Kupandang langit penuh bintang bertaburan
Berkelap-kelip seumpama intan berlian
Tampak sebuah lebih terang cahayanya
Itulah bintangku, bintang kejora yang indah selalu (Tasya-Bintang Kejora).
Mereka terus bernyanyi. Gabriel menaikkan oktaf sedikit demi sedikit. Diamatinya wajah mereka satu per satu. Memastikan mereka menyanyi dengan hati. Saat itulah ia merasakan tatapan mata Silvi menatapnya.
Usai membawakan lagu itu, dimulailah latihan yang sesungguhnya. Gabriel mengajari mereka dengan sabar.
Gabriel:
“Menyanyi dengan sesungguhnya. Kalian harus bermain ekspresi juga di sini. Biar lebih mudah, bayangkan wajah orang-orang yang kalian cintai saat bernyanyi. Allright?”
Latihan terus berlanjut. Gabriel berhasil menunjukkan jika dirinya baik-baik saja di depan mereka semua. Ia masih bisa melatih mereka dengan optimal, berkeliling di antara mereka untuk mengecek progres, menyemangati mereka, dan membuat mereka tertawa dengan candaan-candaannya. Sebenarnya Gabriel tak ingin semua orang mencemaskannya.
Gabriel:
“Masih semangat kan? Semangat dong!” (menekan tuts piano di hadapannya).
Anggota PSM:
“Masih!”
Gabriel:
“Good. Kita coba sekali lagi, lalu latihan hari ini selesai. One...two...three.”
Intro dimainkan. Saat itulah Gabriel kesakitan. Ia nyaris tak bisa menggerakkan jemari tangannya.
Gabriel:
(V.O) “Ya Tuhan...jangan sekarang. Beri aku waktu sedikit lagi.”
Susah payah Gabriel menggerakkan jari-jarinya, terus memainkan piano. Silvi, Insani, Adel, Vania, Daniel, dan Aldia melihat pancaran kesakitan dari mata beningnya.
Don’t lose your way
With each passing day
You’ve come so far
Don’t throw it away
Live believing
Dreams are for weaving
Wonders are waiting to start
Live your story
Faith, hope and glory
Hold to the truth in your heart
If we hold on together
I know our dreams will never die