Lovestory About Choirmaster

princess bermata biru
Chapter #7

Bagian 7

41. EXT. JALAN SAM RATULANGI. MALAM HARI

Prof. Andreas:

(mencengkeram setir mobilnya erat, menatap Gabriel dan Prof. Harini) “Lagi-lagi kamu memaksakan diri, Nak.”

Gabriel:

(menghela nafas berat) “Verseich mir, Pa. Slide presentasi untuk Bestfriend Management dan aransemen lagu untuk PSM harus selesai besok. Aku tak ingin mengecewakan mereka. Makanya aku harus pulang.”

Prof. Harini:

(menyalakan radio mobil) “Iya Gabriel, kami mengerti. Apa jadinya bila mereka tahu kamu keluar dari rumah sakit malam ini juga?”

Oki:

(O.S) “97.2 Light Radio, The Best and Hits. Halo Lighters, ketemu lagi sama Oki Dermawan di acara Heart to Heart. Sebelumnya, thanks buat Shabrina yang udah gantiin Oki pas opening sesion tadi.”

Shabrina:

(O.S) “You’re wellcome, Oki. Oh ya, kenapa Oki bisa telat? Kan nggak biasanya tuh.”

Oki:

(O.S) “Tadi Oki abis dari rumah sakit, Shabrina. Ada sahabat Oki yang sakit.”

Shabrina

(O.S) “Oooh…kita doain sama-sama ya Lighters, biar sahabatnya Oki cepat sembuh.”

Prof. Harini:

(melihat ekspresi bersalah di wajah Gabriel) “Bukan salahmu, Sayang.”

Prof. Andreas:

“Iya, tak ada yang menyalahkanmu. Dengar, mereka malah mendoakanmu.”

(backsound: Rossa-Tegar)

Prof. Harini:

“Nak, kamu masih pakai cincin itu. Gimana? Sudah ada jawaban dari Najwa?”

Gabriel:

“Najwa…menolak lamaranku. Dia sudah punya pilihan lain.”

Prof. Andreas:

Prof. Andreas:

“Siapa? Apa pilihannya...CEO Sastranegara Group itu?”

Gabriel mengangguk. Pelan menyentuh cincin berukiran huruf N yang masih dipakainya.

Prof. Harini:

“Mama dan Papa ikut sedih. Be strong…be patient.”

Gabriel:

“Ma, Pa. Sifat tertinggi setelah cinta adalah ikhlas. Aku mencintai Najwa, tapi aku pun harus mengikhlaskannya. Aku ingin benar-benar ikhlas membiarkannya bahagia dengan Dani.”

Prof. Andreas:

“Tapi….bagaimana kalau Najwa tak bahagia dengan Dani? Atau misalnya, Dani hanya membuat Najwa tersakiti?”

Gabriel:

“Pa, aku tak akan membiarkan siapa pun menyakiti Najwa. Aku pasti selalu ada untuknya dan menjaganya. Meski begitu, selama Dani bisa membahagiakan Najwa, aku akan ikhlas. Aku mencintainya, mengikhlaskannya, dan membiarkan dia bahagia dengan pilihannya.”

42. INT. RUANGAN DIREKTUR BESTFRIEND MANAGEMENT. SIANG HARI

Rasa sakit menjalari tulang-tulangnya. Terlebih lagi, terasa sulit untuk bernafas. Namun pria tampan itu menahan semuanya sekuat tenaga, tak ingin terkalahkan oleh serangan Osteosarkoma.

Oki:

(meletakkan setumpuk kertas ke meja direktur) “…Ini rincian anggaran dari penyelenggara, terus ini daftar barang-barang yang diperlukan.”

Langen:

“Aku sudah mengontak bagian logistik, dan mereka menyanggupi barang-barang yang diperlukan sudah tersedia besok sore.”

Gabriel:

“Good job. Thanks Oki, Langen.”

Langen:

“Gabriel, kamu baik-baik saja?”

Gabriel:

(kesulitan mengambil kertas-kertas yang diletakkan Oki. Ia kesusahan menyentuh dan mengambil sesuatu karena tangannya kehilangan daya cengkeram) “I’m ok.”

Oki:

(membantu mengambilkan kertas-kertas itu dan meletakkannya ke tangan Gabriel) “Kamu demam lagi ya? Rupanya...”

Gabriel:

(menghela nafas) “Berhenti mencemaskanku, Oki. Aku kuat, aku tidak sakit.”

Pintu terbuka. Najwa dan dr. Anin melangkah masuk. dr. Anin mengusap-usap lengan Najwa penuh simpati.

Oki:

(bangkit, menyambut dr. Anin) “Hai Dear, kita jadi makan siang? Dan kamu kenapa, Najwa?”

dr. Anin:

“Jadi. Tapi...Najwa...”

Gabriel:

(ikut bangkit, melepaskan lengan Najwa dari rangkulan dr. Anin) “Peri Kecil...”

Langen:

“Ehm...Oki, Anin, kayaknya Najwa mau berdua aja sama Gabriel. Keluar yuk.”

Oki:

“Ya, kamu benar. Najwa, Gabriel, kami duluan. Bye.”

Gabriel dan Najwa:

“Oke. Bye.”

Setelah keempat sahabat pergi, Gabriel meletakkan tangannya di punggung Najwa. Membimbingnya duduk di sofa hitam.

Gabriel:

“Kenapa, Najwa?”

(backsound: Isyana Sarasvati-Masih Berharap)

Najwa:

“Dani…dia membuatku tak mengerti. Dia marah lagi padaku.”

Gabriel:

(V.O) “Lagi-lagi seperti ini. Najwa bertengkar dengan Dani, ia bersedih, dan datang ke sisiku. Ya Tuhan, apa Dani hanya bisa menyakitinya? Kapankah ia membuat Najwa bahagia?”

Gabriel:

“Dia marah karena aku terlalu sibuk. Dia tak bisa menerima kesibukanku. Dani…Dani sakit hati karena aku selalu menomorduakannya, aku nggak pernah prioritaskan dia. Yang lebih parah lagi, dia…dia mengatakan…”

Gabriel:

“Apa yang dikatakan, Peri Kecil?”

Najwa:

“Dia bilang begini, ‘Jangan paksa aku menjadi bagian dari duniamu. Aku cinta duniaku sendiri. Aku membenci duniamu, Najwa.’ Oh Gabriel, dia membenci duniaku! Duniamu juga, dunia kita! Dia tidak bisa menerima hal-hal istimewa yang telah menyatu dan menjadi bagian dari hidupku!”

Gabriel:

(S.L) memeluk Najwa. Sementara Najwa menangis.

Gabriel:

“Peri Kecil, aku tahu bagaimana perasaanmu. Sungguh aku tahu.”

Najwa:

“Aku lelah, Gabriel. Sangat lelah.”

Gabriel:

“Sekarang, coba pikirkan baik-baik. Tidak, maksudku setelah kamu tenang nanti. Pikirkan baik-baik, renungkan, dan dengarkan kata hatimu. Apa kamu masih ingin melanjutkannya? Akhiri atau lanjutkan, semua keputusan ada padamu. Hanya hatimu yang bisa memilih, Peri Kecil.”

Najwa mengangguk lemah. Sesekali isaknya terdengar. Dengan sabar Gabriel menenangkannya. Tak peduli bila air mata Peri Kecilnya sempurna membasahi jasnya.

Gabriel baru melepaskan pelukan ketika smartphone-nya berbunyi. BBM dari Anjas. Membacanya sekilas.

Gabriel:

“Peri Kecil, aku pergi sebentar. Anjas memintaaku, Marco, Dani, Kalis, dan Dicky ke rumahnya. Mereka ingin membicarakan rencana pertunangan Dicky dan Alia.”

Gabriel berdiri dari sofa, lalu mengusap lembut rambut Najwa. (Camera follow: fokus diarahkan ke tangan Gabriel, terlihat cincin berukiran huruf N masih dipakainya)

Najwa:

“Gabriel...?”

Gabriel:

“Ya, Peri Kecil?”

Najwa:

“Kamu masih memakai cincin itu. Maafkan aku. Aku...”

Gabriel:

“Tak apa-apa. Biar nanti kulepas. Akulah yang harus minta maaf karena belum melepasnya,”

Gabriel:

“Aku janji akan segera kembali, Peri Kecil. Bye.” (melangkah meninggalkan ruangan)

(backsound: instrumental musik bernada sedih)

Najwa menangis. Larut dalam rasa bersalah.

43. INT. KEDIAMAN PROF. TINA. PAGI HARI

Prof. Tina memainkan piano. Lalu menyanyi, tanpa terasa kedua matanya berkaca-kaca.

Inikah cara dirimu membalas tulus cinta yang telah kuberi

Menyakitkan bila cintaku dibalas dengan dusta

Lihat selengkapnya