Di sebuah rumah minimalis di Kompleks Villa Bulurokeng Sudiang, Dani memfokuskan tatapan pada layar laptopnya. Membaca satu per satu laman di internet tentang Najwa Livia dan GABRIEL Andreas Paz. Malam ini ia ingin mencari segala informasi tentang mereka berdua.
Matanya tertuju pada serangkaian foto-foto Najwa dan Gabriel. Rupanya keduanya pernah menjadi finalis Dara-Ddaeng Sulsel beberapa tahun lalu. Gelombang rasa rendah diri sekali lagi menghempas hatinya. Mereka orang-orang hebat. Populer, punya banyak teman, sukses dengan kariernya masing-masing, dan disukai banyak orang. Tak jauh berbeda dengan Zahra, Anjas, Alia, Alisha, Dicky, dan Kalis. Sementara dirinya? Apa yang bisa dibanggakan?
“Kak Dani, makan dulu yuk. Aku masakin Coto Makassar.”
Suara lembut Alia memutus lamunan Dani. Segera ia memalingkan pandang, beralih pada adik pertama Anjas itu.
“Trims, Alia. Sebentar lagi aku...”
“Apa itu?” Anjas bergegas menyusul Alia, dan melihat layar laptop Dani.
Sekejap kemudian, ruang pemahaman muncul di benak Anjas dan Alia. Kedua dokter muda itu saling tatap lalu bertanya serempak,