Bruk!
Tubuh gadis kecil itu terlempar ke tanah. Sepeda biru yang dinaikinya terbalik. Ia menangis tersedu, memegangi kakinya yang terluka.
Tanah lapang di belakang panti asuhan itu kosong. Sebagian besar anak telah kembali ke dalam usai bermain. Hanya gadis itu yang tertinggal, terisak dan kesakitan meratapi lukanya. Darah menetes-netes membasahi baju terusan birunya. Serpihan tanah tertinggal di tepi luka. Sampai akhirnya…
“Hei, kamu baik-baik aja?”
Sebuah sapu tangan terulur di depan wajah si gadis malang. Pemegangnya seorang anak lelaki berwajah tampan dengan sepasang mata bening. Pakaian dan sweaternya jauh lebih bagus, pertanda dia bukan salah satu anak panti asuhan.
“Kakiku luka...abis jatuh dari sepeda. Sakit!” isak gadis kecil itu, tak lain Najwa.
Si anak laki-laki tak mengulur waktu. Ia mendekat, membebatkan sapu tangannya ke kaki Najwa. Tak lupa sebelumnya ia mengeluarkan serpihan tanah dari tepi luka.
“Gimana? Udah nggak sakit, kan?” tanya anak lelaki itu lembut.
Najwa menggeleng, bibir mungilnya mengucap terima kasih. Sementara si anak laki-laki tersenyum dan mengusap sisa air mata Najwa dengan lengan bajunya.
“Sama-sama. Jangan menangis lagi, ya.”
Najwa mengangguk meski bibirnya masih bergetar sedikit. “Nama kamu siapa?”
“Aku? Gabriel...kamu siapa?”
“Najwa.”
“Gabriel! Kamu kemana aja?! Kita harus tanding futsal! Tim kita harus menang lagi!”
Dari arah gerbang kompleks perumahan elite yang terletak di dekat panti asuhan, beberapa anak lelaki berlari-lari. Mereka terengah kehabisan nafas saat tiba di depan Gabriel dan Najwa.
“Oh iya…maaf teman-teman, tadi aku tolongin dia dulu.” Gabriel meminta maaf.
Beberapa anak itu menatap Najwa sekilas, lalu tersenyum ramah. Najwa tersenyum lemah. Merasa canggung bertemu anak-anak lelaki itu.
“Najwa, aku…”
“Oh, jangan pergi!” Najwa tampaknya ingin menangis lagi. Membuat Gabriel tak tega dan menghentikan langkah.
“Najwa jangan nangis lagi. Ya udah, Najwa ikut aku aja. Nonton pertandingan tim futsalku lawan tim dari blok A.” Gabriel membujuk.
“Tapi sepedanya? Najwa takut dimarahin Ibu panti, padahal Ibu barusan beli ini buat Najwa.”
Sebagai jawaban, Gabriel memperbaiki posisi sepeda dan menaikinya. Ia mengisyaratkan Najwa agar duduk di bangku belakang sepeda. Najwa menurut, dengan anggun duduk di bagian belakang sepeda. Mulailah Gabriel mengayuh sepeda itu menuju lapangan futsal di dalam kompleks perumahan, dengan Najwa memeluk erat pinggangnya. Tentu saja adegan ini menuai perhatian dari teman-teman setim Gabriel, beberapa anak dari tim lain yang menonton pertandingan, sejumlah anak perempuan, dan bahkan anggota tim lawan.
Itulah awal persahabatan mereka. Dimulai dari insiden sepeda terbalik, lalu berakhir dengan manis.
Adegan mengabur perlahan...
If you love me like you tell me
Please be careful with my heart
You can take it just don't break it
Or my world will fall apart
You are my first romance
And I'm willing to take a chance