Kilatan blitz berpendar di langit Malino. Mengabadikan tiap pemandangan indah dengan sempurna. Mereka memotret dari berbagai angle, dan hasilnya selalu bagus.
Angin pegunungan berembus, dingin dan tajam. Kebun teh terhampar indah dalam radius beberapa kilometer. Rerumputan terbentang bagai lautan hijau. Hijau, warna yang menyejukkan mata. Warna Islam, juga warna surga.
“Hebat, foto-fotomu tak ada satupun yang blur, Alisha.” Zahra melemparkan komplimennya saat melihat hasil jepretan Alisha.
“Oh ya? Punya Kak Zahra juga bagus,” Alisha tersenyum cerah, mengembalikan kamera Zahra yang beberapa menit lalu ditelitinya.
Dua gadis itu kembali melangkah beriringan menyusuri kebun teh. Sembunyi-sembunyi Zahra melirik arlojinya. Pukul 17.00, sekaranglah saatnya.
“Hmm...Alisha, mau minum Green tea di Green Pekoe Cafe nggak?” tawarnya.
“Boleh. Cuaca begini memang enak minum green tea. Ayo.”
Alisha menggamit lengan Zahra ke arah Green Pekoe Cafe, cafe di areal kebun teh yang khusus menyediakan teh hijau khas Malino.
Tiba di cafe bergaya Jepang ini, mereka langsung memesan green tea. Pelayan wanita berkostum ala negeri Sakura sigap menyiapkan pesanan mereka.
“Aku selalu merindukan Malino Green Tea,” komentar Alisha setelah menyesap setengah isi cangkirnya. “Aku juga. Tiap kali ke Malino, aku pasti mencicipi teh hijaunya.”
Lama mereka terdiam. Meresapi dan menikmati kelezatan teh hijau. Alunan musik slow di seantero cafe kian menghangatkan suasana.
“Hai Zahra, Alisha...”
Dani dan Najwa datang. Menghampiri meja mereka.
“Hai. Sudah selesai hunting foto-nya?” balas Zahra dan Alisha.