Jangan takut sendiri
Kamu tak kan lagi sepi
Jangan takut kehilangan
Aku beri kekuatan
Belum saatnya menyerah
Tetap di sampingku
Bila saat engkau jatuh
Dan mulai merasa rapuh
Pundakku siap tersandar
Tanganku selalu menggenggam
Belum saatnya menyerah
Tetap di sampingku
Bila saat engkau jatuh
Dan mulai merasa rapuh
Pundakku siap tersandar
Tanganku selalu menggenggam
Ini aku
Bila saat engkau jatuh
Dan mulai merasa rapuh
Pundakku siap tersandar
Tanganku selalu menggenggam
Bahkan saat kau menyakiti
Engkau putuskan untuk pergi
Aku kan tetap menanti
Meski tak akan kembali
Ini aku (Devano Danendra-Ini Aku).
Alunan piano memenuhi ruang tamu bernuansa broken white itu. Begitu Gabriel selesai membawakan lagunya, semua anak bertepuk tangan.
“Ayah Gabriel nyanyi buat siapa? Buat Alina, ya?” tanya Alina, wajah cantiknya dihiasi kekaguman.
“Yeee…maunya! Ayah nyanyi buat Safa dan Savina, tahu!” si kembar Safa dan Savina tak mau kalah.
Gabriel hanya tertawa mendengar tingkah lucu anak-anak angkatnya. Ya, malam ini ia sengaja menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Menebus waktu yang sempat tersita akibat kesibukan yang padat.
“Aku tahu Ayah nyanyi buat siapa. Pasti buat Bunda,” tebak Samuel dan Albert.
“Iya benar. Lagu itu buat Bunda.”
Alina, Safa, dan Savina mendesah pelan. Samuel dan Albert tampak senang karena tebakan mereka benar.
“Pasti Bunda senang sekali dinyanyiin lagu itu,” ucap Zia, matanya berbinar bahagia.
“Udah kurekam kok. Nanti kalo Bunda ke sini, akan aku tunjukkan.” janji Josef.
“Ayah, kira-kira kapan ya Bunda ke sini lagi? Udah empat hari Bunda nggak ke sini. Terakhir Bunda Najwa datang waktu hari Kamis.”