Hari yang dinantikan pun tiba. Satu Februari, momen istimewa bagi malaikat dan Peri Kecil akan berlangsung.
Gabriel menatapi refleksi dirinya di cermin. Perfekto. Tuxedo putih yang ia kenakan menyempurnakan penampilannya. Sulit dilukiskan perasaan Gabriel saat ini. Bahagia, tak percaya, sekaligus sedih. Bagaimana tidak, akhirnya ia bisa menikah dengan Najwa. Menikahi Peri Kecil yang mengisi hampir separuh hidupnya.
Terhanyut dalam perasaannya, tiba-tiba Gabriel merasakan lantai yang dipijaknya berputar. Gabriel meraih bingkai cermin untuk menjaga keseimbangan, tetapi nihil. Tangannya sudah kehilangan daya cengkeram. Alhasil, Gabriel terjatuh. Rasa sakit menjalari tulang-tulangnya. Sakit ini menyiksanya, melumpuhkannya.
Pintu kamar berdebam terbuka. Oki dan Langen menerobos masuk. Raut wajah mereka cemas.
“Gabriel...!” keduanya berseru bersamaan.
Gabriel menatap kedua sahabatnya tak berdaya. Oki dan Langen membantunya berdiri.
“Kamu kuat?” tanya Oki.
“Aku kuat, Oki. Aku...”
Detik berikutnya Gabriel terbatuk. Darah terjatuh menodai pakaian putihnya. Oki dan Langen lalu memapah Gabriel ke kamar mandi. Membantu pria itu membersihkan darahnya.
Seakan itu belum cukup. Baru setengah jalan menyeka noktah-noktah merah itu, tiba-tiba...Gabriel muntah darah. Ya Tuhan, jangan sekarang. Bisakah rasa sakit itu lenyap, walau untuk sesaat?
“Gabriel, kamu sakit. Aku harus panggil Reva,” tukas Langen, tak dapat menyembunyikan kepanikan dalam suaranya.
Gabriel menggeleng kuat. Di sela helaan nafasnya, ia berujar.
“Sudah kubilang aku kuat. Kalau kamu panggil Reva, pasti aku langsung disuruh ke rumah sakit. Dan kamu tahu apa artinya itu? Artinya aku tidak bisa menikahi Peri Kecilku, pasti dia akan sedih dan khawatir. Aku tidak mau merusak segalanya, Langen.”
Langen mendesah tak kentara. Oki menghempas nafas pasrah. Tak ada gunanya terus membujuk Gabriel. Toh semua perkataannya benar.
“Begitulah dirimu, Gabriel. Selalu memikirkan orang lain.” Oki bergumam lirih.
Sedangkan di halaman, Najwa menanti dengan resah. Gadis ini tampak semakin memesona dalam balutan gaun putih keperakan. Tetapi aura kecemasan nyata sekali terpancar dari sosoknya. Prof. Andreas dan Prof. Harini berdiri di kanan-kirinya. Mereka berdua menenangkan Najwa. Mengatakan ia hanya perlu menunggu sebentar lagi.
“Gabriel tidak pernah membuatku menunggu. Aku takut terjadi sesuatu padanya,” ungkap Najwa.
Prof. Andreas berpandangan dengan istrinya. Mungkinkah terjadi sesuatu pada Gabriel? Tidak, jangan sampai itu terjadi. Tidak di saat hari terindah dalam hidup putra mereka.
“Jangan khawatir, Sayang.” Prof. Harini bergerak ke dekat Najwa, merangkulnya.
“Aku...”
“Peri Kecil?”
Suara lembut nan simpatik itu, wangi Clive Christian itu, menyapanya. Najwa mengangkat wajah. Pandangannya bertemu dengan sepasang mata bening. Gabriel mendekat. Wajahnya sangat pucat. Namun hal itu tidak mengurangi ketampanannya.
“Maaf sudah membuatmu menunggu, Peri Kecil.” ucapnya setiba di depan Najwa.
Gadis bermata hazel itu mengangguk. Senyum tipis terbit di sudut wajahnya.
“Nggak apa-apa. Aku tadi takut kamu sakit lagi.”
Pada saat bersamaan, Oki dan Langen muncul. “Gabriel memang sakit, Najwa. Tadi dia muntah darah.”
Gabriel melempar pandang tajam pada Langen. Menyesali kelancangan sahabatnya memberi tahu apa yang terjadi. Mendengar itu, Najwa terlihat muram. Prof. Andreas dan Prof. Harini menahan nafas.
“Sungguh...tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku...baik-baik saja.” Gabriel terbata, menatap keluarga dan calon istrinya bergantian.
“Iya. Jangan dengarkan Langen. Gabriel cukup sehat hari ini.” Oki, yang tak tega pada Gabriel, mendukung pernyataan sahabatnya itu. Praktis ia dihadiahi injakan kaki dari Langen.
Sayangnya, Najwa masih terlihat sedih. Langsung saja Gabriel memeluknya. Mengalirkan ketenangan dan kehangatan ke hati gadis itu.
“Aku memang cukup sehat, Najwa. Oki benar. Smile...calon Nyonya Najwa Livia Paz jangan sedih.”
Lagi-lagi batin Najwa dirasuki ketenangan. Gabriel selalu memiliki cara untuk menenangkannya. Dialah malaikat pelindungnya, cinta sejatinya. Cinta yang sesungguhnya untuknya.
**
Nuansa kebahagiaan melingkupi Masjid 99 Al Makazary. Sebentar lagi, masjid terapung pertama di Indonesia ini akan menjadi saksi bisu bersatunya malaikat dan Peri Kecilnya. Samar dari luar masjid, terdengar debur ombak menghempas pantai. Langit biru cerah, bersih tanpa awan.
“Saya terima nikahnya GABRIEL Andreas Paz bin Andreas Nurhadi dan Najwa Livia binti Shihab Gazanesia dengan mas kawin seperangkat alat shalat dan perhiasan tiga puluh gram dibayar tunai.”