Gabriel baru tiba kembali di rumah sekitar pukul sebelas malam. Tubuhnya penat, namun hatinya terasa ringan. Interview beberapa jam lalu cukup menyenangkan. Belum lagi, jumlah anggota di komunitas yang dipimpinnya bertambah banyak. Tak hanya Razi yang memutuskan bergabung. Acha, beberapa announcer, dan kru bangkit jiwa sosialnya lalu bergabung pula.
Jika ada hal yang bisa melengkapi kebahagiaannya, itu adalah kabar yang didapatnya dari Najwa dan teman-temannya di Komunitas Bisa. Kabar tentang terpilihnya Najwa sebagai kandidat ketua untuk periode berikutnya. Gabriel bangga dan bahagia karenanya.
Ironis, kebahagiaannya tak berlangsung lama. Baru saja turun dari mobil dan melangkah melintasi halaman depan, Gabriel merasakan sakit luar biasa pada tulang-tulangnya. Rasa sakit yang membuat tubuhnya seolah lumpuh, menyiksanya perlahan-lahan. Susah payah Gabriel mencengkeram pilar agar tidak kehilangan keseimbangan. Akan tetapi ia tak dapat mencengkeramnya. Tangannya telah mati rasa.
Gabriel mencoba menggerakkan tangannya. Sia-sia, justru rasa sakit yang ia dapatkan. Ya Tuhan, jangan sekarang. Ia tak ingin pergi dalam situasi seperti ini. Ia belum bertemu Peri Kecilnya dan memberi selamat. Tidak, jangan sekarang.
Tepat ketika Gabriel terjatuh, pintu depan terbuka. Najwa bergegas mendekat, kekhawatiran terpancar jelas di mata hazel-nya.
“Gabriel...kamu baik-baik saja? Kita harus ke rumah sakit,” bisiknya. Dengan lembut membantu pria rupawan itu berdiri.
“Tidak, Peri Kecil. Aku tidak mau ke rumah sakit. Aku hanya ingin di sini, bersamamu...” jawab Gabriel lirih.
Dalam sekejap Najwa langsung paham bila Gabriel hanya ingin bersamanya. Ia menghempas nafas, lalu memapah suami tercintanya itu.
Tiba di ruang keluarga, Gabriel sudah tak kuat melangkah lebih jauh lagi. Najwa tampak semakin cemas, tapi dapat menyembunyikannya dengan baik. Maka mereka berhenti di sofa yang berhadapan dengan grand piano.
“Maafkan aku, Najwa.” Gabriel berujar, merasa bersalah.
“Tak apa-apa. Aku akan selalu di sini...bersamamu, as you want.” Najwa tersenyum, menggenggam lembut jemari tangan Gabriel. Ganjil, tangan itu kehilangan kehangatannya. Tangan Gabriel justru terasa dingin dan kian rapuh.
Sunyi sesaat. Sejurus kemudian Gabriel berkata lagi,
“Selamat ya, Peri Kecil. Kamu terpilih sebagai calon ketua Komunitas Bisa. Itu menunjukkan seberapa tinggi kualitasmu.”
Najwa dicekam kekhawatiran mendengar betapa lemahnya suara Gabriel. Meski demikian, ia tetap bersikap setenang mungkin.
“Aku juga tidak menyangka bisa terpilih. Kukira kamu yang akan dipilih Renza dan yang lainnya.”
Gabriel tertawa kecil. “Tentu tidak, kecuali mereka menginginkanku rangkap jabatan.”
Najwa mengerti, lalu ikut tertawa. Ya, bukankah Gabriel sekarang masih memimpin Komunitas Kekuatan Cinta?
“Semoga kamu terpilih, Peri Kecil.” Setelah mengatakan itu, Gabriel mengecup pipi Najwa.