“Aku tahu ada yang tersembunyi di balik diam dan dinginmu. Tapi, aku tak tahu apa yang berusaha kau sembunyikan itu.” —Nathan.
*****
Nathan POV
HARI senin adalah hari yang paling melelahkan. Tak terkecuali hari ini. Pagi-pagi, saat semua orang masih menguap dan ingin bersembunyi di balik selimut untuk tidur kembali, seluruh siswa SMA Kencana harus mengikuti upacara bendera. Setelah upacara selesai, disusul dengan pelajaran Pancasila yang membuat beberapa siswa tidur di dalam kelas. Belum lagi jika ditambah dengan ekstrakulikuler yang menguras tenaga.
Di tengah lapangan, aku dan teman-temanku sedang bermain basket dengan peluh yang membasahi tubuh kami. Ketika sibuk men-dribble bola, mataku tak sengaja mendapati seorang cewek melintasi koridor dekat lapangan. Cewek itu berhasil menyita fokusku dan membuat bola yang berada di tanganku berhasil direbut Karel.
“Lo kenapa, Nath? Kok kayaknya nggak konsentrasi, sih?” tanya Rafa, cowok paling kepo sedunia—yang sialnya—itu adalah temanku.
Karena tak kunjung mendapat jawaban dariku, Rafa sepertinya berinisiatif untuk mengikuti arah mataku memandang. Benar saja, cowok itu menyunggingkan senyum miringnya ketika melihat cewek yang sedang melintas di koridor sambil membaca buku dan menyumpal telinganya dengan headset. Aku menatapnya dengan satu alis terangkat, seakan bertanya, ‘Apa?’. Namun, Rafa malah tertawa kecil sembari menggelengkan kepala.
“Lo kenapa liatin Rosie sampai segitunya?”
Oh, jadi namanya Rosie. Nama yang cantik, sama seperti orangnya, pikirku. Melihat Rosie, aku jadi mengingat kejadian tempo hari. Kejadian—yang menurutku—sangat memalukan, menguntit cewek itu ke florist depan kafe, dan memerhatikan cewek tersebut sampai dia pergi dari sana.
“Lo kenal cewek itu, Raf?”
“Pastilah si Rafa kenal. Mereka, 'kan, sama-sama anak OSIS, Nath,” timpal Fano. “Ya, lagian, kita sama dia 'tuh satu angkatan. Walaupun nggak pernah sekelas, tapi gue juga sering liat dia, 'kok.”
“Kok gue nggak pernah liat dia?” Aku bertanya, terheran-heran. Ke mana saja aku selama ini sampai tak pernah melihat cewek itu di SMU Kencana?
“Karena dia jarang bersosialisasi, mungkin,” ujar Rafa sambil mengedikkan bahunya, kemudian berteriak pada Karel untuk melempar bola ke arahnya.
Aku masih memerhatikan Rosie yang terlihat tenang. Seolah tak peduli dengan gaduh murid-murid karena sudah nyaman dengan dunia yang ia ciptakan sendiri. Dari tempatku berdiri, aku bisa mengagumi paras ayunya. Langkah kakinya terhenti, ia kemudian menyandarkan tubuhnya ke dinding sembari terus membaca buku yang ada di tangannya.
Tak berselang lama, seorang cewek datang menarik headset Rosie sambil berteriak, “Rosieeeeeee!” Aku tahu siapa cewek itu. Dia adalah Raisa, pacar Rafa dari bangku sekolah menengah pertama—Rafa pernah bercerita tentang itu saat aku dan dia mulai berteman ketika kami satu bangku di kelas sebelas, tapi aku tak pernah benar-benar mendengarkannya.
Suara cempreng nan melengking Raisa membuat Rosie melirik tajam ke arahnya. “Apaan, sih, Sa? Berisik banget tau, nggak?” ujar Rosie, sayup-sayup terdengar oleh indera pendengaranku yang tajam. Seakan tak peduli dengan keberadaan Raisa, cewek itu kembali fokus pada buku yang sedari tadi ia baca.
Raisa terkekeh pelan. “Makan, yuk! Laperrrr,” ucap Raisa seraya menggoyang-goyangkan tubuh Rosie.
“Nggak, ah. Lo aja.”
“Ihh ....” Raisa mengerucutkan bibirnya.
Saat mata Raisa menyisir keadaan sekitar, tak sengaja ia menangkap basah aku sedang memandang Rosie. Senyum jahil tercetak di bibirnya. Sial! Jangan sampai cewek itu memberitahu Rosie kalau aku dari tadi diam-diam memandangnya. Aku menggelengkan kepala, kemudian meletakkan jari telunjuk di depan bibir—memberi isyarat agar Raisa tak membuka mulut. Raisa mengangkat satu alisnya, kemudian tertawa kecil.
“Kayaknya ada yang kesemsem sama kecantikan sahabat gue, nih.”
Terlihat Rosie mengerutkan dahinya. Ditutupnya buku yang sedari tadi ia baca, kemudian menatap Raisa dengan satu alis terangkat. “Sahabat lo? Gue?”
“Ya, iyalah! Sahabat gue di SMU Kencana itu cuma lo, Rosie.” Melihat Rosie menatapnya sembari memutar bola mata, Raisa berkata, “Orangnya ganteng, loh.”