Lubang di Daster Ibu

Edelmira (Elmira Rahma)
Chapter #6

Bagiku Hanya Ada Ibu

“Jelaskan padaku sekarang, Bu! Ada apa ini?” tanya Tyas dengan sedikit memaksa. Saat ini ia tengah berdiri bersama ibunya di depan kamar tidurnya. Membiarkan Lita tidur lelap di dalam kamar sementara ia menuntut penjelasan dari Ranti. “Tadi Ibu telepon Nenek, kan? Nek Batari bilang apa? Katakan saja. Aku sudah bukan anak kecil lagi. Ibu tidak perlu merahasiakan apa pun dariku.”

Ranti memandang sang anak dengan sendu. Melihat bagaimana tinggi tubuh Tyas kini telah setara dengannya. Gadis itu juga terlihat jauh lebih kuat dari yang ia ingat, dengan tubuh tegap serta tatapan mata penuh keyakinan. Ranti sungguh tidak sadar betapa banyak perubahan yang Tyas alami selama ia sibuk mencari uang di luar rumah.

Perasaan bersalah lantas membuatnya sesak. Tyas telah berjuang untuk hidup mandiri juga berjualan untuk membantu masalah keuangan mereka. Keadaan mereka yang telah jauh membaik juga berasal dari kerja keras Tyas yang seharusnya masih menikmati hidup dengan bermain bersama teman sebaya, bukannya bekerja. Ranti sangat ingin membalas jasa anaknya itu, tetapi kenyataan yang terjadi justru akan membuat Tyas semakin kesulitan.

Kalau bisa, Ranti ingin menjauhkan Tyas dari segala ketidaknyamanan, tetapi Tyas yang bersikukuh membuatnya tidak punya pilihan selain berkata dengan jujur.

“Nek Batari … tidak mau lagi mengurus adikmu.”

“Apa?” Tyas menganga tidak percaya. “Tidak bisa begitu! Maksudku … kita memang selalu ingin membawa Lita kembali tinggal bersama kita. Tapi bukan begini caranya! Nenek tidak bisa membuangnya seenaknya!”

“Tyas! Jaga ucapanmu!” Terburu-buru Ranti menutup mulut Tyas dan baru melepasnya setelah mereka memasuki kamar lain. “Nek Batari membawanya kemari, apa itu artinya dia dibuang? Kita ini ibu dan kakak kandungnya! Kita seharusnya senang bisa hidup dengan Lita mulai sekarang.”

Tyas menggeram pelan lalu menghela napas lelah. Ia mengacak-acak rambut super pendeknya dengan frustrasi. “Aku tahu, Bu,” ucapnya lemah, “tapi ini keterlaluan! Dia ditinggalkan sendiri di depan pintu rumah kita tanpa pemberitahuan sebelumnya. Bagaimana jika aku belum pulang sekolah? Lita mungkin harus menunggu selama berjam-jam dalam keadaan sakit—tunggu. Apa Nek Batari tahu Lita sedang sakit? Kalau Nenek tahu, harusnya ia menunda kepindahan Lita.”

“Soal itu ….” Tanpa aba-aba, tetesan air mata mengalir begitu saja di pipi Ranti. Wanita yang masih mengenakan kemeja kerja biru muda serta celana kain abu-abu tua itu lantas memalingkan wajah. Namun, ia sedikit terlambat karena Tyas sudah terlebih dahulu melihatnya menangis.

“Bu, ayolah! Katakan saja semuanya!” Tyas yang tidak sabar akhirnya memaksa Ranti untuk kembali menatapnya. Kedua tangannya memegang erat bahu ibunya yang kurus. “Kali ini aku tidak akan membiarkan Ibu kabur dan menangis sendirian. Sudah cukup, Bu! Sudah waktunya untuk Ibu berbagi beban Ibu denganku! Pundakku sekarang sudah jauh lebih kuat untuk ikut menanggung semuanya!”

“Umur tujuh belas tahun itu masih kecil ….”

“Ibu!”

“Baiklah, baik. Tyas, sebaiknya kita membicarakan ini sambil duduk.”

Lihat selengkapnya