“Dia udah tidur?”
“Kelihatannya Lita sedikit demam dan tidak enak badan, tapi gak apa-apa. Dia hanya butuh memejamkan matanya sebentar sambil berbaring.”
Tyas menghela napas panjang mendengar itu. Tangannya yang bergetar mengusap bagian dada kiri, debaran jantungnya masih terasa kencang, sisa dari rasa terkejutnya beberapa waktu lalu. Gadis itu berusaha mengatur berapa lama ia menarik dan mengembuskan napas demi menenangkan diri, membuatnya terpaksa mengabaikan kehadiran sang ibu untuk sesaat.
Tidak perlu bertanya, Ranti sudah mengerti bagaimana perasaan sang anak sulung. Dengan lembut, ia mengusap punggung Tyas, berharap bisa sedikit mengurangi ketegangan gadis itu.
“Kamu pasti terkejut, ya?” tanya Ranti setelah Tyas terlihat sedikit lebih relaks.
Tyas segera berbalik menghadap sang ibu, kursi yang didudukinya sedikit berderit oleh gerakannya yang cepat. “Aku pikir aku memegang tangannya terlalu kencang dan menyakitinya! Padahal aku sama sekali tidak bermaksud begitu, Bu! Kami benar-benar hanya sedang bicara, tapi dia mau pergi, jadi aku berusaha menahannya sebentar!” jelas Tyas dengan sedikit terburu-buru. Bayangan kulit Lita yang berubah merah dan keunguan di bawah genggamannya masih menghantui.
“Iya, iya. Ibu mengerti, Tyas.” Senyum lembut Ranti melengkapi sentuhan tangannya yang kini membelai rambut pendek Tyas. “Terima kasih karena kamu langsung menghubungi Ibu. Kita bisa langsung memeriksakan Lita ke Rumah Sakit berkat kamu.”
“Dari mana Ibu dapat uang untuk itu? Kupikir Lita tidak terdaftar di asuransi kesehatan yang Ibu dapat dari kantor?”
“Untuk saat ini …,” Ranti menundukkan kepala, “Bos ibu berbaik hati untuk membayar biaya pemeriksaan, terapi, dan obat-obatan yang Lita butuhkan. Tentu saja Ibu akan berusaha untuk mengumpulkan lebih banyak uang agar kita tidak terus merepotkannya.”
Tyas mengangguk, tetapi ekspresinya berubah menjadi lebih muram. Ia juga sibuk meremas jari-jarinya sendiri sebelum mendengkus kencang. “Ini semua karena Nek Batari seenaknya memasukkan Lita ke kartu keluarganya! Dia sepenuhnya merebut Lita dari kita, lalu berakhir membuangnya begitu saja tanpa sedikit pun memikirkan Lita yang akan sangat kesulitan beradaptasi! Semua ini terjadi dengan terlalu tiba-tiba! Kita bahkan belum sempat mengurus semua administrasi yang diperlukan!”
“Tidak apa-apa, kita bisa menyelesaikan semuanya pelan-pelan ….”
“Pelan-pelan? Memangnya Ibu yakin, Lita akan terus bertahan hanya dengan obat-obatan seadanya? Ibu terlalu sibuk bekerja seharian, tapi aku melihat dengan kedua mataku sendiri bagaimana Lita hampir tidak sanggup berjalan!”