Lubang di Daster Ibu

Edelmira (Elmira Rahma)
Chapter #13

Lubang di Daster Lusuh

“Kak ….”

“Hm?”

“Apa aku bisa lanjut sekolah lagi?”

Tyas mengubah posisi tidurnya yang semula menghadap dinding menjadi telentang. Pandangannya lurus menatap langit-langit kamar, tetapi sudut matanya masih dapat menangkap sosok Lita yang duduk di meja belajar. Beberapa buku yang sudah usang dimakan usia dan kelembapan udara berserakan, Lita membolak-balik setiap halaman dengan lesu.

“Kenapa kamu menanyakan itu?” Tyas memilih untuk balik bertanya. Sedikit ingin tahu tentang apa yang sedang adiknya itu pikirkan.

Berkat kesabaran dan sikap mengalah Tyas, hubungan di antara mereka kini jauh membaik. Frekuensi pertengkaran yang terjadi berkurang drastis, tergantikan oleh keheningan dalam damai. Sebagian besar waktu mereka, mereka habiskan masing-masing tanpa saling bicara apalagi mengganggu. Oleh karena itu, Tyas cukup terkejut ketika Lita bertanya kepadanya.

“Bukan apa-apa,” jawab Lita tidak acuh. “Aku cuma bosan di rumah terus.”

“Kamu, kan, bolak-balik ke Rumah Sakit.”

Lita mendengkus mendengar itu. “Itu beda! Pergi ke sana tidak bisa dianggap sebagai jalan-jalan, kan?” 

Tyas mengatupkan bibir rapat-rapat, menahan diri dari menggoda Lita lebih jauh. Jangan sampai ia memancing pertengkaran yang tidak perlu. 

Selain itu, dengan diamnya Tyas, Lita akan punya kesempatan untuk menjelaskan keluhannya lebih lanjut, guna memperjelas apa yang sesungguhnya ia inginkan. Di luar dugaan, Lita justru ikut bungkam, membiarkan pembicaraan mereka menggantung begitu saja.

Mau tidak mau Tyas merenung, mencoba untuk memahami posisi adiknya. Seandainya dirinyalah yang mengidap sakit kronis, pindah dan terkurung di rumah yang lebih kumuh, hidup sederhana, serta berada jauh dari sekolah yang biasa ia datangi, apa yang ingin ia lakukan?

Rumah kumuh dan gaya hidup sederhana cenderung kekurangan yang kini mereka jalani tidak bisa diubah begitu saja, maka Tyas mengabaikan bagian itu dan lebih fokus ke bagian sakit, terkurung, dan sekolah. Apa yang bisa dilakukan untuk ketiga hal itu?

“Akan lebih aman dan praktis jika Ibu memindahkanmu ke sekolah yang lebih dekat dari sini,” celetuk Tyas kemudian. Ia bangkit dan duduk bersandar pada dinding, masih di atas ranjangnya yang seprainya kini sedikit berantakan. “Itu juga yang kamu inginkan, kan? Apa kamu ingin pindah ke sekolahku?”

Tangan Lita yang sedari tadi sibuk membuka halaman buku mendadak berhenti. Layaknya patung, ia tidak bergerak sama sekali. Hanya suaranya yang terdengar. “Apa itu memungkinkan?”

“Tentu saja itu lebih memungkinkan daripada jika aku harus mengantarmu ke sekolah elite dekat rumah Nek Batari.” Tyas menghela napas berat. “Memangnya kamu mau jika kuantar dengan naik angkot?” 

“Tidak ada angkot yang lewat ke sana.”

Lihat selengkapnya