Lubang di Daster Ibu

Edelmira (Elmira Rahma)
Chapter #18

Cemburu

“Kita mau ke mana, Nek?” Lita kecil selalu bertanya setiap kali Nek Batari mengajaknya pergi berdua saja.

“Ke rumah ibumu,” jawab Nek Batari ketus. Wanita tua itu terus mendesah setiap kali mereka harus melewati jalan berbatu. “Maaf, ya. Nenek tahu kalau kamu malas sering Nenek bawa ke kampung kumuh ini. Tapi mau bagaimana lagi? Jangan sampai ibumu yang tidak tahu diri itu punya kesempatan untuk menuntut Nenek atas tuduhan merebut anak kandung.”

Lita menunduk, tangan mungilnya memainkan ujung gaun terusan kuning lembut bercorak bunga tipis yang ia kenakan. Gadis kecil itu belum sepenuhnya mengerti akan situasinya, apalagi perasaannya sendiri. Satu-satunya hal yang ia tahu adalah betapa ia merasa tidak nyaman setiap kali diantar bertemu Ranti.

Namun, ia juga bukannya tidak mau. Beberapa bulan lalu, di saat ia tidak bisa keluar rumah karena sakit, Lita menangis terus menerus karena Nek Batari tidak membawanya menemui Ranti. Tentu saja ia tidak mengatakannya kepada siapa pun dan hanya memendamnya sendiri, sehingga Nek Batari mengira ia menangis hanya karena rasa sakit di tubuhnya, bukan di hatinya.

Pembantu di rumahnya bilang, Lita pasti merindukan ibu dan kakak kandungnya. Apa itu benar? Jadi, kenapa Lita masih merasa tidak nyaman dan ingin menghindar saja?

Mungkin mustahil bagi gadis kecil yang belum genap berusia 4 tahun sepertinya untuk bisa memahami semua itu. Lita hanya bisa melamun bahkan hingga mereka telah sampai di tujuan. Lamunannya terputus di saat ia melihat sang kakak mengambil sesuatu dari atas tanah.

“Itu kotor!” teriaknya kepada Tyas.

“Ini buah belimbing. Kalau dipotong, bentuknya bakal jadi kayak bintang.” Saat itu, Tyas dengan sabar menjelaskan, tetapi yang bisa Lita lihat hanyalah teman-teman kakaknya yang menatap tidak suka.

Kenapa mereka memelototinya seperti itu? Ada perbedaan apa antara dirinya dan kakaknya? Mengapa mereka tidak mau bermain bersama dengannya juga? Apa karena ia tidak mau bermain tanah? Nek Batari bilang tanah itu kotor dan penuh kuman ….

Lita menangis histeris dan menepis tangan Tyas dengan keras. Dua buah belimbing yang malang pun lantas terjatuh ke atas tanah. Perasaan bersalah segera menghampiri Lita, tetapi ia semakin meraung kencang di saat salah satu teman Tyas malah berteriak dengan geram, disusul oleh anak-anak lainnya yang mengacungkan telunjuk ke arahnya.

“Jangan nangis,” mohon Tyas. “Kalau gak mau, gak apa-apa, tapi jangan nangis.”

Lita berusaha menahan tangisnya setelah mendengar itu. Ia bahkan telah mengulurkan tangan untuk meminta sang kakak memeluknya. Hanya saja, teriakan dari Nek Batari membuatnya tersentak dan terisak lebih lama.

“Siapa yang berani bikin cucuku kayak gini? Berhenti menangis, cucuku sayang. Kita pulang sekarang.”

Lihat selengkapnya