Beberapa hari kemudian, kota kembali dihebohkan oleh kasus pembunuhan keluarga Dinatha 3 tahun yang lalu, sudah terungkap. Pelakunya sudah tertangkap. Yang lebih mengejutkan lagi, pelakunya adalah Nathan Dinatha, orang yang selama ini dikira sebagai korban selamat oleh masyarakat dan juga polisi.
Kota kecil itu gempar. Kabar tersebut tentu saja juga terdengar oleh Dewa dan para karyawan Kafe Gemilang.
"Jadi, selama ini kita bergaul dengan seorang pembunuh?" bisik Tessa bergidik kepada salah satu rekannya.
"Aku juga tidak menyangka kalau dia pelakunya. Dia terlihat cukup polos dan anak baik," komentar yang lain.
"Untung saja dia sudah dipecat oleh Pak Bondi. Eh, tapi bicara mengenai Pak Bondi, apakah dia juga pelakunya? Bukankah dia mengambil pisau dari kafe ini? Lalu dia dipecat oleh Pak Bondi, mungkin dia sakit hati dan membunuh Pak Bondi?" ungkap yang lain pula berteori. Sementara Dewa yang mendengar hanya geleng-geleng kepala dan terus melakukan pekerjaannya.
"Tapi menurut kabar yang kudengar, kasus Pak Bondi masih diselidiki. Sebab tidak terbukti kalau Nathan yang melakukannya," balas Tessa.
"Tapi dia punya motif yang jelas," sergah yang lainnya.
Tiba-tiba obrolan mereka itu diinterupsi oleh Gabriel yang tiba-tiba saja datang. Pemuda itu betingkah sedikit pongah sebab sudah beberapa hari ini ia ditunjuk oleh Hendrik untuk mengemban tanggung jawab menggantikan Bondi. Meski belum resmi diangkat sebagai manager, tapi Gabriel sudah dipercaya mengemban tugas itu dan seolah diberi masa percobaan sebelum ia resmi diangkat.
"Heh, kalian ngobrol saja. Kerja yang benar, lihat pelanggan sudah mulai datang," ucap pemuda itu dengan nada yang agak tinggi. Mendengar hal itu, para pegawai hanya mendengus dan geleng-geleng kepala. Apalagi Tessa, ia terlihat ogah-ogahan menuruti perintah pemuda itu.
Sementara Dewa, tersenyum geli melihat gaya Gabriel. Baru dikasih kepercayaan saja lagaknya sudah tengil sekali, bisik hati Dewa. Namun ia memilih untuk enggan berkomentar dan meneruskan pekerjaannya.
"St, heh Dewa," bisik Tessa mendekati pemuda itu sembari terus bekerja. "Kau kenapa dari tadi diam saja? Kau tidak kaget dengan kasus ini? Kau kan paling dekat dengan Nathan," sambungnya.
"Lalu kalau aku dekat dengannya, kenapa?" tanya Dewa tanpa menghentikan pekerjaannya mencincang bawang.
"Apa kau tidak kaget ternyata selama ini kau dekat dengan seorang pembunuh?"
"Pembunuh dengan orang yang membunuh itu berbeda. Pembunuh adalah profesi yang pekerjaannya memang membunuh. Sementara orang yang membunuh, dia belum tentu pembunuh. Kadang dia membunuh karena terpaksa atau justru untuk melindungi dirinya," ungkap Dewa.
"Tetap saja namanya pembunuh," sergah Tessa sembari mengelap beberapa perkakas dapur. "Eh tunggu, kenapa kau masih saja membelanya?" sambung gadis itu menoleh pada lawan bicaranya sambil berkerut kening. Melihat gelagat Tessa, membuat Dewa sedikit salah tingkah dan memilih untuk menghindar.
Seminggu kemudian persidangan Nathan resmi digelar di pengadilan. Para pegawai Kafe Gemilang tak ada satupun yang hadir di persidangan itu sebab sibuk bekerja. Hanya saja, mereka mendengar bahwa Nathan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman 10 tahun penjara karena gangguan kejiwaan yang dialaminya. Namun keputusan pengadilan menyatakan bahwa ia dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan keluarga Dinatha dan juga Djarot Sudrajat. Tapi tidak untuk kasus pembunuhan yang menewaskan Bondi Suganda.
Mendengar hal itu Kafe Gemilang kembali heboh. Banyak yang berspekulasi dan menduga-duga siapa sebetulnya yang membunuh mantan manager mereka? Tessa bahkan sempat mencurigai Gabriel karena alasan ingin menggantikan posisi Bondi. Ada pula yang mencurigai Hendrik, sang pemilik kafe, yang menganggap kinerja Bondi tidak becus karena ada barang yang hilang.
"Kau terlalu mengada-ada, mana mungkin cuma perkara pisau hilang Pak Hendrik tega menghabisi nyawa Pak Bondi," bisik Tessa ketika istirahat makan siang kepada rekannya.
"Daripada kau, malah curiga pada Gabriel. Mana mungkin pemuda lembut begitu tega melakukan itu," tukas Mita, pegawai Kafe Gemilang yang sedang bercakap-cakap dengan Tessa.
"Bisa saja, kita tidak tahu manusia. Contohnya Nathan, siapa yang menduga dia bisa membunuh? Padahal kelihatannya lugu dan polos," bisik Tessa pula.