Lubang Kunci

Randy Arya
Chapter #8

Sadewa Nugraha

Tik tok... Tik tok...

Jarum jam terus berdetak. Sementara Dewa dan Nathan masih duduk berhadapan tanpa suara. Di ruang tempat penerimaan tamu di lapas itu, kedua pemuda itu saling pandang dalam diam. Dewa menatap Nathan dengan menyunggingkan sebuah senyuman yang cukup aneh. Sementara Nathan menatap pemuda itu dengan pandangan bingung.

"Kau tidak ingat padaku Nath?" tanya Dewa akhirnya, membuka obrolan setelah beberapa menit saling diam.

"Tentu saja aku ingat. Kau bercanda?" tanya Nathan pula heran.

"Maksudku, sebelum kita berkenalan sebagai teman kerja di kafe, dulu saat masih kecil, kita pernah bertemu Nath," ujar Dewa lagi. Nathan mengerutkan kening. Ia mulai bingung apakah orang yang mendatanginya hari ini adalah Dewa yang asli atau alter ego lain yang muncul dari dalam dirinya? Tapi kata sipir penjara tadi iapun dapat melihat Dewa. Tapi kenapa pemuda itu berkata hal yang membingungkan? Apalagi ekspresinya cukup aneh dari biasanya.

"Aku tidak mengerti maksudmu," ucap Nathan akhirnya. Dewa menyandarkan tubuhnya di kursi lalu menghela napas sejenak.

"Kau ingat perempuan yang kau sebut Tante Susi?" tanya Dewa lagi. Nathan semakin mengerutkan kening. Ia jadi ingat masa kecilnya. Ia ingat perempuan yang disebut Dewa. Itu adalah support sistem yang ia miliki pertama kali. Disaat ia kesepian dan tersiksa karena pertengkaran orang tuanya, Tante Susi adalah sosok yang selalu hadir memberikan semangat dan dukungan untuknya. Walau kemudian perempuan itu menghilang karena pindah rumah dan tak pernah ada kabar darinya lagi. Hingga kini, Nathan mendengar namanya lagi dari Dewa, seseorang yang mengaku mengenalnya dari kecil.

"Dia adalah ibuku Nath," bisik Dewa lagi karena lawan bicaranya tak kunjung bersuara. Namun Dewa tahu, Nathan masih mengingat nama yang disebutnya.

Mendengar hal itu Nathan sedikit terperangah. Jadi Dewa adalah anak dari Tante Susi? Bagaimana mungkin? Lalu kata Dewa waktu kecil dia sudah pernah mengenal Nathan. Tapi Nathan tidak pernah mengingatnya. Ia bahkan tidak tahu kalau Tante Susi punya anak. Sebab perempuan itu selalu terlihat sendirian.

"Aku selalu melihatmu dari jendela rumahku Nath. Kau sering tidur diluar ketika malam hari bukan? Orang tuamu sering bertengkar dan kau selalu menjadi korbannya. Aku tahu semua itu Nath," ungkap Dewa lagi karena ia melihat Nathan seperti orang kebingungan.

Nathan semakin terperangah. Bagaimana Dewa bisa tahu tentang masa kecilnya sampai sedetail itu? Apakah benar pemuda ini anak Tante Susi? Tapi kenapa Tante Susi tidak pernah menceritakannya? Dan Dewa kenapa baru bercerita sekarang, padahal mereka sudah kenal setahun lebih?

"Kau ingat komik Pertarungan si Kapak Elang yang diberikan Tante Susi padamu? Itu dariku," ucap Dewa lagi.

Nathan semakin terperangah mendengar ucapan pemuda itu. Yang benar saja, tidak mungkin Dewa berbohong jika ia tahu sedetail itu tentang masa kecil Nathan.

"Kenapa kau baru cerita sekarang kalau kau adalah anak Tante Susi?" tanya Nathan akhirnya setelah cukup lama terdiam.

"Aku menunggu momen yang pas. Dan sekarang waktu yang pas menurutku," jawab Dewa. Matanya mulai menerawang membayangkan masa kecilnya.

Dewa lahir dari seorang perempuan bernama Susiana Rahayu. Sejak kecil ia tidak pernah mengenal ayahnya. Satu-satunya orang tua yang ia tahu adalah Susi, ibunya. Karena tidak tahu siapa bapaknya membuat Dewa sering jadi bahan olok-olok teman sebayanya. Banyak yang mengatakan kalau ia anak haram. Bahkan sebelum ia tahu makna dari kata 'anak haram' itu sendiri.

"Anak haram itu apa Bu? Kenapa semua orang mengatakan aku anak haram?" tanyanya suatu kali kepada Susi. Mendengar pertanyaan sang anak, membuat Susi sedikit cemas. Ia bingung bagaimana menjelaskan kepada bocah berusia 7 tahun itu tentang makna dari kata tersebut.

"Sudah, jangan dengar kata orang. Kita tidak pernah bisa menutup setiap mulut orang. Yang bisa kita lakukan adalah menutup kedua telinga kita agar tidak mendengar kata-kata orang," jawab Susi bijak.

Selain mendapat perkataan tidak menyenangkan di lingkungan tempat tinggalnya, Dewa juga sering mendapat bullying di sekolahnya. Ia diolok-olok karena tidak punya ayah. Hal itu akhirnya membuat Dewa menjadi minder dan menutup diri dari lingkungan dan sekolahnya.

Lihat selengkapnya