Lubang Kunci

Randy Arya
Chapter #10

Bunuh Diri atau Dibunuh?

Dirga menekan gagang pintu kemudian membukanya. Begitu daun pintu terkuak, hal pertama yang mencuri perhatiannya adalah sebuah ponsel yang tergeletak di lantai dalam kondisi layar yang menyala. Sedetik kemudian, layarpun mati. Seperti ponsel yang baru saja selesai digunakan.

Dirga mengerutkan kening sejenak kemudian melangkah masuk. Marik, Billy, dan para polisi lain serta tim forensik ikut masuk ke kamar dimana tubuh kaku Quinn masih menggantung di langit-langit kamar.

Tim forensik langsung melakukan tugasnya untuk mengevakuasi korban. Sedangkan beberapa petugas polisi lain mengecek kondisi kamar, mencari barang bukti, sidik jari, dan memotret kondisi korban. Marik dan Billy ikut mengecek kondisi kamar tersebut. Melihat pintu, jendela dan kamar mandi apakah ada tanda-tanda yang mencurigakan.

Sementara Dirga sendiri berjongkok di lantai dan menatap ponsel yang tergeletak itu. Aneh, sebelumnya benda ini tidak ada disini, pikirnya. Ia tahu meski cuma mengecek sebentar tapi ia sempat memperhatikan dengan jelas. Dirga memakai sarung tangan kemudian meraih ponsel itu kemudian mengantonginya.

Tiba-tiba ada sebuah bunyi yang membuat perhatian Dirga teralihkan. Bunyi itu berasal dari dalam lemari yang kini ada di sampingnya. Meski bunyi kecil, namun telinga Dirga bisa menangkapnya. Ia menoleh ke lemari yang tertutup rapat itu dengan kening berkerut.

Sementara di dalam lemari, Dewa bahkan nyaris menahan napasnya. Dari celah lubang kunci lemari, ia dapat melihat Dirga sedang menatap lemari dengan penuh rasa curiga. Oh, mungkin karena Dewa menjatuhkan sebuah hanger tanpa sengaja barusan. Dewa kembali mengintip dari lubang kunci dan semakin panik. Sebab Dirga kini mulai berdiri dan melangkah pelan mendekati pintu lemari. Panik, Dewa mencoba memutar otaknya dalam kondisi tersudut begini.

Dirga membuka pintu lemari dan melihat baju-baju yang tergantung di dalamnya. Polisi itu kemudian mencoba menggeser baju-baju itu dan tak menemukan apapun. Di bagian bawah lemari juga cuma ada sprei dan pakaian yang tertumpuk.

"Sepertinya ini kasus bunuh diri," suara itu cukup membuat Dirga terjingkat. Ia menoleh cepat ke samping dan menemukan Marik sudah berdiri di sebelahnya. Dirga kembali menutup pintu lemari.

"Ya. Sepertinya," jawabnya sambil menatap jasad Quinn yang kini sedang dinaikkan keatas tandu oleh tim medis. Sejenak kemudian ia kembali menoleh kepada Marik.

"Tapi menurutku kita tetap harus mencari keberadaan Dewa dan menginterogasinya. Apa yang ia lakukan di rumah ini sebelumnya? Kenapa ia masuk secara paksa?" ungkap Dirga lagi. Marik tampak menimbang-nimbang. Apa yang dikatakan rekannya itu benar juga. Dewa cukup mencurigakan. Sementara itu, di dalam lemari, dibawah tumpukan sprei dan pakaian itu, Dewa dapat mendengar jelas obrolan para polisi.

"Atau apakah ini sebenarnya kasus pembunuhan yang di konsep dengan seolah-olah korban bunuh diri?" bisik Marik pula setelah berpikir sejenak.

"Entahlah," jawab Dirga angkat bahu. "Kematian Bondi saja masih menjadi misteri, sekarang muncul lagi kasus baru dan lebih parahnya lagi, korban adalah anak kandung Bondi sendiri."

"Aku curiga, jangan-jangan ada yang dendam dengan keluarga ini," komentar Billy pula yang perlahan mendekat kepada mereka.

"Hal ini semakin membuatku curiga pada... Jihan," bisik Dirga pula. Ketika menyebut nama Jihan, ia sengaja memelankan suaranya. Kedua rekannya menatap Dirga dengan kening berkerut. Apa benar Jihan yang membunuh Bondi? Lalu apakah Quinn bunuh diri atau dibunuh? Jika dibunuh, apakah Jihan juga yang melakukannya? Kalau iya, kenapa?

-------------------------------------

Malam menjelang dengan cepat. Dewa yang masih berada di dalam lemari kamar Quinn, perlahan mulai membuka sprei dan tumpukan kain yang menutupi tubuhnya. Ia bernapas lega begitu menyadari rumah sudah sepi.

Perlahan, ia mengintip dari lubang kunci pintu lemari dan tak melihat siapapun di dalam kamar. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk membuka pintu lemari pelan-pelan. Dengan sangat hati-hati, ia melangkah keluar dari lemari dan mengendap-endap menuju pintu kamar. Sebelum memutuskan keluar dari kamar, lagi-lagi, Dewa mengintip dari lubang kunci pintu kamar untuk memastikan bahwa tidak ada orang diluar kamar. Setelah yakin rumah kosong, Dewapun membuka pintu dengan sangat pelan dan keluar dari kamar dengan langkah yang nyaris tak terdengar.

Dewa menuruni tangga menuju lantai satu dan bergegas menuju pintu depan. Dari jendela kaca, ia melihat kondisi pekarangan yang sudah kosong. Ini saatnya ia harus keluar dari rumah ini, pikirnya. Namun ketika ia menekan gagang pintu, pintu tersebut tak bisa terbuka. Dewa mencoba lagi namun tetap tak bisa terbuka.

"Ah, sial," bisiknya kesal. Ia mencoba mencari pintu lainnya. Dengan sigap, ia berlari menuju ruang belakang. Namun lagi-lagi, pintu belakang dalam kondisi terkunci. Panik, Dewa mencoba memutar otaknya lagi. Oh, kenapa ia harus terjebak dalam rumah yang saat menjadi TKP?

Lihat selengkapnya