"Dewa..."
"Dewa..."
"Dewa..."
Suara-suara itu terngiang di telinga Dewa. Ia celingukan dan menemukan Quinn, Bondi, dan juga ibunya, Susi, berlari mengejarnya sambil tertawa cekikikan. Dewa terbelalak dan spontan berteriak. Hingga akhirnya tangan Bondi berhasil mencengkeram lehernya.
"Aaaa..." pekik Dewa histeris berusaha melepaskan cekikan Bondi di lehernya. Namun pria itu malah semakin memperketat cekikannya sambil tertawa cekikikan.
"Lepas...kan..." bisik Dewa meski napasnya kian lama kian berkurang. Ia melirik pada Quinn, gadis yang sudah cukup lama berpacaran dengannya. Namun gadis itu seperti enggan menolongnya. Ia malah tersenyum dan membiarkan Bondi terus mencekik Dewa. Lalu, Dewa mengalihkan pandang pada Susi, perempuan yang sudah melahirkan dan membesarkannya. Namun sang ibu juga sepertinya enggan menolongnya.
Dewa semakin kesusahan bernapas dan mencoba membalas. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mencengkeram leher Bondi namun tak berhasil. Tenaganya mulai melemah.
Disaat itulah Dewa terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur dari sela pori-porinya. Oh, ia mimpi buruk ternyata. Ia menoleh ke jam digital di samping ranjangnya. Jam menunjukkan pukul 03:03 dini hari.
"Fiuuuh..." gumam Dewa menghapus lelehan keringatnya dan menghembuskan napas panjang. Untung saja ini cuma mimpi, bisik hatinya. Setelah mengalami hal yang cukup mendebarkan tadi siang, membuat Dewa mulai gelisah hingga terbawa ke mimpi.
Sejenak kemudian, Dewa terjingkat mendengar jendela kamar kosnya yang terbuka karena angin yang berhembus dari luar. Sedikit merinding, Dewapun bangkit menuju jendela dan menutupnya kembali. Dini hari begini, cuaca sangat menusuk. Berdiri di tepi jendela kamar dan menatap keluar, membuat Dewa jadi teringat pada masa kecilnya. Dulu, ia juga sering berdiri di dekat jendela dan memperhatikan Nathan yang tinggal di sebelah rumahnya. Mengingat hal itu, Dewa jadi tersenyum getir.
Setelah menutup jendelanya, Dewa kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Pikirannya kini sedang berkecamuk. Yang ia pikiran adalah Quinn. Kenapa gadis itu sampai bunuh diri? Apa benar ia telah dihantui rasa bersalah karena perbuatannya?
Dewa jadi teringat akan sebuah rencana yang sudah ia susun bersama dengan sang kekasih beberapa bulan sebelumnya. Yaitu rencana membunuh Bondi Suganda! Ya, Dewa dan Quinn sudah menargetkan Bondi untuk dibunuh. Keduanya punya alasan masing-masing untuk melenyapkan pria itu. Meskipun Quinn adalah putri kandung Bondi, tapi ia sangat membenci ayahnya itu.
"Tapi kita tidak bisa gegabah Quinn," ucap Dewa suatu kali di kamar kosnya. Kala itu, Quinn datang mengunjunginya.
"Ya, memang. Makanya kita perlu perencanaan yang matang," tukas Quinn. Dewa menoleh padanya.
"Kau sudah yakin dengan keputusanmu?"
"Sangat yakin," jawab Quinn dengan pasti. Dewa menghembuskan napas getir dan menelan minuman kaleng yang ia letakkan di lantai.