Dengan kecepatan penuh, Dirga menyambangi laboratorium forensik tempat dimana mayat Quinn kemaren dibawa. Kabar yang ia dengar pagi ini betul-betul membuatnya shock. Bagaimana bisa mayat bisa hilang?
Setelah memarkir mobilnya, Dirga menghambur masuk ke dalam gedung laboratorium. Disana sudah ada Marik, Billy, dokter forensik yang bertugas dan beberapa petugas medis.
"Pagi..." sapa Dirga pertama kali. Semua menoleh padanya dengan cepat.
"Ini benar-benar diluar nalar," ucap Marik.
"Sudah cek CCTV? Apa ada yang menyusup?"
"Sudah Pak, tapi tak ada tanda-tanda penyusup. Pintu gedung juga dilengkapi alarm yang akan berbunyi jika dibuka secara paksa," ungkap salah satu petugas.
"Bisa antarkan saya kesana?" tanya Dirga lagi. Sang dokter mengangguk dan mengarahkan Dirga menuju sebuah ruangan. Tempat dimana sebelumnya mayat Quinn disimpan.
"Kami baru berencana akan melakukan autopsi pagi ini. Tapi begitu kami cek, mayatnya lenyap!" ucap sang dokter membuka lemari pendingin tempat dimana sebelumnya mayat Quinn disimpan. Dirga melongok ke dalam dan benar saja, lemari itu kosong.
"Aneh..." bisiknya resah. Orang pertama yang dicurigainya adalah Dewa, kedua Jihan. Dua nama itu langsung muncul di kepala Dirga begitu mengetahui hal ini.
"Anehnya, ruangan ini dikunci dan hanya bisa dibuka melalui kartu akses yang dipegang oleh para petugas," ungkap sang dokter lagi. Dirga bergidik dan mencoba memperhatikan kondisi ruangan. Memang sangat kecil kemungkinan untuk dibobol dari luar.
Dirga kembali keluar dan segera menghampiri Marik dan Billy yang masih bercakap-cakap dengan para petugas medis.
"Kita harus hubungi Jihan," bisik Dirga pada kedua rekannya itu. Marik menoleh padanya dengan kening berkerut.
"Apa kau curiga padanya?"
"Dengar," bisik Dirga membawa Marik agak menjauh dari para petugas medis. "Semalam dia menunjukkan gelagat yang agak mencurigakan. Seperti ada yang ia sembunyikan," ungkapnya kemudian.
Pada malam sebelumnya, disaat Dirga menginterogasi Jihan mengenai kasus kematian Quinn, Dirga menangkap ekspresi yang agak mencurigakan dari perempuan itu. Saat Dirga bertanya mengenai apakah Quinn depresi atau galau sejak kematian ayahnya hingga akhirnya memilih untuk bunuh diri? Jihan mengatakan bahwa sang anak tidak tampak demikian. Hanya saja, Dirga menangkap ekspresi yang agak lain pada perempuan itu, seperti ada yang ia sembunyikan di dalam hatinya.
Meskipun seorang polisi, namun Dirga pernah mempelajari ilmu psikologi meski tak begitu mendalam semasa kuliah. Makanya, ia dapat melihat gelagat-gelagat mencurigakan dari seseorang. Hal itu ternyata sangat berguna ketika ia sudah menjadi seorang penyidik kepolisian saat ini.
"Bu Jihan..." ucap Dirga lagi membuat perempuan di hadapannya itu sedikit terjingkat.
"Ya?" ucapnya. Dirga menghela napas sejenak, ia perhatikan, Jihan sangat terpukul dengan kasus ini, berbeda ketika kematian suaminya. Saat di interogasi mengenai kasus Bondi dulu, Jihan memang histeris dan menangis tapi terlihat palsu. Tapi sekarang, ia benar-benar terlihat terpukul dan shock berat.