Lubang Kunci

Randy Arya
Chapter #13

Kejanggalan

Kematian Quinn Mindy menggemparkan seisi kota, khususnya Kafe Gemilang. Belum hilang desas desus mengenai kematian Bondi Suganda yang sangat mengenaskan. Kini, sang anak tunggal juga ikut menyusul dengan cara yang tak kalah memilukan. Bunuh diri!

Para pelanggan Kafe Gemilang yang semula sudah mulai ramai kembali, kini kembali berkurang drastis. Lebih parahnya lagi, menurunnya jumlah pelanggan kali ini jauh lebih banyak dibanding ketika awal kematian Bondi. Sebab, semakin banyak orang percaya bahwa Kafe Gemilang memiliki konspirasi yang pelik. Setelah terungkapnya Nathan Dinatha sebagai pembunuh keji, Bondi Suganda yang tewas terbunuh, kini anak sang manager juga mati bunuh diri.

"Ini gawat!" ucap Gabriel ditengah para rekannya yang berdiri mematung menatap para pelanggan yang justru berpindah pada sebuah kafe baru yang berdiri persis di sebelah Kafe Gemilang.

"Pak Hendrik pasti semakin marah kalau begini caranya," ucap pemuda itu lagi. Ia cemas, masa percobaannya sebagai manager akan dicabut oleh sang owner.

"Aku resign!" sergah Tessa diantara para karyawan kafe. Ia langsung melepas seragam kerjanya dan memberikannya kepada Gabriel.

"Tes, jangan begini. Kau jangan meninggalkan kafe dalam kondisi seperti ini dong," tukas Gabriel.

"Aku lebih mementingkan keselamatan diriku sendiri Gab," sergah Tessa. "Kau tidak curiga apa? Jangan-jangan Pak Hendrik itu melakukan pesugihan untuk melariskan kafenya. Siapa tahu Pak Bondi dan Quinn adalah tumbal? Bisa jadi saja target berikutnya adalah kita-kita."

"Bicaramu ngawur," tukas Gabriel.

"Terserah. Aku tidak peduli kau masih mau bertahan disini atau tidak. Tapi yang jelas, aku mengundurkan diri," ucap Tessa dan langsung menuju loker lalu mengambil tas dan juga peralatannya. Pada saat itu pulalah, Dewa muncul. Ia baru saja tiba dan menatap sedikit bingung pada Tessa.

"Kau darimana saja Wa?" tanya Gabriel. Dewa mengalihkan pandang pada pemuda itu.

"Sorry, aku telat," ucapnya kaku. "Ada apa ini? Tes, kau mau kemana?"

"Aku resign Wa," jawab Tessa.

"Serius?"

"Iya. Aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi di kafe ini. Kau lihat, dalam satu bulan saja, sudah ada 3 kasus. Nathan, Pak Bondi, dan sekarang Quinn," ucap Tessa. Mendengar nama kekasihnya disebut membuat Dewa sedikit gusar. Ia masih ingat kondisi Quinn saat terakhir kali ia lihat.

"Tapi Quinn bukan bagian dari kafe ini Tes," sergah Gabriel. "Kau jangan berlebihan begitulah."

"Dia itu anak Pak Bondi, orang yang pernah memimpin kafe ini. Walaupun dia bukan bagian dari kafe ini, tapi kau lihat dampaknya terhadap kafe ini?"

"Tapi Tes..."

"Sudahlah Gab, kau tidak usah menahanku lagi. Aku tahu tujuanmu, kau memikirkan kariermu sendiri, bukan?" potong Tessa. Gabriel terdiam. "Kredibilitasmu akan dipertanyakan oleh Pak Hendrik jika kau gagal mempertahankan bawahanmu, bukan? Lebih parahnya kau mungkin akan diturunkan kembali menjadi waiters. Itu yang ada di dalam kepalamu bukan?"

"Tes..."

"Aku tahu siapa kau Gab. Selain penjilat, kau juga egois Gab," sergah Tessa. Sesaat kemudian ia langsung keluar dari kafe tersebut. Meninggalkan rekan-rekannya termasuk Gabriel dan Dewa yang menatapnya dengan terperangah.

"Tes, tunggu..." seru Dewa dan dengan cepat ia menyusul gadis itu berlari keluar gedung kafe. Ia melihat Tessa sudah berjalan cepat menuju halte yang berada di depan kafe. Dewa mengejarnya dan menggamit tangannya cepat.

"Hei, tunggu. Kau jangan gegabah. Kau mau kerja dimana lagi setelah ini?" ucapnya.

Lihat selengkapnya