Malam ini, Dewa tak dapat tidur. Ia begitu gelisah. Bahkan setelah membolak balik tubuhnya beberapa kali mencari posisi yang nyaman, tetap saja ia enggan tertidur.
Kejadian demi kejadian yang ia alami belakangan ini benar-benar membuat pikirannya terkuras habis. Hal itu tentu saja berpengaruh pada psikologisnya hingga mengganggu pola tidurnya.
Bayangkan saja, ia terlibat dalam kasus pembunuhan yang menewaskan Bondi. Ia dan Quinn yang merencanakan itu. Meski tidak ikut dalam melakukan eksekusinya, namun tetap saja Dewa terlibat. Tinggal menunggu waktu untuk polisi tahu semuanya. Dan sekarang, Quinn, partner in crime-nya, justru memilih untuk gantung diri! Alhasil, sekarang Dewa sendirilah yang harus bertanggung jawab.
Polisi sudah mengantongi barang bukti ponsel milik Quinn. Cepat atau lambat, isi obrolannya itu akan terungkap. Bahwa ia dan Quinn sudah merencanakan pembunuhan itu. Polisi tentu tidak akan tinggal diam dan akan terus menyelidiki. Setelah ketahuan, dengan gampang polisi akan menangkap para tersangka. Dan karena Quinn telah mati, otomatis dia yang akan menjadi sorotan.
Tiba-tiba, tepat pukul sepuluh malam, pintu kamar kosnya diketuk beberapa kali. Ketukan pelan itu sontak membuat Dewa terjingkat. Siapa yang datang malam-malam begini, pikirnya.
Meski agak ragu, Dewa bangkit dari tidurnya dan melangkah pelan menuju pintu. Sebelum memutuskan untuk membukanya, Dewa terlebih dulu mengintip dari lubang kunci. Demi memastikan siapa yang datang. Ia takut bila yang datang adalah para polisi lagi.
Namun begitu mengintip lubang kunci, yang dilihat Dewa hanyalah pinggang seorang perempuan. Apakah Jihan datang ke kosnya untuk melabraknya kembali? Tapi darimana perempuan itu tahu alamat kos Dewa?
"Siapa?" tanya Dewa akhirnya, demi menuntaskan rasa penasarannya.
"Aku..." sahut perempuan dibalik pintu itu. Suaranya terdengar seperti orang berbisik. Mungkin ia takut mengganggu para penghuni kos yang lain karena waktu ia berkunjung sudah memasuki waktu istirahat malam.
Tapi begitu mendengar sahutan si perempuan, mata Dewa justru terbelalak. Sebab ia mengenal suara itu. Itu suara...
"Quinn?" bisiknya bergetar. Perempuan yang berdiri diluar itu mengkonfirmasi bahwa ia adalah orang yang disebut oleh Dewa.
"Tidak mungkin... Kau..." bisik Dewa lagi.
"Buka pintunya Wa dan aku akan jelaskan," bisik perempuan itu lagi.
"Bagaimana aku bisa percaya bahwa itu kau?"
"Okay, intiplah lubang kunci dan kau akan melihat aku," ucap perempuan itu lagi.
Meski ragu, Dewa melakukan apa yang diminta. Ia mengintip lubang kunci kembali dan pupilnya membesar ketika melihat siapa yang berdiri dibalik pintunya kini. Itu benar-benar Quinn. Gadis itu tampak berjongkok di depan pintu kamar dan memperlihatkan wajahnya kepada Dewa. Ia dalam kondisi yang baik-baik saja.
Dewa kaget bukan main. Sebab, ia melihat langsung kondisi Quinn waktu itu. Tadi siang ia juga mendapat info dari polisi bahwa mayat gadis itu hilang. Tapi tunggu dulu, apa mungkin sebetulnya Quinn tidak mati? Jadi siapa yang dilihat Dewa menggantung di langit-langit kamar tersebut?
Untuk kesekian kalinya, pintu kamar Dewa diketuk. Kali ini, membuatnya sedikit terjingkat. Akhirnya, dengan keberanian penuh, ia mencoba membuka pintu tersebut. Pelan sekali. Dan wajah cantik Quinn menyambutnya dengan senyum mengembang di balik pintu.
"Quinn...?" bisik Dewa seolah tak yakin dengan penglihatannya.
"Biarkan aku masuk dan akan kujelaskan semuanya," ujar Quinn.
Perlahan, Dewa membuka pintunya lebih lebar agar kekasihnya itu bisa masuk. Quinn melangkah dengan mantap memasuki kamar dan tersenyum manis pada Dewa. Sementara, pemuda itu masih tampak bingung. Ia menutup pintu kamarnya kembali dan menguncinya.