Dirga menghela napas panjang setelah Jihan menyelesaikan ceritanya. Ia menatap perempuan itu tampak menangis tersedu, sementara Hendrik yang duduk di sebelahnya berusaha menenangkan.
"Tenang, Sayang..." bisik pria itu mengusap bahu Jihan. Beberapa saat kemudian, Jihan kembali tenang. Ia menghapus air matanya dengan tissue dan menatap Dirga.
"Makanya, Quinn berencana untuk membunuh Bondi. Sejak kecil dia benci dengan ayahnya itu. Dia sangat trauma," ungkap Jihan.
"Pak, tolong tangkap dia sekarang juga!" tambah Hendrik. "Dia yang membunuh Bondi."
"Tangkap dia? Bukankah dia sudah mati?" tanya Dirga pula bingung.
Hendrik dan Jihan saling pandang.
"Tidak Pak, dia tidak mati," ucap Hendrik akhirnya. "Dia memanipulasi kematiannya agar terhindar dari jerat hukum. Dia sangat manipulatif."
"Memanipulasi kematian?"
"Saya juga tak bisa menjelaskannya, sampai sekarang sayapun bingung bagaimana dia melakukannya. Tapi yang jelas, dia masih hidup!"
"Tunggu, apa buktinya kalau dia masih hidup? Apakah Anda bertemu dengannya?" tanya Dirga pula penuh selidik.
Hendrik terdiam dan menoleh kepada Jihan. Ia seolah meminta bantuan dan mempersilakan perempuan itu untuk menjawab.
"Tidak Pak. Kami tidak bertemu dengannya. Tapi ada saksi yang melihat dia, yaitu penjaga kos Dewa," jawab Jihan.
Dirga mengerutkan kening.
"Kami mendatangi rumah kos itu tadi pagi. Kami mendapatkan alamatnya dengan cara men-stalk akun media sosial Quinn. Penjaga kos itu berkata kalau mereka sudah pindah tadi malam. Dewa dan pacarnya, yang pastinya adalah Quinn," ungkap Hendrik menambahkan.
Dirga manggut-manggut dan langsung memencet beberapa nomor dari telepon di mejanya. Ia langsung menghubungi ponsel Marik. Sebab rekannya itu saat ini sedang dalam perjalanan mencari Dewa.
"Halo Mas, pemuda yang kita cari tidak ada di lokasi. Dan dia bersama Quinn," sembur Dirga. "Ya. Ternyata gadis itu masih hidup Mas," sambungnya. "Ceritanya panjang, yang jelas mereka berdua melarikan diri bersama."
Setelah obrolannya dengan Marik selesai, Dirga kembali meletakkan gagang telepon dan menatap kedua tamunya lagi.
"Ohya, sebagai seorang ibu, kenapa Anda membiarkan Bondi melecehkan putri Anda dan tidak melapor pada polisi saat itu?" tanya Dirga pula pada Jihan.
"Saya... Saya..." Jihan tergagap dan kembali terisak. "Saya bingung... Saya tidak tahu harus berbuat apa," ucapnya kemudian.
Dirga menghela napas getir. Ia sangat menyayangkan tindakan Jihan di masa lalu. Tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi. Yang jelas saat ini, ia harus fokus pada kasus yang sekarang terjadi.
"Dan Anda," ucap Dirga lagi, kali ini tertuju pada Hendrik. "Apakah memperkerjakan Bondi di kafe Anda adalah salah satu strategi kalian?" tanyanya lagi.
Hendrik terdiam untuk beberapa saat. Ia menoleh kepada Jihan namun kali ini, Jihan tak balas menatapnya. Perempuan itu hanya tertunduk. Sepertinya ia membiarkan Hendrik untuk menjelaskan.