Lucathea

Jesica Ginting
Chapter #13

Surat yang Seharusnya Belum Dibuka

Udara pagi hari itu lembap, seperti menyimpan sesuatu yang belum sempat terucap.

Luca membuka tirai jendela kamar rawat inap Althea perlahan. Cahaya keemasan langsung menyapa, memantul lembut di lantai putih rumah sakit yang terasa terlalu steril. Di ranjang, Althea masih terlelap. Nafasnya teratur, tapi sedikit lebih berat dari biasanya.

Ia tampak kelelahan, padahal tidak melakukan apa-apa sejak kemarin sore.

Luca menatap gadis itu lama sekali. Bahkan setelah semua yang mereka lewati—termasuk pesta kecil yang mereka rayakan beberapa hari lalu—masih sulit menerima bahwa waktu mereka tinggal sedikit.

Gadis itu sudah menanamkan terlalu banyak kenangan dalam hidupnya.

Terlalu banyak, untuk dilepaskan dengan cepat.

***

“Gimana, Mas Luca? Hari ini kelihatan lebih lemas dari kemarin, ya?” ujar suster saat datang mengganti infus.

“Iya, kayaknya semalam tidurnya gak nyenyak, Sus,” jawab Luca sambil membenarkan selimut Althea.

“Wajar, Mas. Pasien kanker stadium lanjut kadang bisa drop tiba-tiba. Tapi mentalnya Mbak Althea kuat banget, loh. Jarang ada pasien yang masih sempat ketawa, bercanda... bahkan nyuruh kami senyum tiap kali masuk ruangan.”

Luca tersenyum kecil. “Ia, Sus. Dia tuh... kayak matahari kecil yang tetap terang meski mau padam.”

Suster itu hanya mengangguk pelan, lalu meninggalkan ruangan.

Setelah ruangan kembali hening, Luca duduk di kursi di samping ranjang, menggenggam tangan Althea.

“Pagi, Thea,” bisiknya. “Bangun, yuk. Gue udah bikin teh chamomile. Katanya lo suka yang gak terlalu pahit.”

Tapi Althea tak bergerak.

Masih tertidur.

Atau mungkin hanya terjaga dalam diam.

***

Menjelang siang, Althea baru membuka matanya perlahan.

“Eh....” Suaranya lirih. “Kita di mana?”

Luca langsung menoleh, meletakkan bukunya.

“Kita di rumah sakit. Lo inget?”

Althea tampak bingung selama beberapa detik, lalu mengangguk pelan. “Oh iya... iya...”

“Gue di sini dari tadi. Lo tidur pulas banget.”

Althea mencoba tersenyum, tapi ekspresinya kaku. “Gue capek, Luc. Rasanya kayak... tenaga gue tuh ditarik tiap lima menit.”

Luca mengangguk, berusaha menahan rasa perih yang menggerogoti dadanya. “Lo gak harus kuat tiap saat, Thea. Lo boleh istirahat, boleh ngeluh, boleh apa aja. Gue di sini buat dengerin semua itu.”

Althea mengalihkan pandangan ke jendela. “Kalau nanti gue ilang ingatan... lo mau ngingetin gue terus gak?”

“Gue siap ngingetin lo tiap jam, tiap hari, tiap detik.”

Althea menoleh, lalu menarik napas panjang. “Luc…”

“Hm?”

“Kalau suatu hari... lo liat surat dari gue yang isinya berat, lo janji gak akan baca kalau gue masih bisa ngomong?”

Luca menelan ludah. “Gue udah janji sama lo semalam.”

“Iya, tapi kali ini gue ulangin. Karena... gue takut lo buka pas gue lagi tidur lama.”

Lihat selengkapnya