Lucathea

Jesica Ginting
Chapter #19

Janji yang Tak Lagi Ditunda

Jakarta masih saja seperti biasa. Padat, panas, dan penuh ritme cepat yang kadang bikin napas terasa sesak. Tapi pagi itu, apartemen Luca terasa seperti dunia yang terpisah. Althea terbangun dengan kepala di dada Luca, mendengar detak jantung pria itu yang konstan dan menenangkan.

Tirai belum terbuka, cahaya matahari merayap perlahan ke dalam kamar melalui sela-sela jendela. Hari itu mereka tidak punya jadwal apa pun. Tidak ada rapat komunitas, tidak ada seminar, tidak ada janji dengan rumah sakit. Hanya waktu untuk mereka berdua.

“Bangun, sleepyhead,” gumam Luca sambil mengecup puncak kepala Althea.

Althea mengerang kecil. “Gue pengen hari ini slow aja, boleh?”

Luca tertawa. “Tiap hari lo bilang gitu. Tapi ujung-ujungnya lo ngerjain dua video, satu meeting, dan bikin satu thread panjang di Napasku.”

“Gue tuh punya niat slow living, tapi kayaknya otak gue nggak setuju,” balas Althea dengan mata masih terpejam.

Mereka akhirnya beranjak dari tempat tidur, menyiapkan sarapan bersama. Telur orak-arik, roti panggang, dan smoothie mangga—resep ala Luca yang sejak awal bertemu menjadi makanan wajib tiap akhir pekan. Althea duduk di meja makan sambil mengedit caption untuk postingan komunitasnya. Luca menuangkan kopi untuk mereka berdua.

“Luc, minggu depan kita jadi ngisi acara TEDx UI?”

Luca menatap dari dapur. “Lo sih yang ngisi. Gue cuman jadi cheerleader lo di backstage.”

“Gue mau lo juga tampil. Bareng. Ceritain dari sisi lo, gimana lo ngelihat proses pemulihan gue.”

Luca diam sejenak. “Lo yakin? Itu cerita lo, Thea. Gue cuma pendukung.”

“Justru karena lo pendukungnya, cerita ini bisa sampai di titik ini.”

Luca akhirnya mengangguk. “Oke. Kita bikin bareng.”

***

Persiapan TEDx menjadi babak baru dalam hubungan mereka. Tidak hanya soal membagi pengalaman, tapi juga proses menyatukan dua sudut pandang menjadi satu narasi yang utuh dan saling melengkapi. Mereka menghabiskan waktu di ruang kerja apartemen untuk brainstorming, menulis draft, sampai simulasi presentasi.

Di sela-sela persiapan itu, banyak hal kecil yang justru mempererat hubungan mereka. Seperti ketika Althea melihat Luca kesulitan menyusun slide dan membantunya dengan sabar, atau saat mereka berdebat soal pemilihan kutipan pembuka, lalu berakhir dengan tawa karena sama-sama keras kepala.

Suatu malam, setelah sesi latihan yang melelahkan, Althea tiba-tiba menangis. Mereka baru saja selesai menyimulasikan seluruh presentasi dari awal hingga akhir. Luca bahkan membuat timer agar sesuai dengan durasi.

Lihat selengkapnya