Lucathea

Jesica Ginting
Chapter #31

Ciuman Terakhir di Kota Cahaya

Langit Paris memancarkan rona jingga keemasan ketika matahari mulai turun perlahan di ufuk barat. Di halaman taman kecil di tepi Sungai Seine, di balik dinding-dinding batu tua yang diselimuti mawar putih dan ungu, pesta resepsi pernikahan Luca dan Althea berlangsung hangat dan intim. Bukan pesta yang besar atau penuh kemewahan mencolok, tapi justru di situlah letak keindahannya. Ada musik klasik akustik yang dimainkan oleh kuartet gesek lokal, ada tawa para tamu yang bercampur bahasa Inggris, Indonesia, dan sedikit Prancis, dan tentu saja—ada senyum yang tak pernah lepas dari wajah Althea.

Ia mengenakan gaun satin gading dengan punggung terbuka dan kerah V dalam yang menjuntai elegan di bagian depan. Rambutnya digelung sederhana, dihiasi bunga peony mungil yang membuat wajahnya tampak lebih bercahaya. Di sampingnya, Luca tampak nyaris seperti lukisan dengan setelan jas abu-abu muda, dasi hitam, dan jam tangan antik milik ayahnya yang dulu diwariskan diam-diam.

"Mas masih kelihatan kayak laki-laki yang nggak percaya kalau baru aja nikah," ucap Althea sambil menyuapkan sepotong kue tart ke mulut Luca.

Ya, mereka sudah memutuskan untuk mengubah gaya bicara mereka yang semulai santai menjadi lebih dalam karena sekarang status mereka sudah lebih dari sekedar pasangan yang penuh cinta.

Luca tersenyum sambil mengunyah pelan. "Dan kamu kayak bidadari yang bisa kabur kapan aja kalau aku lengah."

Althea terkekeh. "Aku udah jadi istri kamu, Mas. Udah sah secara agama, negara, dan emosi. Jadi, Mas nggak usah takut aku kabur."

“Aku bukan takut kamu kabur, Thea…. Tapi takut kebahagiaan ini terlalu cepat. Rasanya kayak mimpi.”

Althea menggenggam tangan Luca erat-erat. “Mimpinya nyata, Mas. Kamu nyata, aku nyata, dan kita di sini sekarang.”

Malam itu, di sela-sela tawa, selingan dansa lembut, dan seloyang demi seloyang hidangan khas Prancis yang disajikan, segalanya terasa sempurna. Sampai tiba-tiba, notifikasi dari ponsel salah satu rekan bisnis Luca yang hadir—membuat atmosfer berubah.

Dion, partner investasi Dwipantara untuk cabang Eropa, menepuk pundak Luca dengan wajah agak pucat.

“Luc, sorry. Gue rasa lo harus lihat ini.”

Luca menoleh. “Lihat apa?”

Dion menyerahkan ponselnya, menunjukkan layar yang memperlihatkan breaking news dari salah satu media keuangan internasional: “Whistleblower Ungkap Dugaan Manipulasi Laporan Keuangan di Dwipantara Group Cabang Eropa.”

Althea yang ikut melihat, mendadak merasakan dingin menjalari tengkuknya. Luca diam. Matanya terpaku pada barisan kalimat yang terus diperbarui secara real-time di situs berita itu.

“Ini… dari mana?” tanya Luca pelan.

Reuters. CNBC Europe juga udah ngangkat berita serupa. Ada investigasi dari otoritas keuangan Swiss dan Belanda. Nama lo disebut.”

Luca mengembuskan napas panjang. Wajahnya mendadak kehilangan rona. “Siapa yang bocorin?”

“Belum jelas. Tapi kata staf legal kita di Amsterdam, ini bisa jadi guncangan besar kalau enggak segera ditangani.”

Althea meraih lengan Luca. “Mas, duduk dulu.”

Luca menatap Althea, matanya berkabut. “Ini bisa... ngehancurin semuanya, Sayang.”

Lihat selengkapnya