Hari-hari di Jakarta berjalan begitu cepat, seperti detik jam yang berputar tanpa jeda. Sudah hampir enam bulan sejak Althea dan Luca kembali dari Paris. Setelah badai perasaan yang menghantam kehidupan mereka—kecelakaan pesawat, ketidakpastian masa depan, dan akhirnya kehamilan yang membawa warna baru dalam rumah tangga mereka—kehidupan Althea dan Luca kini terasa jauh lebih stabil, meski tak pernah benar-benar sunyi dari dinamika.
Nadine, ibu Althea, selalu menyempatkan diri mengunjungi putri, menantu, dan juga cucunya di tengah-tengah kesibukannya sebagai seorang dosen. Ia tetap menjadi sosok pendukung utama bagi Althea, meski terkadang hanya bisa menanyakan kabar Althea lewat telepon atau pesan. Rumah yang mereka tinggali di kawasan elit Jakarta Selatan perlahan terasa seperti rumah yang benar-benar hidup. Tawa, canda, dan juga kehangatan tak henti mengisi sudut-sudutnya.
Kini, usia kandungan Althea memasuki trimester kedua—tepat di minggu ke delapan belas. Fisiknya masih terlihat langsing, walaupun perutnya semakin membuncit seperti yang biasa terlihat pada ibu hamil yang lain. Perubahan dalam diri Althea pun mulai terasa. Rasa mual yang dulu sering datang saat Luca mendekat, kini sudah tidak ia rasakan lagi. Bahkan, sekarang Althea justru mencari-cari suaminya hanya untuk tidur berdekatan, atau sekadar mencium aroma tubuh lelaki itu.
Namun, perubahan yang paling mencolok bukan hanya pada tubuhnya, melainkan pada emosi dan keinginannya.
Pagi itu, Althea merasakan betapa hangatnya sinar mentari yang menyentuh kulitnya melalui jendela kamar. Namun, kehangatan yang sesungguhnya justru berpusar di dalam dirinya. Sebuah keinginan aneh kembali menyeruak, ngidam yang tak biasa dan hanya tertuju pada satu hal, yaitu "adik kecil" Luca.
Luca masih terlelap di sampingnya, napasnya teratur dan dalam. Althea memperhatikannya lekat-lekat, senyum kecil terukir di bibirnya. Ia merasa gemas sekaligus terangsang hanya dengan membayangkan sentuhannya pada bagian tubuh suaminya itu. Keinginan untuk bermanja-manja dengan "adik kecil" Luca semakin kuat, mendesak untuk segera dipenuhi.
Dengan perlahan, Althea membalikkan tubuh menghadap Luca. Ia menatap wajah tampan suaminya yang tampak begitu damai dalam tidur. Jemarinya bergerak nakal, menyentuh lembut rambut Luca yang sedikit berantakan di dahi. Kemudian, tangannya turun, menyusuri garis rahang tegas Luca, lalu berhenti sejenak di lehernya, merasakan denyut nadi yang kuat di sana.
Althea semakin berani. Ia menyelipkan tangannya di balik selimut, mencari-cari lekuk tubuh Luca. Sentuhan pertamanya pada perut kotak-kotaknya Luca membuatnya sedikit menahan napas. Lalu, dengan gerakan yang semakin pasti, tangannya bergerak lebih rendah, hingga akhirnya menemukan apa yang ia cari.
Luca menggeliat kecil dalam tidurnya saat jemari Althea menyentuh area sensitifnya. Althea merasakan sedikit ketegangan di sana, membuatnya semakin bersemangat. Ia mulai membelai lembut, merasakan tekstur dan bentuk yang sudah sangat familiar namun selalu berhasil membangkitkan hasratnya.
Desahan pelan lolos dari bibir Luca, matanya sedikit terbuka, memperlihatkan tatapan sayu yang penuh kebingungan bercampur gairah. "Sayang... kamu ngapain?" bisiknya serak, suaranya baru bangun tidur.
Althea mencondongkan tubuhnya, mengecup lembut bibir Luca. "Aku lagi manjain 'adik kecil' kamu, Mas. Aku ngidam pengen belai-belai dia," jawabnya dengan nada menggoda, tangannya masih bergerak lembut di bawah selimut.
Mendengar jawaban Althea, mata Luca terbuka sepenuhnya. Ia menatap istrinya dengan tatapan penuh cinta dan hasrat yang mulai membara.
"Ngidamnya kok aneh, Sayang," gumamnya, namun tangannya sudah bergerak meraih pinggang Althea, menariknya lebih dekat.
"Aneh tapi nikmat, kan, Mas?"
Althea semakin berani. Ia membuka selimut sepenuhnya, memperlihatkan tubuh polos Luca yang kini mulai bereaksi terhadap sentuhannya. Ia menatap "adik kecil" Luca dengan tatapan penuh minat, lalu dengan gerakan perlahan, ia mulai membelainya dengan kedua tangannya.
Luca mendesah keras, merasakan sentuhan lembut namun menggoda dari istrinya. Ia memejamkan mata, menikmati setiap gerakan yang membangkitkan gairahnya hingga ke ubun-ubun. Althea tidak hanya membelai, tapi juga memberikan pijatan lembut, sesekali memberikan kecupan-kecupan ringan di sepanjang batang kejantanan suaminya.
"Ahh, Thea..." erang Luca tertahan, tangannya kini bergerak membelai rambut Althea, lalu turun ke tengkuknya, sedikit meremasnya lembut.
Althea semakin intens dalam permainannya. Ia merasakan "adik kecil" Luca semakin menegang di tangannya, denyutnya semakin kuat. Ia tahu, Luca sudah berada di ambang batas. Ia menjilat lembut ujung kejantanan Luca, membuatnya tersentak dan membuka matanya lebar-lebar.