Lucathea

Jesica Ginting
Chapter #41

Api Cemburu, Bara Rindu

Memasuki minggu ke-30 kehamilan, tubuh Althea mulai menunjukkan banyak perubahan. Perutnya semakin membulat, punggungnya kerap terasa pegal, dan kaki pun mulai mudah bengkak. Namun di balik semua perubahan itu, satu hal yang paling kentara bagi Luca adalah aura baru yang muncul dari istrinya. Aura seorang ibu. Aura yang membuatnya semakin jatuh cinta setiap kali menatap perempuan itu.

Jakarta yang sebelumnya hanya terasa sebagai kota padat dengan segala kesibukan, kini berubah menjadi tempat paling nyaman di dunia—selama ia bisa bersama Althea. Terlebih lagi diusia kandungan Althea yang sudah cukup matang ini, Luca harus ekstra memberikan perhatian kepada istrinya itu.

Di usia kandungan Althea yang sudah masuk trimester tiga, istrinya itu jadi lebih suka menempeli dirinya. Rasa cemburu, protektif, dan rasa ingin selalu ada di dekatnya semakin terasa besar di diri Althea. Karena itu jugalah, Luca memutuskan untuk bekerja di rumah untuk beberapa hari ke depan agar istrinya itu bisa lebih tenang. Luca tahu, kehamilan bukan perkara ringan, dan ia tidak akan membiarkan Althea melewatinya sendirian.

***

“Aku enggak ngerti, Mas. Kenapa, sih, dia harus pakai emoji hati di chat-nya?”

Luca mengerjapkan mata, memandang Althea yang tengah duduk di sofa dengan ekspresi penuh kecurigaan sambil menatap layar ponselnya. Ia menelusuri percakapan antara Luca dan salah satu staf perempuannya di Dwipantara Group.

“Itu emoji default, Sayang. Dia emang suka nulis kayak gitu ke semua orang,” jelas Luca pelan, mencoba meredakan emosi istrinya.

“Tapi kamu dibalasnya paling cepat. Enggak sampai lima menit langsung kamu respon.”

Luca mendekat, menyentuh pipi Althea dengan lembut. “Aku memang selalu cepat kalau urusan pekerjaan, Sayang. Tapi kamu tetap yang paling dulu aku pikirin.”

Althea mendengus, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Luca. “Aku jadi kayak orang gila, ya?”

“Enggak. Kamu jadi ibu hamil yang protektif, itu aja.”

***

Ketika Luca mengabari bahwa salah satu sepupunya dari pihak sang ayah akan datang ke Jakarta untuk urusan bisnis, Althea tidak menanggapi serius. Hingga akhirnya, perempuan itu datang. Namanya Clarissa—tinggi semampai, berambut panjang, dan sangat luwes dalam berbicara.

“Clar, ini Althea. Istriku,” kata Luca sambil memeluk pundak Althea.

Clarissa langsung mendekat, memeluk Althea dengan hangat. “Akhirnya aku ketemu juga sama kamu. Aku denger cerita kamu dari semua keluarga besar. Selamat atas kehamilannya, ya!”

Senyum Althea tipis. Instingnya langsung bekerja. Clarissa tampak terlalu dekat dengan Luca. Bahkan saat duduk, lutut mereka hampir bersentuhan. Setiap kali Clarissa tertawa, tangannya akan menyentuh bahu Luca.

Sepeninggal Clarissa, Althea hanya menatap kosong ke arah pintu.

“Sayang, kenapa?” tanya Luca.

“Kamu sayang sama dia, Mas?”

“Apa?” Luca nyaris tertawa, tapi wajah istrinya terlalu serius untuk ditanggapi main-main. “Sayang, dia sepupuku. Sepupu jauh.”

“Tapi cara kamu ketawa sama dia itu beda, Mas. Kamu tuh... terlalu nyaman.”

Lihat selengkapnya