Memasuki minggu ke-33 usia kehamilan Althea, segalanya mulai terasa nyata. Perutnya membesar, langkahnya melambat, dan detak jantungnya—yang kini seolah berdetak ganda—menjadi pengingat bahwa hidupnya telah berubah selamanya. Di satu sisi, ia merasakan cinta yang meluap-luap dari suaminya. Namun di sisi lain, Althea tak bisa memungkiri bahwa ia mulai dilanda kecemasan yang tak bisa ia kendalikan.
Jakarta tak banyak berubah. Suasana panas dan padat, bunyi klakson bersahut-sahutan, dan langit yang kadang mendung, kadang cerah. Tapi bagi Althea, dunia seolah menyusut jadi satu ruang: rumah yang ia tinggali bersama Luca, suaminya. Sejak pulang dari Paris, hidup mereka makin erat. Namun justru karena itulah, rasa takut kehilangan yang tak masuk akal kerap menghampirinya.
Althea tengah duduk di sofa ruang tengah dengan tangan mengelus perutnya yang kini semakin membuncit. Di layar televisi menyala film drama Korea yang ia tonton setengah hati. Matanya terus menatap ponselnya. Luca belum membalas pesan terakhirnya.
Padahal, suaminya itu hanya berada di ruang kerja lantai atas. Ia tahu Luca sedang menyelesaikan laporan bisnis yang tertunda. Tapi tetap saja, rasa sepi merayap seperti kabut pagi. Dan ketika notifikasi muncul di layar ponselnya, bukan dari Luca, melainkan dari salah satu teman desain Althea yang mengirim meme lucu, ia menahan napas.
"Mas... kamu nggak kangen aku, ya?" bisiknya pada dirinya sendiri.
Setelah beberapa menit menunggu tanpa jawaban, Althea memutuskan naik. Ia mengetuk pintu ruang kerja suaminya pelan.
"Mas, kamu sibuk banget, ya?" tanyanya pelan.
Pintu terbuka, memperlihatkan wajah Luca yang sedikit lelah tapi tetap hangat.
"Baru kelarin file terakhir, Sayang. Kenapa? Kangen?"
Althea menganggukkan kepalanya. Kemudian dengan langkah yang lambat, Althea mulai mendekati suaminya itu. Perlahan-lahan ia mendudukkan dirinya di pangkuan sang suami. Perut Althea yang buncit menjadi penghalang hangat di antara mereka.
"Aku... cuma pengen lihat kamu aja."
Luca langsung tersenyum dan memeluk tubuh berisi nan seksinya Althe. Tangannya menyentuh rambut istrinya yang semakin panjang.
"Maaf, ya. Harusnya aku istirahat bareng kamu."
Althea menggelengkan kepalanya. "Aku ngerti kok. Tapi... kadang aku ngerasa cemburu. Aku kayak pengen kamu cuma fokus ke aku aja."
Luca tertawa kecil, lalu mencium dahi Althea. "Kamu tuh manja banget, ya. Tapi aku suka."
***
Sejak memasuki trimester ketiga, Luca memutuskan untuk mengambil cuti penuh selama dua minggu dari semua pekerjaan kantor. Setelah sekian lama merasa bersalah karena sempat meninggalkan Althea sendirian di Paris, Luca bertekad untuk memperbaikinya. Ia ingin memastikan Althea merasa dicintai, diperhatikan, dan yang paling penting—tidak merasa sendiri.
Pagi mereka kini selalu dimulai dengan sarapan bersama di balkon. Althea yang biasanya susah makan, kini mulai menikmati smoothies buah, roti gandum panggang, dan sesekali bubur ayam dari warung langganan di dekat rumah. Luca akan menyuapi Althea dengan sabar sambil menyelipkan pujian-pujian kecil.