Hujan turun perlahan di luar jendela, mengguratkan jejak basah di kaca besar kamar tidur mereka di Jakarta. Suasana mendung menyelimuti kota, seolah turut menyambut sesuatu yang besar yang akan terjadi. Hari ini, usia kehamilan Althea menginjak 38 minggu 5 hari. Sejak beberapa hari terakhir, rasa tidak nyaman terus datang dan pergi, membuat tubuhnya semakin terasa berat. Perutnya sudah membesar sempurna, dan setiap langkahnya disertai napas pendek dan peluh di pelipis.
Namun, pagi itu berbeda. Thea terbangun dengan rasa nyeri tajam yang merambat dari punggung bawah hingga perut bagian bawah. Bukan seperti nyeri biasanya. Ini terasa seperti pertanda.
"Mas..." gumamnya lirih sambil menahan napas, satu tangannya menggenggam lengan Luca yang masih tertidur di sampingnya. "Mas, bangun..."
Luca membuka mata, langsung duduk saat melihat raut wajah Thea yang pucat menahan nyeri.
"Kenapa, Sayang? Kontraksi lagi?" tanyanya panik.
Thea mengangguk. "Tapi ini beda. Sakitnya... lebih lama. Jaraknya juga makin deket."
Luca langsung bangkit dari tempat tidur, mengambil ponsel, dan menghubungi dokter mereka sambil membantu Thea duduk lebih nyaman.
"Dok, kontraksinya udah lebih intens. Harus ke rumah sakit sekarang? ...Oke, baik, kami berangkat sekarang."
Luca membantu istrinya berganti pakaian, menyiapkan tas rumah sakit yang sudah dipersiapkan beberapa minggu lalu, dan memanggil sopir untuk segera menyiapkan mobil. Saat menuruni tangga, tangan mereka saling menggenggam erat, menyatu dalam rasa cemas dan harapan yang sama.
***
Setibanya di rumah sakit, Alhea langsung diperiksa. Dokter memastikan bahwa pembukaan sudah mencapai tiga, cukup untuk menunggu sambil dipantau.
"Kamu kuat, Sayang... aku di sini, ya, selalu di samping kamu," ucap Luca seraya mengecup kening Althea yang mulai berkeringat.
Selama beberapa jam berikutnya, kontraksi makin intens. Althea menggenggam erat tangan suaminya setiap kali rasa sakit itu datang. Luca menenangkan, mengelus punggungnya, membisikkan kata-kata yang menenangkan telinga dan hati.
Pukul tiga sore, pembukaan sudah mencapai delapan. Bekas tangan Althea di tangan Luca menunjukkan seberapa keras istrinya itu menahan rasa sakit.
"Aku... capek, Mas... sakit banget..." rintih Althea, air matanya mulai turun.
"Aku tahu, aku tahu, Sayang... Tapi kamu harus kuat, kamu luar biasa. Kita sebentar lagi ketemu Elandro. Kamu pasti bisa."
Saat pembukaan sudah lengkap, tim medis langsung bersiap. Luca tetap di sisi Thea, mengenakan pakaian steril dan masker. Ia menggenggam tangan Althea dan membisikkan doa di telinganya.
"Tarik napas dalam, Thea. Satu, dua, tiga, dorong...!"