Lucid In You

Maurice Shafina Hanum Hadi Elfahmi
Chapter #4

Pasangan

Sejak saat itu sudah lebih dari 5 kali aku bertemu dengan Emi dan sampai saat ini aku masih belum bisa mencari tahu lebih jauh tentang jati diri Emi sebenarnya. Apakah dia benar-benar berasal dari dunia nyata dan tinggal di Nightland ataukah semua ini hanyalah khayalan yang aku ciptakan tanpa sadar untuk memenuhi hasrat ku.

Jika kalian bertanya alasan kenapa aku tidak bisa mendapatkan informasi apapun, jawabannya adalah entah kenapa sejak pertemuan kami yang pertama kali, Emi sama sekali bersikap seolah - olah apapun yang aku katakan terutama jika itu tentang dunia nyata, tidak terdengar olehnya. 

Emi akan mengabaikan ku, mengalihkan perhatian, bersikap seolah ia tidak memahaminya, dan hanya bermain-main sepanjang dan selama pertemuan kami. 

Contohnya seperti saat ini aku baru saja bertanya kepada Emi dengan pertanyaan tersirat tentang dunia nyata. Meskipun sekarang aku sudah yakin Emi tidak akan bereaksi negatif atau agresif saat aku menyebutkan hal yang berkaitan dengan dunia nyata, tapi aku khawatir mimpi ku ini akan runtuh dan memilih untuk bertanya dengan pertanyaan yang tersirat. 

“Emi, apa aku bisa bertemu dengan mu diluar sana?” Tanya ku sambil mengikuti langkahnya melompati bebatuan yang melayang dan mengeluarkan denting seperti alat musik setiap kali diinjak. 

Mendengar pertanyaan ku Emi menunjukkan ekspresi seperti tertawa. Karena Emi masih belum bisa berbicara, kami memutuskan untuk berkomunikasi dengan buku yang aku temukan di salah satu rumah milik penduduk setempat. Tentunya media komunikasi kami berbeda tergantung dengan kondisi mimpi ku saat itu. Kali ini dengan pena bulu di tangan, Emi menunduk untuk menuliskan sesuatu. 

[“Kenapa harus diluar? Kita bisa bertemu disini.”] Balasan Emi dengan jelas menolak pembicaraan lebih lanjut tentang dunia luar. 

Melihat penampilan Emi yang selalu mengenakan gaun putih dengan rambut bergelombang yang dibiarkan terurai dan tanpa alas kaki membuatku bertanya. Hampir disetiap mimpi aku akan muncul dengan penampilan yang baru. Kadang-kadang warna rambut, baju, detail khusus tentang tubuhku seperti telinga, kulit, atau tinggi, dan lain sebagainya yang berbeda. Namun sejauh ini aku hanya pernah melihat Emi dengan gaun putihnya.

Akhirnya mengikuti kemauan Emi, aku memilih untuk mengganti topik pembicaraan kami dan bertanya soal penampilannya. 

“Kenapa aku tidak pernah melihat mu dengan penampilan lain selain gaun ini?” Tanya ku sambil mengikuti arahan tangan Emi yang memintaku menginjak beberapa batu berwarna untuk menciptakan irama yang menyenangkan. 

Emi ikut menatap baju yang ia kenakan kemudian memberikan mimik wajah seolah ia juga tidak tau alasannya, lengkap dengan kedua bahu yang diangkat dan kepala yang digelengkan. 

“Gak mau coba model yang lain?” Tanya ku sekali lagi. Kebebasan ku dalam mimpi membuatku tidak pernah menggunakan penampilan yang sama lebih dari sekali. Melihat Emi yang sejak awal kita bertemu hingga saat ini masih menggunakan pakaian dan penampilan yang sama dari atas hingga bawah membuat ku sedikit gatal ingin mengubah penampilannya. 

[“Aku tidak terlalu peduli.”] Tulisan yang Emi tulis di atas kertas membuatku cukup terkejut. Bukankah gadis pada umumnya sangat perhatian dengan penampilan mereka. Apa lagi gadis cantik seperti Emi. Jika ia memang dari dunia nyata, harusnya ada banyak faktor diluar sana yang membuat gadis remaja sepertinya ingin berpenampilan menarik setiap saat. Mencurigakan… 

“Kalau begitu ayo ikut aku. Setidaknya manfaatkanlah penampilanmu yang sudah menarik itu dan menghiasi diri. Kamu pasti akan menikmatinya.” Semua orang ingin terlihat menarik dan meskipun aku tidak memiliki orang yang kusukai atau ingin menjadi populer, namun aku juga tetap menyukai saat dimana aku terlihat on poin, rapi, dan tampan. Emi juga pasti akan menyukainya.

Emi tersenyum lebar dan mengangguk. Sejauh pertemuan ku dengannya, Emi selalu suka untuk diajak melakukan apapun. Dari hal yang menurut sebagian orang membosankan seperti membaca buku hingga hal ekstrem yang tidak semua orang berani lakukan seperti balapan mobil. Ya meskipun saat itu mobil yang kami tumpangi dalam bentuk animasi seperti maria cart tapi setidaknya kalian sudah bisa membayangkan seperti apa Emi itu.

Aku pun membawa Emi ke salah satu tempat yang aku yakini memiliki banyak pakaian dan ruang rias di dalamnya. Setelah melewati tirai yang terbuat dari plastik berwarna putih seperti yang biasa ditemukan di ruangan dengan pendingin yang besar, kami sampai di sebuah ruangan bernuansa modern masa depan dengan berbagai macam baju didalamnya. 

“Warna apa yang kamu suka?” Tanya ku pada Emi yang juga ikut melihat lihat baju-baju yang tergantung dengan pandangan penuh rasa penasaran. 

Sebagai jawaban Emi hanya menggeleng dan menggerakkan tangannya dari dalam hingga terulur keluar seperti membuat sebuah bola besar. 

Lihat selengkapnya