Billy Van Gogh, nama pemberian dari sang Ayah yang sangat mengagumi hasil karya dari Vincent Van Gogh. Kekaguman sang Ayah menurun kepada Billy, terlihat dari beberapa lukisan karya Vincent Van Gogh yang menempel di dinding kamarnya. Billy merupakan mahasiswa semester 4 jurusan Psikologi di Universitas Persatuan atau biasa di sebut UNPERS. Billy adalah seseorang yang sangat dingin, tidak banyak bergaul dengan teman sekampus nya. Hal itu membuat beberapa wanita teman sekampus Billy sangat penasaran dengan dirinya.
Billy sendiri hanya memiliki 3 orang teman dekat yang bernama Gerald Barker, Lukman Kurniawan dan Oki Lesmana. Di antara mereka berempat, Billy yang tertua karena usia Billy saat masuk Universitas pada saat itu sudah berusia 20 tahun. Sedangkan 3 orang temannya itu berusia 18 tahun. Mereka berempat bertemu ketika sedang mengikuti ujian untuk masuk Universitas Persatuan. Pertemanan mereka bermula pada saat selesai melakukan ujian. Gerald yang memiliki kepribadian bersosialisasi yang cukup baik mencoba berkenalan kepada mereka bertiga.
Saat itu posisi duduk mereka berempat saling berdekatan. Gerald kemudian berbincang kepada Lukman dan Oki. Ketika Gerald mengajak bicara Billy, Billy hanya menjawab dengan singkat. Gerald tidak habis cara agar bisa menjadikan dirinya sebagai teman Billy kemudian mencoba mengajaknya untuk ikut berkumpul dengan mereka bertiga sebelum pulang kerumah masing-masing. Pada akhirnya Billy menerima ajakan Gerald dikarenakan Billy adalah seseorang yang tidak enak an jika menolak seseorang. Kemudian mereka berempat berkumpul di sebuah warung kopi dan berbincang banyak hal. Dari situlah mereka berempat menjadi sahabat, dan persahabatan mereka sangat membuat orang lain yang melihatnya begitu iri karena kebersamaan mereka.
Setelah selesai membersihkan badan, Billy terlihat sudah rapih menggunakan pakaian untuk melakukan kegiatan hari ini. Billy juga tidak lupa merapihkan tempat tidurnya sebelum keluar dari kamarnya. Dengan suasana hati yang cukup baik, Billy kemudian keluar dari kamarnya dan beranjak ke meja makan untuk sarapan pagi.
Terlihat Ayah, Ibu serta Danny abang Billy sudah berada di meja makan.
“Tumben kamu gak kesiangan Dek.”
Ucap Ibu sambil menyiapkan sarapan untuk di santap bersama-sama.
“Kemarin juga Billy gak kesiangan Bu.”
“Kan Billy yang beliin bahan untuk Ibu buat di jadikan sarapan kemarin.”
Saut Billy sambil berjalan ke meja makan.
“Kamu mau lakuin itu juga karena ada maunya.”
“Emang Billy itu mau apa kemarin Bu.”
Tanya Ayah kepada Ibu yang penasaran tentang ada apa di hari kemarin.
“Ayah kayak gak tau Billy aja.”
Ucap Danny yang terlihat sudah selesai sarapan dan bersiap untuk pergi bekerja.
“Danny berangkat kerja Yah Bu, takut macet di jalan.”
Sambil mencium tangan Ayah dan Ibu nya Danny berdiri dan beranjak pergi dari meja makan.
“Hati-hati Dan, jangan lupa makan siang jangan sampai telat.”
Ucap Ibu kepada Danny.
“Iya siap Bu assalamu’alaikum.”
Danny berjalan ke luar rumah.
“Wa’alaikumsalam.”
Balas Ayah, Ibu dan Billy.
“Jadi ada apa kemarin itu Bu?”
Tanya Ayah yang penasaran tentang hari kemarin.
“Itu loh Yah, Billy bantuin Ibu beli bahan masakan untuk sarapan karena Dia pengen minta di belikan Proyektor Infokus.”
“Katanya untuk keperluan kuliah, eh tau tau kata Danny cuman buat di kamarnya dan gak ada hubungan sama kuliah Billy.”
Jawab Ibu sambil menyajikan sarapan untuk Ayah.
Terlihat ekspresi datar dari wajah Billy yang mendengar pembicaraan Orang Tua nya.
“Ada-ada aja kamu ini Bil.”
“Kalau memang Kamu perlu Proyektor Infokus nya nanti biar Ayah beliin.”
Ucap Ayah kepada Billy sambil mengambil lauk yang sudah di masak oleg ibu.
“Kalau bisa secepatnya ya Yah.”
Balas Billy sambil makan dan dengan raut wajah yang berubah menjadi terlihat senang.
Mereka kemudian menyantap sarapan mereka dengan sangat menikmati makanan yang di siapkan oleh Ibu.
Setelah selesai sarapan, Billy pamit untuk berangkat kuliah kepada Ayah dan Ibu nya.
“Bu, Yah. Billy berangkat ngampus, udah di tunggu sama yang lain.”
“Billy pamit.”
Sambil mengulurkan tangan kanan nya ke arah Ibu untuk salim berpamitan.
“Iya Dek, hati-hati di jalan.”
Balas Ibu sembari meraih tangan kanan Billy.
“Jangan lupa fokus belajarnya Bil.”
Ucap Ayah sambil mengeluarkan beberapa uang dari dompet nya untuk di berikan kepada Billy.
“Ini buat beli makan, jangan boros-boros ya Dek.”
Ayah mengulurkan tangan kanan nya yang terdapat beberapa lembar uang untuk bekal Billy.
“Iya siap Yah.”
Balas Billy sambil mengambil uang yang di berikan oleh Ayah nya dan tidak lupa Billy salim kepada sang Ayah.
“Billy berangkat, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Jawab Ayah dan Ibu Billy.
Billy kemudian beranjak pergi dari ruang makan untuk segera ke luar rumah dan menyiapkan kendaraan kesayangan nya yaitu motor matic merk Yamaha Aerox yang cukup bagus dan di beri nama sebutan oleh Billy yaitu si Black, karena warnanya hitam.
Dia kemudian menyalakan motornya itu. Setelah di nyalakan, Billy tidak lupa memakai helm SNI dan juga sarung tangan untuk berkendara dengan safety. Billy pun bergegas mengendarai motor nya pergi menuju kampus tempat Dia menimba ilmu pelajaran.
Saat di perjalanan, Billy sangat mematuhi peraturan berkendara yang baik dan benar sesuai undang-undang lalu lintas yang ada. Ketika berhenti di perempatan, lampu lalu lintas menunjukan warna merah yang berarti berhenti. Billy berhenti tepat di tempat pemberhentian kendaraan bermotor, tidak berada di garis zebra cross apalagi melewati garisnya.
Hal itu merupakan contoh baik untuk pengendara lain, namun tetap saja ada beberapa pengendara yang tidak tertib.
Billy mengabaikan mereka yang melanggar sambil menggelengkan kepalanya Billy merasa heran dengan para pengemudi yang melanggar ketertiban berlalu lintas. Bukan berarti Billy tidak ingin memberitahu mereka bahwa itu merupakan hal buruk dan berdampak tidak baik. Namun Billy hanya tidak ingin mencampuri urusan orang lain, walaupun sebenarnya Billy sendiri agak risih ketika ada beberapa pengendara yang tidak menaati peraturan lalu lintas yang ada. Karena menurut Billy, itu akan membuat dirinya berada dalam masalah jika sampai orang-orang yang melanggar itu tidak terima ucapan Billy dan malah menimbulkan dampak buruk kepada Billy. Jadi Billy hanya mengabaikan para pengendara yang tidak mematuhi aturan berkendara yang ada.
Saat lampu lalu lintas sudah hijau, Billy melanjutkan perjalanannya menuju kampus. Setiba nya Billy di depan kampus, Billy kemudian menuju area parkiran kendaraan yang di sediakan pihak kampus. Terlihat suasana ramai kendaraan yang akan masuk ke area parkiran. Antrian kendaraan yang akan parkir sangat panjang, sehingga Billy memutuskan untuk sabar mengantri daripada harus memarkirkan motornya di tempat parkiran lain yang di sediakan penduduk setempat. Karena menurut Billy lebih aman jika motor nya itu di parkirkan di tempat parkiran yang sudah di siapkan oleh pihak kampusnya.
Setelah beberapa menit mengantri, Billy sampai di loket pengambilan tiket parkiran. Billy mengambil struk parkiran. Setelah itu, portal untuk masuk ke area parkir terbuka. Billy langsung bergegas memasuki tempat parkir.
Seperti biasa, Dia memarkirkan motornya itu di tempat teman-temannya menaruh motor. Terlihat motor matic merk Honda Scoopy milik Lukman sudah terparkir sendirian disana. Itu menandakan bahwa Gerald dan Oki belum tiba di kampus.
Billy kemudian mengeluarkan handphone nya dari saku jaket. Dia mengecek notifikasi yang masuk begitu banyak dari grup Whatsapp.
Terlihat sebuah pesan bahwa motor milik Oki ternyata mogok, sehingga membuat Dia meminta tolong agar Gerald bisa menjemputnya terlebih dahulu sebelum berangkat ke kampus. Kebetulan tempat tinggal Oki dan Gerald saling berdekatan, hanya berbeda RT saja.
“Kebiasaan banget kan, dasar ada-ada aja ini anak.”
Ucap Billy dalam pikiranya sambil di ketik sebagai pesan singkat dan mengirimkan pesan itu ke grup Whatsapp nya. Billy pun menanggapi hal itu seperti biasa saja, seakan itu hal yang sering terjadi kepada mereka. Billy kemudian berjalan bergegas ke ruang kelas di karenakan Lukman sudah berada di dalam kelas dan menunggu mereka bertiga datang.
Sesampainya di ruang kelas Psikologi, Billy melihat Lukman sudah duduk di kursi tempat biasa Dia berada sambil fokus ke arah smartphone miliknya.
“Assalamu’alaikum Luk, dateng dari tadi lu?”
“Wa’alaikumsalam, astaga bang kebiasaan banget, tolong lah bang jangan panggil gua Luk.”
Jawab Lukman dengan raut wajah terlihat sedikit risih karena ucapan Billy yang memanggil nya dengan sebutan Luk.
“Sengaja banget lu mah, nanti orang ngiranya gua di panggil Luk karena gua BULUK bang.”
“Ehehehe yaudah iya maaf Man elah gitu aja sedih bener muka lu.”
“Salaman dulu dong biar gak konflik.”
“Iya-iya bang gua maafin.”
Lukman kemudian mengulurkan tangan kanan nya untuk bersalaman dengan Billy. Mereka berempat memiliki kebiasaan bersalaman yang cukup unik dan ribet.
“Fokus bener lu mainin hp, seru banget kayaknya.”
Tanya Billy kepada Lukman sambil menarik kursi yang ada di sebelah lukman untuk Billy duduki.
“Ini Bang, gua lagi liat konten bikin hal-hal unik dari barang bekas gitu di Instagram.”
“Kan lumayan bisa gua praktekin nanti di rumah kalo lagi bosen gak ada kegiatan Bang.”
Jawab Lukman sambil memperlihatkan layar handphonenya kepada Billy.
“Oh, kirain gua apaan Man.”
Tak lama kemudian, Gerald dan Oki terlihat memasuki ruang kelas yang pada saat itu suasana di dalam ruangan sudah ramai oleh mahasiswa lain. Dengan wajah bahagia, Oki menghampiri Billy dan Lukman.
“Assalamu’alaikum.”
Ucap Oki sambil melakukan salaman khas ala mereka.
“Wa’alaikumsalam.”
Jawab Billy dan Lukman.
“Ini nih, wajah orang ngeselin.”
“Liat bang Bil muka si Oki. Bahagia banget abis ngerjain si Gerald tuh dia pasti.”
Ucap Lukman kepada Billy.
“Ahahaha iya tuh keliatan dari ekspresi bahagia di wajahnya.”
“Eh gak gitu bang Bil, gak ada niatan buat ngerjain Gerald gua tuh.”
Balas Oki yang menjeda percakapan antara Billy dan Lukman.
“Iya gak ada niatan, tetep aja nyusahin.”
“Untung gua belom jauh ngelewatin rumah Lu, coba kalo udah jauh, ogah gua buat puter balik.”
Ucap Gerald di sela-sela perbincangan mereka.
“Ya maaf Ger, namanya musibah gak ada yang tau kapan datengnya.”
“Musibah sih musibah, gak setiap minggu juga.”
“Kan udah sering di bilang, ganti aja itu motor antik Ki udah waktunya itu motor di masukin Musium.”
“Tuh kan mulai, ini nih yang salah dari lu Ger.”
“Bukan masalah sering mengalami kendala saat ingin di kendarai Ger.”
“Tapi karena banyak histori nya antara gua dan motor itu yang bikin gua gak bisa ganti motor lain.”
“Jika di ibaratkan tuh, Honda CB tahun 1997 itu belahan jiwa gua, hati gua tuh ada di motor itu Ger, tolong lah pengertiannya.”
Sementara itu, Billy dan Lukman hanya memperhatikan pembicaraan antara Gerald dan Oki. Setelah berdebat cukup panjang, Gerald mengalah dengan argumen yang di keluarkan oleh Oki.
“Yaudah iya gimana lu aja Ki.”
“Ngomong-ngomong tumben bang Bil, lu gak kesiangan.”
Ucap Gerald kepada Billy.
“Iya ya tumben banget seorang bang Billy yang terbiasa kesiangan ketika ada mata pelajaran Psikologi Sosial.”
“Pasti karena bang Bil gak mau kena hukuman duduk di barisan paling depan tuh.”
“Ahahaha ada benernya juga lu Man, kan kalo bang Bil duduk di depan jadi gak bisa tidur waktu Pak Kasim lagi banyak menerangkan pelajaran.”
Saut Oki sambil menunjuk Lukman dengan jarinya.
“Nah itu lu semua tau, kenapa harus nanya.”
“Lagian juga gua udah antisipasi, tanggal di kalender udah gua buletin.”
“Jadi setiap ada matkul Pak Kasim gua gak lupa. Tapi tetap aja tadi hampir lupa, untung semalem setel alarm lebih pagi dari biasanya.”
“Tuh kan bener, tadi udah di duga bang Bil sama Gerald.”
“Pas di jalan ke sini Gerald ngomong ke gua, ini kayaknya bang Billy gak kesiangan gara-gara dia pasang alarm lebih awal dari biasanya nih Ki.”
“Eh bener aja ternyata si Gerald, gua rasa emang dia tuh ada keturunan dari cenayang nih.”
“Konspirasi apalagi coba lu mah Ki.”
Balas Gerald.
Tak lama kemudian, Dosen yang akan mengisi materi kelas hari ini tiba di ruang kelas. Suasana ruang kelas yang ramai seketika menjadi hening. Para mahasiswa dan mahasiswi bergegas duduk di tempat mereka masing-masing.
“Selamat pagi semua.”