Lucidus Somnia

Rizqi Mochamad Saputra
Chapter #3

Bakat alami

Ketika berjalan keluar, Billy seperti terpanggil oleh suara dari seorang wanita. Billy menoleh ke arah belakang namun hanya melihat beberapa wanita yang Billy tidak kenali. Dan ternyata tidak ada satupun dari mereka yang melihat ke arah Billy, seakan-akan tidak ada yang memanggil Billy di antara seorang dari mereka.

Billy kemudian lanjut berjalan menuju gerbang kampus.

Sesampainya di depan gerbang, Billy menunggu Oki dan Lukman yang sedang mengambil motor di parkiran. Billy mendapat banyak sorotan mata dikarenakan gaya berpakaiannya yang cukup mengesankan. Dari ujung kepala sampai ujung kaki, pemilihan warna hitam yang Billy pakai pada gaya berpakaiannya terlihat keren. Billy sendiri menjadikan warna hitam sebagai warna favoritnya. Oleh karena itu, banyak mata yang melihat dan memandang ke arah Billy. Tidak berselang lama, Oki dan Lukman tiba di depan gerbang kampus.

“Gak nunggu lama kan bang.”

“Kaga, mana helm gua Ki.”

“Ini bang.”

“Dah ayo berangkat.”

“Oke siap bang, ayo Man.”

“Jalan duluan, gua ngebuntutin.”

Mereka bertiga berangkat menuju rumah Oki. Di perjalanan, Billy mengeluarkan earphone dari tas lalu memakainya dan menyalakan musik dari handphonenya. Jarak antara rumah Oki dan kampus cukup jauh, itulah alasan mengapa Billy mendengarkan musik hanya karena tidak ingin mengantuk dan tertidur di perjalanan. Tentunya hal itu akan membahayakan Billy dan juga pengendara lain.

Musik yang di dengarkan Billy memiliki genre musik yang keras. Sebenarnya, semua genre di dengarkan Billy. Namun, ketika Billy mengantuk biasanya Billy selalu mendengarkan musik keras yang membuat Billy tidak mengantuk. Sementara itu, Oki dan Lukman fokus dalam berkendara supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam perjalanan, ketika sudah dekat dengan rumah Oki. Oki mampir ke toko cat tembok yang ada di pertigaan jalan menuju rumahnya. Oki memarkirkan motor Billy tepat di depan toko cat tembok.

“Bang Bil, warna apa aja yang bagus dan mau lu gunain.”

“Ya lu mau ganti warna tembok kamar lu jadi warna apa dulu.”

“Gua pengen nuansa kamar yang adem warnanya bang.”

“Rekomendasiin warna yang bagus buat kamar menurut lu aja bang Bil.”

“Nah iya bener tuh Man.”

“Kira-kira warna apa aja nih bang Bil.”

“Beli warna hitam, biru, krem sama hijau.”

“Warna biru beli 3 kilo yang lainnya 1 kilo aja.”

“Thinnernya sekaleng jangan lupa.”

“Oke siap bang, 4 warna berarti ya.”

“Hooh, ada uangnya kan?”

“Iya ada bang, masa iya gua yang ngajak tapi bukan gua yang nanggung pengeluaran yang di butuhkan.”

“Yaudah bagus kalo gitu, padahal baru aja mau gua tambahin.”

“Ahahaha gausah lah bang, santai aja santai.”

“Yaudah tunggu sebentar gua beli catnya dulu.”

“Cepetan Ki gua mau rebahan, udah pegel banget nih badan.”

“Gausah lebay Man, baru bawa motor gak jauh aja udah pegel lu.”

“Kuas jangan lupa di beli Ki.”

“Ukuran kecil sama sedang masing-masing 2.”

“Masih ada di rumah bekas yang dulu bang, komplit semua.”

“Yaudah kalo masih ada gausah beli lagi.”

Oki kemudian masuk kedalam toko cat.

“Bang, cat tembok kiloan warna hitam, biru, hijau sama krem.”

“Warna biru 3 kilo, yang lainnya 1 kilo aja bang.”

“Tunggu sebentar mas saya ambilin catnya.”

“Sama thinner 1 kaleng bang.”

Pemilik toko itu menyiapkan barang yang di beli Oki.

“Udah ini aja mas?”

“Kuasnya gak sekalian?”

“Udah bang itu aja, kuasnya masih ada.”

“Totalnya jadi sembilan puluh empat ribu mas.”

“Thinnernya sekaleng empat puluh ribu.”

“Oke ini uangnya bang.”

“Terima kasih bang.”

“Iya sama-sama mas.”

Oki kemudian berjalan keluar munuju Billy dan Lukman.

“Yuk kita menuju rumah gua.”

“Gak ada yang gak kebeli kan Ki?”

“Aman bang, komplit semua sesuai dengan yang lu bilang.”

“Yaudah bawa lagi motornya Ki.”

“Oke bang, yuk Man lanjut ke rumah gua.”

“Jalan duluan dah.”

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah Oki yang tidak jauh dari pertigaan tempat toko cat itu.

“Ki, nanti mampir ke warung dulu.”

“Oke bang siap, warung depan gang rumah gua aja ya.”

“Iya terserah lu aja mau warung yang mana, yang penting ke warung dulu.”

“Oke baiklah.”

Setibanya di gang rumah Oki, mereka berhenti tepat di depan warung sebelah gang rumah Oki. Billy kemudian turun dari motor.

“Tunggu sebentar, gua mau beli rokok dulu.”

“Sekalian beli kopi bang, ini uangnya.”

Saut Lukman.

“Gausah udah, pakai uang gua aja.”

Billy kemudian berjalan ke dalam warung. Mengambil banyak makanan ringan, membuka kulkas dan mengambil beberapa botol minuman berasa.

“Rokok sampurna mild sama kretek masing-masing sebungkus.”

“Kopi kapal api serenceng, sama ini semua jadi berapa totalnya?”

Pemilik warung menghitung semua belanjaan Billy menggunakan kalkulator yang ada di warungnya sambil memasukan semua belanjaan Billy ke dalam kantong plastik.

“Totalnya 60 ribu.”

Billy mengambil uang yang ada didalam dompet.

“Ini uangnya, pas ya 60 ribu.”

“Iya mas terima kasih.”

Billy bergegas menuju Oki dan Lukman.

“Dah, yuk.”

“Oke bang.”

Balas Oki.

Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah Oki. Tidak jauh dari gang masuk, mereka akhirnya sampai tepat di depan rumah Oki. Oki turun dari motor, berjalan ke depan gerbang rumahnya dan membuka gerbang garasi rumahnya itu.

“Masukin aja motornya ke dalem.”

“Ya lu nya awas lah Ki, jangan ngalangin jalan.”

“Oh iya bener, maaf bang maaf.”

Billy dan Lukman memasukan motor mereka ke dalam garasi rumah Oki.

“Alhamdulillah, sampai dengan selamat.”

“Alhamdulillah bang, untung gak terjadi hal yang tidak diinginkan juga pas tadi di jalan.”

“Ya jangan sampe lah Man, makanya gua selalu ingetin lu pada buat berkendara dengan safety.”

“Yuk masuk bang Bil, Man.”

“Bentar Ki, gua mau cuci kaki dulu dong.”

“Lengket banget nih kaki.”

“Bukan lengket kali lu mah Man, bau kan?”

“Gak bau, seriusan dah, gua pake kaos kaki baru soalnya.”

“Itu kan keliatan ada keran Man, cuci disitu aja.”

“Oh iya bang, gak liat gua asli dah.”

“Susah, buta map mah gitu emang bang.”

Saut Oki sembari membuka pintu depan rumahnya.

“Yuk bang, silahkan masuk.”

“Assalamu’alaikum.”

Ucap Billy sambil melangkahkan kaki memasuki rumah Oki.

“Wa’alaikumsalam.”

“Masuk bang, duduk dulu dah bang anggap aja rumah sendiri.”

“Iya ki, ngomong-ngomong orang tua lu gak ada di rumah ya ki?”

Billy kemudian duduk di sofa ruang tamu rumah Oki.

“Iya, mereka lagi pergi liburan sama adik-adik gua bang Bil.”

“Pantes agak sepi, biasanya ada si Caca duduk diluar sambil ngegame.”

“Ahahah iya bang, anak baru gede, baru SMA tapi pergaulannya udah kayak kita begini.”

“Udah mana kalau lagi ngegame gitu toxic banget mulutnya.”

“Wajar Ki, yang penting gak salah pergaulan aja.”

“Iya juga sih bang.”

“Assalamu’alaikum.”

Ucap Lukman sembari memasuki rumah Oki setelah mencuci kaki di halaman rumah Oki.

“Wa’alaikumsalam.”

Jawab Billy dan Oki.

“Ki, gak usah repot-repot.”

“Keluarin semua aja makanan yang ada di rumah lu.”

“Kebiasaan banget lu Man.”

Saut Oki sambil membawa beberapa gelas beserta dengan air putih menuju Billy dan Lukman yang sedang duduk di ruang tamu.

“Santai dulu aja ya, lu berdua gak ada kegiatan kan sampai nanti malem.”

“Aman Ki, santai gua mah.”

“Kalau lu gimana bang Bil?”

“Kosong, gak ada kegiatan yang bikin gua sibuk hari ini.”

“Bisa lah sampai malam disini, lagipula besok gak ngampus karena gak ada matkul juga kan.”

“Iya juga bang, baru inget gua.”

“Pas banget kalau gitu, nginep aja disini temenin gua bang Bil.”

“Boleh-boleh aja sih, yaudah lu bilang Gerald dulu Man kalau hari ini menghabiskan waktu di rumah Oki sampai besok.”

“Biar dia gak ribet bulak-balik ke rumahnya buat mandi dulu, supaya dia juga gak ada alesan buat pergi nganter makanan jauh-jauh ke rumah wanitanya itu.”

“Bener juga bang, oke kalau gitu gua whatsapp si Gerald dulu.”

Lukman kemudian mengeluarkan handphone miliknya dari tas.

“Oh iya bang Bil, gua request gambar kepala sama punggung manusia gitu bang.”

“Di bagian kanan punya sayap dan buletan di atas kepalanya gitu kayak malaikat, tapi setengah aja.”

“Di bagian kirinya sayap juga sama tanduk di kepalanya.”

“Oh iya gua paham, jadi kayak dia sisi yang berbeda gitu kan?”

“Nah iya bang begitu.”

“Berarti, kurang cat warna putih, kan hitam udah ada, bagusnya biar hitam putih gitu gambarnya.”

“Duh, kalau gitu beli cat warna putih juga dong.”

“Whatsapp Gerald aja biar sekalian kesini.”

“Udah bang Bil, udah gua kasih tau Gerald juga.”

“Tumben lu Man, bisa improvisasi begitu.”

“Ya kan gua lagi ngetik pesan buat Gerald, kebetulan gua punya 2 buah telinga yang berfungi untuk mendengar.”

“Lagipula pas juga waktunya ketika lu berdua ngobrolin hal itu, gua lagi ngetik pesan buat Gerald kalau mau menghabiskan waktu disini sampai besok.”

“Jadi ya sekalian gua bilang ke Gerald.”

“Nah, sering-sering improv begitu ya Man.”

“Iya siap bang Bil.”

“Ayo dah, mulai ngecatnya.”

“Biar gak makan banyak waktu, emangnya lu pada mau kalau waktunya banyak dihabiskan buat ngecat doang.”

“Iya juga ya bang, yuk dah ke kamar gua.”

Mereka bertiga kemudian bergegas ke kamar Oki. Sesampainya dikamar Oki yang berada di lantai 2 rumahnya, Billy meminta banyak kertas koran untuk menutupi bagian-bagian dari kamar Oki agar tidak terkena kotor akibat cat yang jatuh menetes dari kuas.

“Ki, kertas koran buat nutupin lantai sama bagian lain yang gak mau ketimpa cat lagi.”

“Oke tunggu sebentar bang. Gua ambil di bawah dulu sekalian sama tempat cat dan kuasnya.”

“Bang gua rebahan sebentar ya, pegel banget badan gua.”

“Ya rebahan aja ngapain bilang ke gua, tinggal rebahan tuh di kasur si Oki.”

“Segala bilang-bilang.”

Lihat selengkapnya