Siang itu Luculia pergi dengan langkah yang berat, sambil sesekali ia menengok ke belakang, dimana rumah pohon tempatnya tinggal semakin lama semakin mengecil dan menghilang dari jarak pandangnya.
Disetiap langkahnya, kembalilah memori percakapan dari satu jam yang lalu. Dari kamarnya di lantai dua, Luculia dengan samar mendengar pekikan suara ibunya yang berada di lantai satu. Dengan segera Luculia keluar dari dari kamarnya dan menuruni tangga dengan cemas, sesampainya ia di dasar anak tangga, ia menemukan seorang pria berpakaian buttler berdiri di depan ibunya, lengkap dengan tingkah lakunya yang sangat formal.
Luculia dengan segera berlari kearah ibunya yang berdiri membeku. "Ibu, ada apa ini?" Luculia memberanikan diri untuk bertanya. Namun ibunya yang masih terkejut tidak bisa mengucapkan sepatah katapun untuk memuaskan rasa penasaran putrinya itu.
Anak empat belas tahun itu semakin bingung dengan keadaan ibunya yang masih saja diam membisu sampai sekarang. Lalu Luculia memalingkan pandangannya kepada tamu yang ada di depan mereka berdua saat ini.
"Tuan, apa yang anda katakan kepada ibu saya sehingga beliau menjadi seperti ini? Jikalau tuan adalah seorang tamu, hendaklah jelaskan tujuan tuan datang kemari." Luculia berkata dengan sopan.
Pria berpenampilan buttler itu dengan anggunnya mengangguk, dan dengan lembutnya ia berkata, " Maafkan kelancangan saya,Nona. Hamba tidak bermaksud untuk berbuat jahat, hamba datang kemari karena hamba telah menerima titah dari kerajaan yang harus segera disampaikan kepada keluarga nona." Jelas pria itu.