"Cinta tidak pernah buta. Yang buta adalah obsesi. Ketika kamu terobsesi pada sesuatu, kamu akan melakukan apa pun untuk mendapatkannya. Matamu seolah tertutup sehingga tak dapat melihat kebenaran yang terjadi."
🕊️🕊️🕊️
Lara mengembuskan napas lega usai memasak dan membersihkan dapur. Suaminya baru saja pulang dari kantor. Lara langsung bergegas membuatkan teh hangat untuknya. Setelah meletakkan secangkir teh untuk sang suami, ia pun ikut duduk untuk makan siang.
"Tumben Mas Imran pulang cepat," ucap Lara guna mencairkan suasana.
"Enggak ada kerjaan," balas Imran singkat.
Lara hanya mengangguk. Sebenarnya, ia ingin mengobrol lebih lama dengan Imran. Ia sangat ingin mengenal suaminya lebih dalam. Ia ingin tahu, kegiatan apa saja yang Imran sukai, makanan apa yang menjadi favorit Imran. Ia juga ingin tahu. Selain dirinya, apa lagi hal yang tidak Imran sukai. Selama hidup berdua, hanya satu yang ia ketahui tentang Imran. Laki-laki itu alergi cumi-cumi. Itu pun ia ketahui dari mama mertuanya.
Terkadang, ia iri ketika melihat pasangan lain yang tampak harmonis. Saling bercanda dan melontarkan kalimat-kalimat manis sebelum terlelap bersama. Tanpa sadar, air matanya menetes begitu saja.
"Bersiaplah, hari ini Mama meminta kita untuk ke rumah."
Ucapan Imran yang tiba-tiba membuat Lara tersentak dan segera menyeka sisa air mata pada sudut matanya.
"Baik, Mas." Lara segera membereskan piring bekas makan mereka dan bergegas masuk ke kamar untuk membersihkan diri.
Tak lama, Lara kembali turun. Ia terlihat sangat cantik dengan gaun serta hijab panjang berwarna peach. Sejenak Imran terpaku dibuatnya, apalagi saat Lara menarik sudut bibirnya ke atas, membuat lesung pipitnya tercetak jelas di pipi tembamnya.
Seperti biasa, perjalanan mereka hanya diisi dengan kesunyian. Tak ada yang berniat membuka suara. Sebenarnya, sejak tadi Lara ingin mengatakan suatu hal. Namun, nyalinya menciut tiap kali Imran menatapnya dengan tajam. Setelah mengumpulkan keberaniannya, Lara mendongak. Memperhatikan Imran yang sedang fokus menyetir.
"Mas," panggilnya dengan pelan.
Namun, laki-laki di sampingnya ini dapat mendengar dengan jelas. "Apa?"
"Bisa mampir sebentar ke toko kue, enggak? Lara mau belikan kue brownies buat Mama."
Sejenak Imran terdiam sebelum akhirnya mengangguk.
Setelah sampai di toko kue, Lara segera turun dari mobil. Ia begitu antusias saat melihat jajaran kue yang terlihat begitu menggiurkan. Perempuan itu segera masuk untuk memilih-milih kue manakah yang patut ia beli untuk mama mertuanya.
Beberapa saat kemudian ia telah mendapat kue yang ia inginkan. Lara hendak berbalik melangkah menuju tempat Imran sedang menunggunya. Namun, lengannya tanpa sengaja menyenggol seseorang di belakangnya. Sehingga membuat kue yang seseorang itu bawa jatuh berserakan di lantai. Keduanya sama-sama terkejut. Tak hanya mereka, hampir semua pengunjung menatap kedua perempuan itu dengan heran.
"Aduh, ma-maaf, Mbak. Saya enggak sengaja," ucap Lara dengan wajah panik.
"Ah, iya, Dek. Enggak apa-apa. Namanya juga enggak sengaja, kan?" ucap perempuan itu dengan senyum teduhnya.
Perempuan cantik itu langsung memanggil petugas kebersihan untuk segera membersihkan kue yang jatuh itu.
Imran yang mendengar keributan tersebut langsung menghampiri Lara.
"Lara, ada apa?" Imran menoleh sekilas ke samping Lara.
"Arini?"
Seseorang yang Imran panggil dengan sebutan Arini tampak mematung dengan mata yang menatap lurus ke arah Imran. Imran memandang perempuan itu dengan tatapan sendu membuat Lara mengernyitkan keningnya sesaat.
"Kamu di Indonesia? Sejak kapan?" tanya Imran.
Perempuan itu terlihat sangat bahagia. Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyuman yang begitu menawan. "Sejak tiga hari yang lalu," sahutnya.
"Kalian saling kenal?" celetuk Lara tiba-tiba.
Imran dan Arini langsung menoleh ke arah Lara dengan pandangan yang berbeda.