"Akulah si bodoh itu. Garis takdir sudah jelas memaksaku untuk berhenti. Namun, hati ini begitu egois dan bersikeras memintamu untuk tetap di sini."
🕊️🕊️🕊️
Pagi ini Lara memutuskan untuk pergi ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan dapur sekaligus menghilangkan perasaan suntuk selama di rumah. Kebetulan sekali persediaan bahan makanan di kulkas telah habis, ditambah Bi Mira yang sibuk membereskan rumah, sehingga belum sempat ke pasar. Senyumnya mengembang sempurna begitu membuka pintu dan langsung disambut oleh cuaca yang begitu cerah. Cuaca yang sangat pas untuk berkencan. Namun, tidak untuk dirinya dan Imran. Laki-laki itu mana mau berkencan dengannya.
Perjalanan menuju supermarket hanya memakan waktu sekitar lima belas menit. Lara langsung keluar begitu Pak Heru menghentikan mobilnya. Dengan semangat '45, perempuan itu mengayunkan kakinya menuju stand sayuran.
“Tiga kilo gram cukup kali, ya?” gumam Lara seraya memperhatikan dua jenis ayam potong kemasan. Begitu memasukkan salah satunya ke dalam troli dirinya dikejutkan oleh seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang.
"Lara?"
Spontan, Lara memutar tubuhnya ke belakang. Perempuan itu langsung mundur beberapa langkah. Ia tak habis pikir, mengapa dirinya dan Irza mesti dipertemukan di sini? Berusaha tak mengacuhkan keberadaan Irza, Lara langsung mendorong trolinya dan menyerahkannya pada seorang kasir. Ia meminta supirnya untuk membayar semua barang-barang yang ia beli, lantas bergegas keluar dari sana.
Perempuan itu semakin kesal ketika tersadar bahwa Irza berlari mengikutinya. Lara langsung berbalik membuat Irza ikut menghentikan langkahnya.
"Cukup, Irza. Berhenti ngikutin aku!"
Bentakan dari Lara cukup membuat Irza sedikit terperanjat. "Aku mohon. Kasih aku waktu untuk mengobrol sebentar," ungkap Irza dengan kepala menunduk dalam.
Lara menghela napas panjang sebelum akhirnya mengangguk. "Oke. Aku kasih waktu sepuluh menit. Mas Imran udah menunggu aku di rumah."
Keduanya langsung mencari tempat yang cukup nyaman untuk mengobrol.
"Gimana kabar kamu?"
"Aku baik-baik aja." Lara menjawab tanpa memandang lawan bicaranya.
Deru napas Irza terdengar gusar. "Lara, aku mau kamu berkata jujur sama aku. Apa kamu bahagia menikah sama Bang Imran?" Itu adalah pertanyaan yang sejak dulu ingin sekali Irza tanyakan pada Lara. Tapi, mau bagaimana lagi? Lara sulit sekali ditemui.
Lara sedikit terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Irza. Namun, sebisa mungkin ia berusaha terlihat biasa-biasa saja. "Apa maksud kamu? Tentu aja aku bahagia, dia suami yang baik." Perempuan itu memejamkan kedua matanya sesaat, merasa berdosa karena telah membohongi Irza. Dalam hati, ia terus menyakini bahwa apa yang ia lakukan demi kebaikan Irza.
Irza tersenyum miring. "Benarkah? Tapi, aku melihat kebohongan di mata kamu."
Lara langsung berdiri dan memalingkan wajahnya. "Cukup, Irza. Kamu enggak berhak mencampuri kehidupan baruku. Kita udah enggak ada hubungan lagi. Jadi, aku mohon. Berhentilah menggangguku."
Setelah mengucapkan itu, Lara langsung berbalik meninggalkan Irza yang termenung memikirkan kata-kata Lara.
Irza tahu bahwa Lara baru saja membohonginya. Ia hafal betul bagaimana tingkah Lara ketika berbohong. Perempuan itu akan menunduk tanpa berani menatapnya.
🕊️🕊️🕊️
Sebuah kamar yang didominasi oleh warna putih itu terlihat sunyi dan tenang. Itu karena sang pemilik kamar selalu melakukan salat dan membaca Al-Qur'an di dalamnya.
Lara baru saja menyelesaikan Salat Zuhur. Rasanya, semua beban di pundak jatuh berguguran usai menumpahkan segala keluh kesahnya pada Sang Khalik. Tak dapat dipungkiri, bahwa sebaik-baiknya tempat mengadu adalah kepada Allah Subhanahu wata’alla. Tidak ada manusia yang hidup tanpa sebuah masalah. Juga tidak ada masalah yang selesai begitu saja tanpa pertolongan-Nya. Ya, begitulah cara Allah untuk menyadarkan kita agar senantiasa mengesakan-Nya. Meyakini bahwa Allah adalah Sang Maha Penolong bagi hamba-hamba-Nya yang selalu bersabar dan ikhlas menghadapi takdirnya.
Lara segera melipat mukena yang ia pakai dan menggantinya dengan hijab. Langkah kaki membawanya menuju balkon. Perempuan itu tampak menikmati setiap sapuan angin yang menerpa wajahnya. Bunga-bunga di sekiling taman tampak bermekaran dengan corak warna-warni. Sebuah ketukan pintu dari luar mengalihkan pandangan Lara yang sedang menikmati indahnya ciptaan Tuhan.