Luka & Lara

Hana Lestari
Chapter #10

BAB 9

"Tuhan menunjukkan rasa cintanya padamu dengan berbagai cara. Salah satunya dengan menciptakan masalah pada hidupmu. Hingga ketika kamu menangis dalam salatmu, Tuhan usap kepalamu dan bisikkan kata, 'Kamu kuat, Aku bersamamu.'"

 

                        🕊️🕊️🕊️

Derap langkah kaki yang berasal dari pintu utama mengalihkan pandangan Imran yang tengah menikmati segelas wine di tangannya. Ia mabuk, hal itu jelas terlihat dari matanya yang memerah dan sayu. Laki-laki itu langsung menegakkan badannya begitu Lara sampai di depannya. Ditatapnya Lara dari atas sampai bawah, membuat jantung Lara berdegup kencang. 

"Pukul sepuluh malam dan kamu baru aja pulang. Dari mana? Ke kelab malam? Atau... abis memadu kasih sama mantanmu itu?" sarkas Imran yang tiba-tiba emosi. 

Lara menggeleng cepat. "Enggak, Mas. Ak-aku, aku dari rumah Mila," sahut Lara gugup. 

Laki-laki itu berdecih sinis dan melangkahkan kakinya mendekati Lara. "Omong kosong!" tukasnya kasar. 

"Demi Allah, Mas. Kalau Mas Imran enggak percaya, aku bisa telepon Mila," tandas Lara berusaha meyakinkan Imran. 

Tak peduli dengan kalimat pembelaan dari istrinya, Imran langsung menyeret Lara dengan satu tangannya. Cengkaraman tangan yang begitu kuat membuat perempuan itu meringis kesakitan.

Imran terlihat sangat marah. Ia mendorong Lara, lantas mencengkram dagunya sampai perempuan itu mengaduh kesakitan. Laki-laki itu semakin mendekatkan tubuhnya pada Lara, dan berusaha melepas hijabnya.

Lara terus berontak, berusaha kabur dari kungkungan suaminya. Imran menatapnya seolah-olah ingin mengulitinya hidup-hidup. Sia-sia, akhirnya Lara hanya bisa menangis dalam diam. Tangannya tidak lagi berusaha mendorong Imran. 

Imran benar-benar menyiksanya. Ia harus ikhlas saat mahkota yang ia jaga selama delapan belas tahun harus diambil secara paksa oleh suaminya sendiri, tanpa adanya cinta di antara mereka. Satu pertanyaan dari Lara. Apakah ia harus menyesali malam ini atau tersenyum bahagia sebab dirinya telah menjadi istri Imran seutuhnya?

                           🕊️🕊️🕊️

Seharian ini Lara hanya berdiam diri di kamarnya dengan bergelung selimut tebal. Ia belum sanggup untuk bertatap muka dengan Imran. Sebab, hatinya begitu sakit kala dirinya teringat kejadian semalam. Lara benar-benar kecewa dan merasa hina. 

Tiba-tiba saja, pintu terbuka bersamaan dengan masuknya Imran yang membawa nampan berisikan makanan serta susu. 

"Makanlah."

Lara membisu, kepalanya menunduk menahan air mata yang sebentar lagi akan tumpah. Tubuhnya berangsur mundur ketika Imran berjalan mendekatinya. Ia dapat merasakan jemari mungilnya diraih oleh sepasang tangan kokoh milik suaminya. Baru saja ia hendak menarik tangannya kembali, namun Imran sudah lebih dulu menarik tubuhnya ke dalam dekapan. 

Lara memberontak dalam dekapan Imran. Tangisnya pecah, ia terisak sampai Imran merasakan kausnya yang telah basah oleh air mata perempuan itu.

"Maaf. Jangan menangis," ucap Imran sambil terus mengusap punggung Lara. Ia dapat merasakan bahu Lara yang bergetar menahan isakannya.

Jujur saja, Imran merasa bersalah. Tidak seharusnya ia merenggut kehormatan Lara secepat ini. Meski apa yang dilakukannya bukanlah sebuah dosa, namun tidak seharusnya ia melakukan hal itu. Terlebih, tidak ada cinta di antara mereka. 

Lara sudah mulai tenang. Imran mengurai pelukannya, digantikan dengan tangannya yang terangkat menyeka air mata yang membasahi pipi Lara. Penampilan Lara kali ini sangat memprihatikan. Hidung bangirnya merah dengan kelopak mata yang sembab. Perempuan itu memejamkan matanya saat Imran mengecup keningnya sesaat.

"Makan, setelah itu istirahatlah."

Usai mengatakan itu, Imran langsung beranjak meninggalkan kamar istrinya. Sampai di depan pintu, ia mengacak rambutnya frustrasi. Lebih baik ia ke kantor saja, pikirnya. 

Nyatanya, selama di kantor Imran lebih sering marah-marah. Hampir semua karyawan menjadi imbasnya. Bentakan dan cacian menggema tiap kali ada karyawan yang mengusik ketenangannya. 

"Kamu niat bekerja, tidak? Masa begini saja tidak bisa?!" bentak Imran membuat sekretarisnya tersentak. 

Lihat selengkapnya