Luka dan Bahagia

Nuraenah Yakin
Chapter #3

Invisble Class

IPA 1, kelas yang dipandang paling baik, bersih, dan ajaib haha.. Kelas kami harus menjadi contoh bagi kelas-kelas lainnya. Bagaimana tidak, isi penghuni kelas kami hampir 60% pengurus OSIS tambah lagi wali kelas kami merupakan istri dari salah satu guru yang ditakuti disekolah. Herannya, kelas kami ditempatkan jauh dari kelas lainnya, bahkan dengan kelas IPA 2 yang dapat dibilang saudara satu jurusan.

Kelas kami ditempatkan didekat perpustakaan, katanya agar kami rajin membaca, dan memudahkan wali kelas kami untuk memantau. Ya bagaimana tidak, para penjaga perpustakaan itu merupakan teman dekat dari sang walikelas. Ajaibnya, kami tidak mau menghabiskan masa putih abu-abu begitu saja. Orang lain boleh memandang kelas kami sebagai kelas panutan yang amat ambisius perihal prestasi akademik, atau bahkan penampilan kami yang rapi dijadikan bahan contoh guru-guru kepada siswa lainnya.

Tapi, semua itu tidak berlaku saat kami didalam kelas. Diam-diam kami menggunakan proyektor sekolah untuk menonton film. Atau bahkan sesekali kami membawa handphone ke sekolah untuk mengambil potret keseruan kami.  Mengadakankonser dikelas sudah biasa kami lakukan. Bahkan beradu actingpun kami jagonya, sudah pantaslah kami menjadi pemain FTV. Hahaa

Invisible class, sebutan untuk kelas kami. Kami dapat melakukan hal apapun layaknya kelas lain tanpa diketahui guru. Penghuni kelas kami beragam mulai dari ukhti-ukhti sholehah dengan kerudung panjang, beserta wajah yang indah dipandang. Adem rasanya ketika bersama mereka. Berbeda dengan sekumpulan orang beringas yang memang bermuka sangar dan gordes, nggak ada mereka kelas sepi. Tingkat diskusi bedah tokoh kami berkurang bila salah satu personil dari mereka tidak ada. Oh yaa, satu lagi, sekumpulan orang yang pendiam. Mereka yang paling absurd sih, tapi paling bikin rindu. 

Jam kosong

Tiga meja dijejerkan didepan kelas sepaket dengan bangkunya. Kemudian, tiga orang dari kami duduk santai bak juri di salah satu ajang pencarian bakat dunia tarik suara. Sepuluh orang dari kami mengantri untuk mendapatkan giliran menyanyi, dan yang lain hanya menjadi penikmat kegilaan yang teman-temannya perbuat.

"Iya silahkan berdiri didepan kami. Siapa namanya?" tanya Reno yang berperan sebagai Judika.

"Lesty, dari Bandung" jawab Nada. Dia memang memiliki suara yang indah. Bahkan dia sempat mau mendaftarkan diri di ajang pencarian bakat. Sayang, saat itu kondisi ekomoni dia sedang tidak baik.

Lihat selengkapnya