"Elaraa..! Charger-an gue mana?!" teriak
Mikala.
Sedangkan si empu yan diteriaki sekarang misuh-misuh karena kegiatannya terganggu.
Elara meraih charger dari atas nakas lalu dengan kaki menghentak lantai dengan kesal ia membuka pintu kamar dan memberikannya pada yang punya.
"Lo tuh yaa, kalau pinjem ngomong dulu. Lagian charger lo kemana sih?!"
"Gue dah minjem, lo nya aja yang pikun," balasnya sewot.
"Udah ah, kalau mau ganggu sana pergi aja, gue lagi sibuk ngedate." ucapnya seraya hendak menutup pintu tapi tertahan oleh tangan Mikala.
Mikala melongok melihat kamar adiknya itu yang seperti kapal pecah. Dan yang membuat Mikala kembali mengomel adalah saat melihat sebungkus kripik singkong terbuka di atas kasur.
Mikala menatap Elara yang juga tengah menatapnya tak kalah sengit. Tak ada takut-takutnya memang Elara ini kepada yang lebih tua.
"Ngapa natap gue gitu?!" tanyanya ngegas.
"Jangan kebanyakan makan kripik, El! Bukannya kemarin udah Bunda omelin habis-habisan? Gak ada kapoknya sih lo!"
"Mana tahan gue gak ngemil kripik. Tapi ... sttttt jangan ngadu ke Bunda," ucapnya sedikit berbisik.
Mikala menghela napas lelah. Memang ya adik berjarak 2 tahunnya itu tak pernah bisa lepas dari makanan kriuk kriuk.
"Gak mau. Gue aduin Bunda~" ucap Mikala seraya berlari mejauh, padahal Elara tak akan mengejar karena sekarang gadis itu tengah berpasrah untuk kena omelan panjang Bunda.
"Karma cepet banget datengnya," gumam pasrah Elara.
.
.
Dan benar saja selesai sarapan, Elara disidang Bunda sekaligus Ayah.
Nyali El seketika menciut sedangkan Mika sudah tampak menahan tawa mengejeknya di seberang meja makan.
"El, Bunda bukan larang. Tapi kamu udah berlebihan. Kamu tahu segala sesuatu yang berlebihan itu gak baik?"
"Iya El tahu," cicitnya.
"Udah tahu tapi berapa kali kamu ngulangin?" Tanya ayah.
Elara hanya diam. Jika disebutkan sudah tak bisa terhitung berapa kali ia mengulanginya.
"Mulai detik ini gak ada kripik! No micin! Kalau ketahuan Bunda kurangin uang jajan kamu!"
"Iya iya... Maaf," ucapnya malas. Lalu beranjak dari sana dan sebelum pergi Elara sempat mendelik tajam Mikala yang tertawa tanpa suara mengejeknya.
"Rese!" Ucap Elara dalam hati.
Karina dan Jean sudah terbiasa dengan pemandangan ribut kedua putrinya. Tapi keributan tak akan bertahan lama beberapa jam kemudian juga mereka sudah dekat kembali.
☆°○⏳️○°☆
Belum sampai tengah hari, baru ada mungkin satu jam dari sidang tadi. Nama Elara kembali diteriaki oleh Ayah.
"Elaraa...! Yang coret kaca jendela halaman belakang itu kamu, ya!"