Pelajaran Bahasa Inggris hari itu, horor mencekam, Bu Sri bersiap 'melahap' kami jika salah grammar.
Biasanya Agnes, Nia dan Alvina selalu menyontek PR yang kukerjakan. Hari itu, mereka terlalu sibuk mengobrol sehingga lupa menyalin. Bu Sri bersiap menarik anak rambut muridnya yang tak mengerjakan PR itu. Aku hanya diam saja tak berani menatap guru killer itu.
Agnes, Nia dan Alvina mengomel sepanjang pelajaran karena merasakan sakitnya hukuman dari Bu Sri sambil menyalahkanku yang tidak mengingatkan mereka.
"Salah kalian sendiri ngobrol melulu. Apa sih yang kalian bahas sampai seseru itu?" tanyaku tak rela disalahkan.
"Ini Nia bilang kalo David sebenarnya suka sama kamu, kami membahas cara kalian kenalan." kata Agnes.
"David sama aku kan kenal, kakakku ternyata diam-diam pacaran sama kakaknya David." kataku.
"Nah itu, karena kedua kakak sudah putus maka adiknya aja yang nyambung tali silaturahmi." kata Agnes.
"Silaturahmi apaan. Aneh deh." kataku.
Siang itu, aku, Evi, Maya, Nia, Nana dan Agnes iseng mengunjungi kelas kosong. Tentunya bukan tak beralasan kami berada di sana saat jam istirahat. Kelas itu kosong. Entah ke mana para penghuninya. Kami menuju kelas itu karena rasa penasaran dari Evi.
Melihat jadwal piket yang unik tergantung di sana. Aku membaca-baca nama-nama di sana.
Hari Kamis
1. David D.
2. Ryan F.
3. Luka A.A.
4. Sisilia A.G.
5. Astrid S.
Lalu aku berkomentar,
"David Duck, Ryan Fals. Ini pula ada Luka. Aduh, kakiku luka, gitu kali pasnya. Yang nulis kurang S kali ya, mungkin namanya Lukas." tak ada yang menyahut sampai seseorang membentakku, "Heh, namaku memang Luka, siapa kamu berani ketawa-ketawa gitu?"
Aku menoleh, tapi rasa takut membuyarkan konsentrasiku. Aku menundukkan kepala, tak melihat dengan jelas wajah orang itu. Kami berenam langsung kabur tanpa diperintah.
"Kamu sih ngawur, tadi jadi kamu tambahi huruf S ga tuh di sana?" tanya Evi.