Luka Ini Indah

L
Chapter #19

19. Pertemuan Kejutan

Umur seperempat abad, banyak teman sekolah, teman kuliah dan teman lainnya menikah. Tentunya yang sudah mantap jiwa raga untuk berkomitmen.

Aku? Masih jauh dari kesiapan itu. Walaupun aku punya pacar sekarang, tapi hubungan kami seolah tak berujung. Pertengkaran demi pertengkaran yang seharusnya ga perlu sering terjadi. Lelah rasanya.

Teman sekolahku, Yuan, memintaku menjadi bridesmaid baginya.

"Apa ga salah, Yuan? Kita udah lama banget ga ketemu. Lagian aku kerja di luar kota. Ga cari yang dekat saja kah? Aku ga bisa bantu-bantu lho." kataku saat itu.

"Ah, gapapa, cuma buat keperluan foto aja, nanti sama Rhena dan Octa juga kok. Ayolah, masih tiga bulan lagi kok" pinta Yuan.

Aku terpaksa menyanggupi daripada dikata sombong, lupa teman lama dan sebagainya. Aku adalah seseorang yang sangat memikirkan kata-kata orang lain.

Sore itu, tiba-tiba aku teringat pada Luka yang sekarang tak lagi wara-wiri muncul di unggahan statusku. Terakhir aku melihat unggahannya bersama seorang wanita.

Iseng aku tunjukkan foto itu pada Rere, memancing komentar temanku yang ceplas-ceplos itu.

"Nih, Re, lihat pacar temanku yang ga mau dikenalin sama Kak Ririn. Cantikan mana?" tanyaku.

"Kalo make up jadinya begini ya lebih cantik Kak Ririn." jawab Rere.

"Benar kan? Cantik Kak Ririn ke mana-mana. Emang orang terlalu pemilih itu ga baik."

Aku seolah ga terima dengan ucapannya yang bagiku agak sok ganteng gitu. Aku masih berselancar mengamati unggahan Luka, yang akhir-akhir ini sering sekali membuat status galau. Aku 'gatal' untuk berkomentar ketika ia membuat status aneh.

"Entah mengapa aku masih mengingatnya. Padahal di sini ada yang menungguku. Bersama dengan seseorang di sini, memikirkan seorang yang lain di sana. Dia yang sudah bersama orang lain. Di sini, aku tak ingin berbuat kesalahan karena emosi sesaat."

Aku : Hayoooo... Mau ngapain?

Luka : Ada deh ;p

Aku : Kesimpulan, mau selingkuh ya?

Luka : Weh, enak aja, setia begini dikata mau selingkuh.

Aku : SElingkuh TIada Akhir, hahaha...jangan gitu, Mas!

Luka : Menghina.

Daniel : Sama Inex?

Luka : Sama teman-teman, Om.

Daniel : Ehem, cihuy, asoy dong, dingin-dingin, cari kehangatan sama yang hot.

Luka : Hahaha...not yet

Setelah kami berbalas-balasan komentar, temannya juga berkomentar. Aku hanya tersenyum melihat komentar itu.

Tiga bulan berlalu, aku pergi ke kota teman lamaku. Aku janjian bertemu dengan temanku yang lainnya. Rhena datang menjemputku.

"Lama ga ketemu kamu, Ndah. Kurusan ya daripada waktu terakhir reuni?" katanya.

"Stress. Eh, siapa emang groomsmennya?" tanyaku penasaran.

"Frans dan Leo, satunya aku ga kenal." jawab Rhena.

"Lha, itu pacar kalian dong. Wah, ga enak di aku. Harusnya aku bawa pacar juga ya."

"Kali aja emang kamu mau dijodohkan. Yuan kan tahu banget tipe pria seperti apa yang kamu cari."

"Tampak jomblo ya? Sebal."

"Gapapa, kali aja nyantol."

"Kalo nyantol, gimana dong sama pacarku?" kataku sambil bercanda.

"Lho, katamu sudah perang dingin?"

"Ya juga sih."

"Kamu memang selalu menyimpan rapat semua kisah cintamu. Ga salah kami khawatir padamu."

"Aish, sudahlah, santai aja."

"Pasti mau bilang, love when you're ready, not when you're lonely. Quote andalan." kata Rhena.

Jelas saja waktu itu aku sedang bermasalah dengan Mario. Terlalu banyak kesalah pahaman yang aku tak mengerti. Begitu rumitnya sebuah hubungan bagiku. Ketika aku pergi, malam harinya ia sudah bilang mungkin kami tak perlu bersama lagi. Padahal dia kuajak juga ga mau.

Pagi-pagi buta, aku yang menginap di rumah Rhena pergi bersama. Pikirku saat itu, benar-benar enak bagi Rhena dan Octa. Berpasangan dengan pacar sendiri, apa susahnya. Aku?

Ketika bertemu Yuan di tempat acara, aku langsung protes padanya, "Heh, kalo mau menjodohkan orang itu bilang. Pakai acara minta tolong segala."

"Rhena sama Octa sudah punya pacar, masa ga digunakan? Lha kamu ini ga jelas."

"Awas kamu ya! Kesal nih. Siapa yang mau dijodohkan lagi kali ini?" tanyaku. Sebelumnya Yuan memang pernah mengenalkan beberapa orang padaku. Jelas aku enggan dijodohkan. Dulu aku pernah dikenalkan dengan teman kakak sepupunya yang berusia 15 tahun di atasku. Terakhir dia mengenalkanku dengan teman SMPnya yang sedang terburu-buru mencari istri. Jelas aku ga siap diajak menikah muda. Apa enaknya pula?

Setelahnya kami bersiap-siap untuk acara-acara lanjutan. Ketika temu pengantin, aku benar-benar terkejut melihat orang yang setidaknya pernah aku suka di masa kecilku. Dia sama kagetnya denganku bertemu di sana.

Mungkin ekspresi terkejut kami lebih alami daripada ekspresi wajah pengantin saat temu pengantin. Pengiring pengantin lain memang berpasangan, jadi tak masalah jika bergandengan. Bahkan menyimpulkan tangan dengan mesra. Aku dan Luka? Siapa kami sampai harus mengikuti mereka.

Ya Tuhan, meskipun aku berkata sudah melupakannya dan aku sudah punya pacar, mengapa irama jantungku menjadi tak beraturan begini? Tanganku pun ikut-ikutan menjadi dingin. Luka menggandeng tanganku dengan santai, lalu seperti biasa, kami akan memulai perdebatan.

"Jangan grogi gitu dong, Ndah, kan cuma gandengan gini aja, demi kepentingan acara." katanya.

"Ah, siapa juga grogi. Tapi kalo ketahuan pacarku kan ga enak. Apalagi ketahuan pacarmu."

"Aku belum punya pacar kok. Bebas aja gandengan ama siapa aja." jawabnya santai.

"Iya deh, tuan playboy, gandeng tante-tante juga boleh."

"Oke, Tante Indah."

"Sialan! Aku bukan Tantemu, kapan juga nikah sama Om kamu?"

"Lho, mau nikah sama Om aku? Tapi Om aku sudah nikah semua. Jangan desperate segitunya dong kalo belum laku."

"Awas kamu! Aku ini limited edition. Sudah ga beredar di pasaran, ngerti? Jangan-jangan kamu yang diobral?"

"Ooooh, produk gagal yang direcall? Kasihannya. Aku? Jelas laris manislah. Malah makin naik pasaran karena langka."

"Ooo barang koleksi? Sudah dimusiumkan? Kasihan dong."

"Gapapa deh, dipajang, dipandangi banyak orang dengan kagum. Tampan begini."

"Aduh, mau muntah. Udah kalo udah laku ga usah promosi. Kujual pula nanti dirimu."

"Dijual cepat tanpa perantara, di bursa bisnis online ya? Kamu aja kayaknya lumayan, aku yang dapat pemasukan tambahan."

Tak tahan untuk tidak memukul dirinya. Entah dari mana tak ada rasa tersinggung dengan hinaan itu. Aku justru malah tersenyum sambil memukulnya.

Rehat saat acara siang, Yuan, Rhena dan Octa beserta pasangan mereka sama-sama penasaran dengan kami, "Kalian kenal dari mana?" tanya Iwan, suami Yuan dan teman Luka.

"Dari mana ya? Dari desa. Tuh gadis desa yang berurbanisasi memenuhi kota." kata Luka.

"Heh, emang kamu ga? Ngaca, Mas, ngaca! Lagi pula lebih desa dirimu. Aku kan tinggal di ibukota kabupaten, kamu? Pucuk gunung, dasar lembah." jawabku.

"Benar kan, Say, Indah itu suka sama tipe-tipe gini. Cocok kan mereka, ribut terus." kata Yuan pada Iwan.

"Mana ada? Capek dong ribut terus? Lagian ya, ini orang kalo kalian tahu, kubocorkan rahasiamu ya, Kak. Pemilih banget, selera tinggi, bawel, aneh. Ga ada baik-baiknya deh." kataku.

"Oooo, ya wajib dong. Masa aku sembarangan? Buat sekali seumur hidup masa asal comot. Kamu kali kebanyakan mantan tapi ga nikah-nikah." kata Luka.

Lihat selengkapnya