Luka Ini Indah

L
Chapter #29

29. Yang Pertama

Empat bulan berlalu, aku pernah mencoba meminta maaf pada Luka untuk kejadian itu. Dia tak pernah membalas pesanku lagi sampai hari ini. Dia memilih mengabaikanku dan mungkin aku harus merelakannya. Rasanya dia serius dengan ucapannya.

Kupikir-pikir, sepertinya dia bukan orang mesum yang mencoba memperdayaku. Dia mungkin lupa aku bukan pacarnya, bukan saudaranya, aku hanya orang yang membingungkan baginya. Mungkin aku terlalu berlebihan meresponnya. Ah, sudahlah, toh aku juga terbiasa hidup menyesali banyak hal.

Kala itu aku pulang saat libur Paskah. Setelah lama aku tak pulang ke kampung halaman. Biasanya aku rutin pulang saat libur Lebaran dan libur akhir tahun. Walaupun tak lama, mengingat aku sudah tak berkawan di kota kecil ini. Tahun itu aku memilih pulang lebih sering untuk menemui papaku yang mulai sakit-sakitan.

Teman masa kecilku yang masih tinggal atau sedang kembali ke kota ini mengajak reuni di restoran baru milik kawan lama kami. Di sana kami mengobrol tentang masa lalu dan masa sekarang.

Aku bertemu Nana kembali, sahabat lamaku yang sibuk. Evi sudah menikah dan sedang hamil tua. Memang bukan Evi kalo tak ceplas-ceplos dan agak tak tahu malu.

"Indah sama Nana ini lho, betah banget jadi jomblowati. Nana sih sudah bolak-balik ganti pacar, Indah ini gimana?" tanyanya.

"Aku sibuk, ga ada waktu cari pacar. Carikan dong daripada cuma bertanya!" jawabku.

Nana tersenyum, ia tahu aku masih menyukai Luka, entah sampai kapan.

"Indah ini masih suka sama cinta pertamanya yang berepisode-episode ceritanya ga pernah tamat." kata Nana.

"Oya? Siapa, Ndah? Apa kamu pernah jatuh cinta? Secuek ini apa paham hal seperti itu?" kata Evi.

"Indah itu cuek di muka, melankolis di hati." kata Sandy sok memahamiku.

"Ah, kalian sok tahu semua. Aku cuma belum menemukan saja yang bisa disayang dan menyayangi aku." jawabku.

"Ada yang sayang, dibuang. Maumu yang seperti apa sih, Ndah?" tanya Sandy.

"Mauku ya yang seiman, seamin, setia, cakep, pintar, atletis, kaya—"

"Stop, jangan cari yang sempurna! Hanya Tuhan yang sempurna."

"Selain berdoa, berkacalah! Tapi sekarang kamu sudah jauh berubah sih." kata Arif.

"Udah sering mengaca. Kenapa emang? Sialan kamu! Penghinaan banget!"

"Bukan, dulu kamu pernah suka kakak kelas yang cakepnya sekelas model itu. Jelas bertepuk sebelah tangan dong! Mending sama aku waktu itu. Bergandengan tangan deh kita sepanjang jalan kenangan." katanya.

"Untung ini reuni ga bawa pasangan. Bisa tidur di teras kamu, Rif." kata Nana.

"Kan kubilang dulu. Mungkin sekarang si kakak kelas baru menyesal tak menerimamu, Ndah."

"Tunggu, maksudmu kakak kelas yang mana? Aku aja lupa." tanyaku.

"Ketua OSIS itu kan?" kata Arif.

"Bukan, Rif, Indah itu idolanya anak SMA itu lho." kata Sandy membuka aib.

"Halah, kalian ini ga ada bahasan lain?" kataku.

"Sekarang kamu ini termasuk high quality jomblo di angkatan kita, Ndah." kata Evi.

"Iya dong, kalian sudah berpasangan semua. Aku dan Nana pasti yang jadi korban bullying." jawabku.

"Nana ini banyak koleksi, tak terlalu mengkhawatirkan. Kamu ini diam-diam ga ada kabar." kata Sandy.

"Duh, ganti topik. Ini acara reuni atau biro jodoh?" kataku lagi.

"Sudah, percuma, hati Indah sudah digadaikan sama seseorang." kata Nana.

"Makan aja yuk!" kata Sandy akhirnya.

Sepulang reuni kecil itu, Nana menginterogasiku, "Ndah, jujur, kamu beneran masih suka sama Luka? Bukannya kamu sudah punya pacar?"

"Sudah setahun aku putus. Sempat ketemu lagi sama Luka sih. Dia itu agak-agak susah dilupakan. Empat bulan lalu, dia— Ah, lupakan, dia sudah punya pacar. Sekarang malah ga pernah melihatnya." kataku.

"Iya, sudah punya pacar. Dengar-dengar adik kelasnya. Ya sudah, ikhlaskan dong! Namanya ga jodoh."

"Iya, nanti aku kalah cantik sama dia, malas. Cari itu yang sepadan. Kan jodoh katanya cerminan diri kita. Pas bercermin wajahnya ga sama, nah gimana?"

"Heh, Oon, bukan wajah secara fisik. Kamu lihat itu kakak iparmu, kakakmu cakep, kakak iparmu biasa. Hayo?"

"Nah itu, kakakku cakep kok aku ga? Astagaaa, Nanaaaaa, kamu mau menyindirku?" kataku sambil tertawa.

"Gila ya kamu?"

"Kangen lho sama kamu. Biasanya kamu sibuk-buk-buk. Tiap aku pulang kamu sibuk. Seringnya ga di rumah jadi susah diajak ketemuan."

"Iya, serasa ga punya teman ya. Jauh semua, aku sendirian di sini. Sepi juga, mana teman-teman cowok sudah nikah semua tuh. Sisa aku dan Sammy."

"Ya udah, kamu sama Sammy aja."

"Kamu aja deh sama Sammy. Aku mau cari yang lain."

"Enak aja, aku aja yang cari yang lain. Kamu sama Sammy aja! Lumayan melestarikan galur murni kota kita. Aku mau mengembangkan sayap di kota lain."

"Halah, mau ke mana lagi? Perlu ke Bandung, Jakarta, Yogyakarta? Kelilingin aja tuh pulau Jawa!"

"Entahlah, Na. Aku lagi bosan libur kelamaan, kerja kelamaan juga bosan. Jalan-jalan yuk ke mana gitu?"

"Ke Jakarta atau Bandung yuk. Sekalian kabur yang jauh."

"Kurang jauh, ke Thailand aja sekalian atau ke Korea atau ke Jepang? Bikin paspor gih!"

"Mau jadi TKI aja kah? Lumayan ke Hongkong atau Arab sekalian tuh."

Lihat selengkapnya