Luka Ini Indah

L
Chapter #25

25. Bocah Aneh

Aku mematuhi janjiku pada diriku sendiri. Tak mencarinya, tak menghubunginya, tapi tetap masih memikirkannya. Apalagi ia sudah menghilang. Aku berusaha tak lagi memata-matai akunnya. Berusaha menetralkan perasaan yang pernah terbentuk kembali.

Yuan masih rajin mengabariku tentang Luka. Bahkan sampai sejauh ini aku dan Luka tak pernah bertukar nomor handphone. Sesuatu yang mengejutkan bagi Yuan.

"Ndah, kamu beneran ga punya nomor Alex?" tanyanya lewat telepon.

"Ga punya, sekarang aku ga pernah kontak sama dia kok." jawabku.

"Kenapa sih dua orang yang saling mencintai ga bisa bersatu?" tanyanya.

"Siapa sama siapa?"

"Kamu sama dia, Oon!" bentaknya.

"Kuakui mungkin aku suka sama dia, anggap saja gitu. Dia ga ada rasa sama sekali padaku."

"Kamu sih, sudah aku bicarakan berkali-kali, ga nyantol juga. Show him!"

"Waktu itu aku hampir saja mengaku. Untung otakku masih bekerja, aku berhasil membereskannya."

"Kalo banyak yang menunjukkan padanya tentang rasa suka, kamu diam aja, jelaslah dia menyerah juga."

"Anggap ga jodoh."

"Ah, kamu yang repot dan ruwet. Complicated." Yuan mengomeliku.

Semangat sekali temanku ini mencomblangkan aku. Padahal di sini aku sedang malas berpikir tentang cinta. Kuakui sesekali aku masih teringat pada Luka karena aku bukan orang yang mudah lupa. Terlebih dia memberikan banyak kenangan padaku terakhir kami bertemu. Bahkan aku nyaris terpancing mengungkapkan perasaan padanya.

Malam itu, ketika tiba-tiba aku memikirkannya, notifikasi pesan di messengerku menyala. "Hai, Ndah!" sapa Luka waktu itu.

Galau aku harus menjawab atau mengabaikan pesan itu. Tumben juga dia muncul. Akhirnya kuabaikan saja pesannya. Eli, teman kosku masuk kamarku. Ia duduk di depan laptop yang menyala, meminta izin pinjam untuk menyelesaikan tugasnya mengingat laptopnya rusak. Aku memang melihatnya mengetik, tapi aku tak tahu dia mengetik apa, sambil tersenyum aneh.

Kulanjutkan membaca buku motivasi yang kupinjam dari Kak Anna. Biasanya buku ini akan membantuku tidur lebih cepat. Aku rebahan malas seperti biasa di kasurku. Eli masih tersenyum-senyum sendiri.

"Ngapain, El? Cepat dikerjakan itu tugasmu! Aku mau main Zuma."

"Ah, game kok ga berkembang. Zuma, Solitaire, yang lain gitu lho. Nancy Drew gitu, tapi jangan pakai petunjuk!"

"Biarin, aku suka kok. Sederhana. Main game kok berpikir bikin stress." jawabku.

"Iya ya, mikir ayang Luka aja ya."

"Nah itu menghabiskan RAM otakku aja. Ga usah, didelete aja file tentang dia."

Eli tersenyum lagi. Ada yang janggal dengan senyumannya. Setelah itu ia berpamitan kembali ke kamarnya. Aku kembali menguasai laptopku. Baru sadar ada yang salah dengan messenger itu.

[02/05 19.45]Me : Ya?

[02/05 19.45]Luka : Lagi ngapain?

[02/05 19.46]Me : Mikirin kamu.

[02/05 19.51]Luka : Hah?

[02/05 20.08]Me : Iya itu orangnya lagi mikirin kamu.

[02/05 20.09]Luka : Siapa?

[02/05 20.09]Me : Orang yang kamu chat.

[02/05 20.09]Luka : Terus ini siapa?

[02/05 20.10]Me : Teman curhatnya.

[02/05 20.10]Luka : Curhat apa dia?

[02/05 20.10]Me : Tentang kamu.

[02/05 20.10]Luka : Aku?

[02/05 20.10]Me : Kamu yang ga jelas.

[02/05 20.11]Me : Membiarkan dia pasang dan surut.

[02/05 20.11]Me : Timbul dan tenggelam.

[02/05 20.11]Me : Marah dan bahagia.

[02/05 20.11]Me : Menangis dan tertawa.

[02/05 20.14]Me : Ya kamu itu. Di mana hatimu sebenarnya?

[02/05 20.22]Luka : ?!?!?!?!?!?!

Lihat selengkapnya