Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, hujan deras turun tanpa henti. Suara tetesan air menari-nari di atap rumah tua yang rapuh, beradu dengan desah napas seorang gadis kecil yang terbaring di tempat tidurnya. Namanya Kirina Aspandi berusia tujuh belas tahun. Sejak kecil hidupnya sudah dipenuhi oleh cobaan yang tak terkira.
Ayah Kiri, Bapak Rudi, bekerja sebagai satpam di sebuah sekolah elit. Ibunya, Ibu Sari, menghabiskan hari-harinya di rumah, menjalani rutinitas yang monoton dan tanpa ada harapan. Ketidakberdayaan Ibu Sari mengakar dalam karena warisan patriarki yang mendalam dalam keluarganya. Segala penderitaan yang pernah dialaminya, ia wariskan pada Kiri. Sementara itu, adik laki-laki Kiri, Bhaskara adalah anak yang sangat dimanjakan. Semua keinginannya dipenuhi tanpa ada batasan, dan tak jarang, hak Kiri sebagai kakak harus dikorbankan demi memenuhi keinginan Bhaskara.
Kiri memiliki seorang sahabat laki-laki bernama Langit. Langit tinggal tepat di depan rumah Kiri dan sudah menjadi teman setianya sejak kecil. Langit memahami kesulitan Kiri secara mendalam—dari jarangnya ia makan hingga baju-baju yang ia kenakan hanya turunan dari Bima. Langit selalu mendukung Kiri diam-diam, berusaha menyelipkan sedikit kebahagiaan dalam hidupnya yang kelam.
Di bawah sinar bulan yang redup, Kiri duduk sendirian di tepi jendela, menatap hujan yang turun tanpa henti. Perasaan putus asa meresap dalam dirinya, dan ia mulai berpikir tentang jalan keluar dari belenggu hidup yang menyesakkan ini.