"Aku disini masih dengan harapan yang sama."
~KanayA~
***
Biarkan aku disini dengan kehampaan
Tanpa kepastian darinya
Berjuta bintang yang menjadi saksi
Atas segala harapanku
Izinkan aku mengagumimu
Tanpa harus mencintaimu
Karena itu hanya kemustahilan
Yang tak bisa aku capai
Izinkan aku melihat senyumanmu
Meski bukan aku yang membuatmu tersenyum
Biarkan sejenak itu terjadi
Diaryku penuh dengan namamu
Nama yang selalu aku harapkan
Tak pernah aku bosan menuliskan namamu
Biar aku ukir namamu dalam sejarah hidupku
Bahwa aku pernah mengagumi seseorang
Yang tak mungkin bisa aku miliki
Aku tuliskan namamu diakhir bulan oktober
Semoga di November, masih namamu yang aku tulis
Hari ini merupakan hari yang begitu bahagia bagi, Kanaya. meskipun ada kecewa. Biarlah waktu yang akan menjawab dari kebingungan. Kanaya merasakan ada kebahagian yang bisa memasuki relungan jiwanya.
"Daripada kerjaan lo bengong, mendingan lo bikinin gue makan," ucap Ersa—kembaran Kanaya. Meskipun mereka berdua kembar, tetapi tak ada kemiripan diantaranya. Ersa menjadi kakak, merasa semena-mena.
"Buat saja sendiri, kenapa harus aku? Yang lapar kamu bukan aku," jawab Kanaya.
Memang hubungan Kanaya dan Ersa tidak baik sejak kecil. Dulu kedua orang tuanya sangat menyayangi, Kanaya. Kanaya yang selalu membuat kedua orang tuanya bangga. Berbalik dengan Ersa, yang selalu membuat kedua orang tuanya kesal dan kecewa. Itu dulu, sekarang berbeda. Ersalah yang selalu diprioritaskan oleh kedua orang tuanya.
"Wow berani banget lo ngomong gitu? Mau gue laporin kenyokap bokap, biar lo dihukum? Lo, itu hanya seorang pembunuh, untung saja kedua orang tua gue, nggak masukin lo kepenjara," ujar Ersa.
"Aku bukan pembunuh!" tegas Kanaya.
"Mana ada maling ngaku, banyak buktinya bahwa lo itu pembunuh adik gue Dio. Untungnya juga lo masih bisa menghirup udara bebas," tutur sadis Ersa.
"Aku nggak pernah membunuh, Dio. Mana mungkin aku tega membunuh adikku sendiri," jelas Kanaya.
"Ingat, ya! Di sini lo hanya numpang, orang tua kita nggak akan percaya semua yang lo omongkan. Nggak ada orang yang akan percaya sama, lo. Lo itu udah di buang! Dan gue nggak sudi punya adik pembunuh seperti, lo! Dan sebentar lagi, gue perkirakan lo akan di usir dari rumah ini!" ujar Ersa. Ersa pergi meninggalkan Kanaya di kamarnya.
Tiba-tiba saat Ersa hendak menuju pintu kakinya tersandung, lalu terjatuh. Di saat itu pula Mama masuk ke kamar Kanaya, pintu kamar Kanaya terbuka jadi sangat terlihat jelas. Ersa meringis kesakitan.
"Ada apa ini, Ersa kenapa kamu bisa terjatuh?" ujar Mama yang mendekati Ersa. Kanaya hanya mematung di tempat.
"Sakit, Ma. Tadi aku di suruh Kanaya untuk ke kamarnya, aku pun menurutinya. Setelah itu Kanaya menyuruh aku untuk mengerjakan tugas kuliahnya, karena Kanaya akan pergi ke mall untuk belanja. Aku menolaknya, sebab aku juga punya tugas kuliah. Karena aku menolaknya, akhirnya Kanaya mendorong aku dengan kencang, untung saja tidak terkena pintu," tutur Ersa dengan dramatisnya. Kanaya yang mendengar semua pernyataan itu kaget. Semua itu bohong.
"Aku nggak gitu, Ma. Ta-" Pembelaan Kanaya terpotong oleh Mamanya.