LUKA MEMELUK LUNA

essa amalia khairina
Chapter #3

RESTU

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas menit pagi hari. Jalanan ibu kota semakin jejal oleh kendaraan dan pejalan kaki yang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing.

Sesekali, keduanya menyembunyikan rasa penat yang sama-sama tak bisa tergambarkan. Melewati bangunan-bangunan umum yang sering dikunjungi orang seperti toko roti, pasar, dan terminal adalah rintangan terberat bagi Ferdi ketika mengemudikan mobilnya untuk segera tiba di tujuan.

Usai kendaraan beroda empat dan kendaraan besar lainnya kembali bisa merayap meski dengan laju lambat, ia menghembuskan nafasnya melepas kesal. Tapi tak lama, mobilnya kembali berhenti saat melewati persimpangan lampu merah. 

"Papa gak tahu jalan tikus daerah sini, emang?" Protes Luna sambil melirik jam di lengannya. 

"Setahu Papa, jalan tikus di daerah sini hanya cukup untuk kendaraan bermotor saja, sayang." Jawab Ferdi menatap digit angka di lampu merah. "Hanya menunggu dua menit saja untuk kembali maju. "

"Berapapun lamanya, itu adalah waktu yang terbuang!"

Ferdi tertawa. 

"Papa kok ketawa?!"

"Sayang... Kalau tahu kamu terlambat, kenapa bangunnya siang? Kalau tahu waktu adalah hal yang berharga buat kamu... Kenapa kamu..."

Tiiiiit..... Tiiiiit...! 

"Lunaaaaa?!"

Luna memoleh menatap ke arah jendela luar sana. Matanya yang suntuk mendadak sumringah saat mendapati seorang lelaki yang mengendarai sepeda motor dan mengenakan seragam yang sama. "Mas Zaki!"

"Lun. Bareng aku ke sekolah naik motor, yuk! Kalau naik mobil, di depan pasti macet lagi. Kamu bakal telat banget ke sekolah!"

Luna mengangguk setuju. "Boleh!" 

Tetapi, saat pintu hendak di buka, Luna memoleh menatap sang Ayah dengan seraut wajah kecewa. "Papa kenapa di kunci pintunya?!"

"Luna. Papa gak setuju kalau kamu pergi naik motor sama dia!"

"Pa, tapi Mas Zak..."

"Mas?!" Tukas Ferdi kembali menarik tuas persneling dan melajukan lagi mobilnya. 

Kali ini, jalanan sudah lumayan renggang, kemudian Ferdi menancapkan pedal gasnya sedikit lebih dalam. "Kamu panggil dia dengan sebutan mas? Kalian pacaran?"

Luna bergeming. Sebenarnya, tak ada hubungan apapun di antara mereka berdua. Hanya saja, kebersamaan mereka yang selalu orang anggap kedekatan keduannya itu seperti orang pacaran. Termasuk Ferdi yang menganggap hubungan keduanya menang serius dan perlahan menimbulkan kegelisahan di hati kepada anak satu-satunya itu. Selama ini Zaki belum pernah mengungkapkan perasaan apapun setelah cukup jauh lelaki itu mengenal Luna. Keduanya dekat tanpa ada status yang kuat untuk mempertahankan hubungan mereka. 

"Luna jawab, Papa?!" Desak Ferdi mengejutkan. Ia membanting setirnya ke kiri saat mengambil salah satu perlintasan jalan. Tak lama, ia menghentikan mobilnya di bahu jalan setibanya mereka berada di depan gerbang sekolah Luna. "Kamu panggil dia, mas?"

"Emang salah, Pa?"

Ferdi menggeleng. "Luna, yah jelas salah! Kalian itu masih... Masih sekolah! Masih pelajar, Luna. Kamu boleh berhubungan dengan lelaki manapun tapi jangan anggap hubungan kalian itu serius apalagi kalau hubungannya itu sudah seperti orang menikah saja. "

Luna bergeming. Ntah mengapa panggilan itu memang membuat Luna cukup nyaman saat bersama Zaki. 

"Kamu suka sama dia?!" 

Hening. 

"Papa ingin kamu lulus sekolah dan sukses seperti..."

"Papa?" Sela Luna. "Aku paham. Aku pamit."

"Tunggu, Luna." Sergah Ferdi menarik lengan gadis itu. "Satu lagi. Papa hanya ingin kamu menikah dengan lelaki yang telah Papa pilihkan untuk kamu."

Luna mendengus menahan kesal. "Mas Zaki pasti akan menjadi lelaki pilihan Papa di masa depan nanti. Aku pamit!"

Luna segera membuka pintu mobilnya dan beringsut turun. Langkahnya terbirit-birit masuk ke sekolah hingga akhirnya ia menghilang dari pandangan. Sementara, Ferdi hanya menelan saliva dengan gelengan di kepala. Gadis kecil Papa sudah semakin dewasa. Papa hanya ingin kamu bahagia, Luna. 

Lihat selengkapnya