"Bik Tuti."
Gerak Bik Tuti terhenti saat mendapati wanita yang akhir-akhir ini selalu membantu pekerjaannya menjadi lebih sedikit ringan, datang mendekatinya. "Eh, Non Luna."
"Bik Tuti lagi apa? Sepertinya sibuk sekali."
"Ada tamu arisan Ibu di depan, Non." Jelas Bik Tuti sembari menata berbagai jenis kue di sebuah piring berbentuk pipih itu.
"Biar saya bantu ya, Bik."
"Enggak usah, Non. Non lebih baik duduk manis aja. Ini biar Bibik yang urus."
"Luna!" Sahut seseorang membuat keduanya menoleh mendapati Lidya. "Kamu bawa makanan ke depan!" Perintahnya menatap Luna tajam.
Luna mengangguk menurut dan mulai mengambil sebuah nampan yang tergantung pada sebuah dinding dapur. "Biar saya aja ya, Bik."
Lagi-lagi hal itu di lakukan wanita tersebut, atas dasar perintah majikannya. "Yakin, Non?" Seraut wajah Bik Tuti penuh kekhawatiran.
"Apa yang buat saya ragu?" Luna menarik senyum. "Saya hanya ingin meringankan pekerjaan Bik Darsih." Tambahnya sembari meletakan piring-piring itu di atas nampan dan membawanya pergi ke ruang tamu sesuai arahan Lidya.
Mula-mula, terdengar sayup suara mereka tengah bercengkrama. Lambat laun, apa yang mereka bahas semakin terdengar jelas seiring langkah Luna lebih dekat bergerak.
Namun, pada saat mereka tersadar oleh kehadiran Luna, mendadak semuanya senyap dan saling menatap dirinya secara bersamaan.
"Jeng. I-Ini... Ini siapa?" Tanya salah satu wanita menatap Luna dari atas kepala hingga ujung kaki.
Tubuh Luna setengah membungkuk dengan segaris senyuman hangat. "Perkenalkan, nama saya Luna... Tante. Saya i-"
"Oh, ini mah pembantu baru yang bekerja di rumah saya!" Sambar Lidya.
Luna tersentak menatap ibu mertuanya.
"Hey!" Lidya menatap Luna yang segera menghidangkan beberapa makanan dari nampan ke atas meja kaca dengan tertelan dan sedikit gemetar di tubuhnya. "Maaf ya, Jeng. Pembantu saya ini baru. Jadi, dia ini masih harus banyak belajar dengan pekerjaannya."