LUKA MEMELUK LUNA

essa amalia khairina
Chapter #8

BERMALAM DI BAR

Mobil yang di tumpangi Luna akhirnya berhenti di sebuah tempat yang letaknya tak begitu jauh dari pusat kota. 

Langkah Luna bergerak cepat untuk masuk ke dalam sebuah tempat yang baru kali pertama ia kunjungi. 

Luna di sambut oleh suara musik hip-hop dan cahaya lampu berkilau berkedip. Bulat matanya membaur ke segala penjuru yang nampak. Mencari keberadaan lelaki itu dengan seksama...

Di sebuah sudut meja bartender, Luna mendapati Adit tengah terduduk lemas sambil menutup wajah dengan kedua lengannya yang di lipat di atas meja. Dengan segera, ia bergerak mendekatinya. 

Adit yang hilang kesadarannya, menatap sayu seorang wanita yang perlahan membuat ia tertawa renyah. 

"Mas. Ayo pulang."

"Kamu. Wanita pembawa sial yang berhasil masuk ke dalam kehidupanku!" Jelas Adit sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah Luna. 

"Mas, kita pulang ya. Nanti Ayah kamu tanya kita." Luna menarik lengan kokoh Adit. 

"ENGGAK...!" Pekik Adit sembari mendorong tubuh Luna hingga terhempas jatuh. "Ngapain kamu mikirin aku, huh?"

Luna tertelan dan kembali bangun. "Mas, aku mohon pulang ya, Mas. Nanti kalau Om Surya tanya kita. Aku harus jawab apa?"

Adit kembali tertawa. Raut wajahnya pahit menyembunyikan rasa kecewa.

"Mas Adit..."

"Kamu itu udah menghancurkan masa depanku! Kamu..." Adit menoyor-noyor kepala Luna. "Wanita pembawa sial!!"

"Mas..."

"Kamu pikir pernikahan ini lambat laun akan lebih baik?!" Lanjut Adit. "Enggak! KAMU JANGAN PERNAH... BERHARAP BISA BAHAGIA HIDUP SAMA AKUUUU....!!" 

Suara lantang Adit meneriaki Luna membuat sebagian pengunjung Bar sempat memandangi keduanya. 

Kelopak mata Luna menghangat. Lambat laun, memulihkan sesuatu dari sana. "Mas. Malu di dengar banyak orang di sini."

Adit tertawa sembari melonggarkan kancing kemeja kantornya yang sudah amat berantakan. "Malu? JUSTRU KAMU YANG GAK TAHU MALUUU...!" 

Adit kembali mendorong tubuh Luna. Kali ini dengan dorongan cukup keras sehingga Luna merasa kesakitan saat kepalanya terbentur sesuatu benda yang tajam. 

Perlahan, dahi Luna memancarkan darah segar di ikuti rasa sakit yang membuatnya setengah pusing dan lemas. Air mata tak tertahan, membuat Luna malam ini di belenggu oleh luka yang kembali harus ia terima. 

Tak lama, dua pria berompi hitam datang mendekati kegaduhan yang mereka buat. Satu pria lagi membantu Luna untuk bangun, dan satunya lagi mencoba menenangkan Adit dengan menyodorkannya segelas air putih yang pada saat itu juga Adit rampas dan menyiramkannya tepat ke wajah Luna. 

"Pak. Jangan seperti ini. Itu istri Bapak."

Adit menggeleng menatap Luna tajam. "Dia bukan istri saya."

"Siapkan satu kamar untuk saya malam ini."

"Tapi..."

"Biarkan saja dia." Lanjut Adit bergerak meninggalkan Luna dengan jalan sempoyongan. 

********

Aroma masakan dari dapur tercium tajam. Satu per satu, Bik Tuti menghidangkan sarapan pagi di meja makan. Mulai dari nasi goreng sampai hidangan lainnya tersaji lengkap di atas meja kaca itu. 

Lidya lebih dulu tiba. Di susul Surya. Keduanya menatap kedua kursi kosong di hadapannya. 

Lihat selengkapnya