LUKA MEMELUK LUNA

essa amalia khairina
Chapter #9

LIDAH BERBISA LIDYA

Beberapa Tahun Kemudian...

Pada dasarnya, takdir Tuhan itu selalu baik. Sulit menerima adalah hal yang membuat seseorang menjadi terluka. Ikhlas, mungkin adalah cara terbaik untuk membuat kehidupan Luna merasa jauh lebih baik meski sangat sulit di lalui. 

Belajar menerima Adit sebagai suaminya yang telah Tuhan berikan meski dengan cara yang tidak di inginkan adalah takdir yang mau tak mau mesti Luna terima.

Setiap hari bahkan setiap saat Luna berusaha untuk menjadi yang baik sebagai seorang istri bagi lelaki itu meski bayang-bayang Zaki selalu menghantuinya. 

Tak ayal, rasa rindu membelenggu tatkala apa yang ia lakukan terhadap Adit mendapat balasan yang tak sebaliknya. 

Sampai saat ini, perlakuan Adit masih enggan menerima kehadirannya. Berulangkali Luna seringkali mengalah dan bicara kepada Adit bahwa pernikahan bukanlah saling mencintai. Melainkan menerima pemberian Tuhan agar saling mencintai. Namun hal itu justru semakin membuat lelaki tersebut membencinya. 

Jangan harap pernikahan kita akan baik-baik saja! 

Jawaban yang selalu Luna terima dengan hati yang harus memiliki ruang seluas lautan...

Tak hanya Adit, Lidya sama halnya dengan lelaki tersebut. Seperti ucapan yang pernah ia katakan dulu. Lidya selalu memperlakukan Luna sama halnya ia memperlakukan Bik Tuti, bahkan lebih parah. 

Kebencian yang di miliki Lidya terhadap Luna seolah di perlihatkannya secara terang-terangan. Makian dan cacian bukanlah hal yang membuat wanita itu puas begitu saja. 

Kebaikan dan kelembutan mereka lakukan pada saat Surya ada di rumah. Hal itu mereka lakukan semata-mata hanya untuk menjaga apa yang mereka miliki. 

Ya. Surya pernah mengancam Adit untuk mengembalikan kembali seluruh aset yang di milikinya jika Adit masih belum bisa menerima Luna sebagai istrinya. Sementara, Lidya yang sebagai Ibu kandung yang begitu cinta dan ingin melindungi anaknya dari keegoisan suaminya selalu menutupi apa yang sebenarnya terjadi. 

Sama seperti sekarang ini. Usai mendapati sebuah panggilan, Lidya memeluk memanggil nama wanita yang amat sangat di bencinya itu untuk segera menemuinya. "LUNAAAAAAA.....!"

"Lunaaaaaa....!"

"Luna, kamu dimana. LUNAAAA....!"

Sudut tajam mata Lidya mendapati Luna muncul dari salah satu ruangan dan bergerak menghampirinya. 

"Ma-Maaf, Tante. Luna baru selesai merapihkan pakaian Mas Adit."

"Saya, sudah bilang sama kamu. Jangan pernah kamu sentuh barang apapun milik Adit!" Jelas Lidya dengan suara lantang. 

"Tapi, Tan..."

"Sebagai seorang istri?" Sela Lidya. "Apapun yang kamu lakukan, itu sama sekali gak ada artinya di mata saya apalagi Adit. Jadi lakukan saja apa yang saya perintahkan!" 

Luna tertelan, lagi-lagi ia harus menerima luka yang ibu mertuanya itu berikan. 

"Suami saya malam ini akan kembali pulang dari luar kota. Bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Paham?!"

Luna mengangguk tanpa suara.

"Bantu juga Bik Tuti untuk menyiapkan hidangan makan malam. Setelah itu kamu bersihkan kolam yang ada di halaman belakang. Satu lagi, jangan lupa kamar mandi juga!"

Lidya bergerak lebih dekat lagi. "Minggu-minggu ini suami saya ada di rumah sebelum ia kembali pergi keluar kota. Jadi, ada banyak hal yang membuat kamu merasa tenang. Tapi ingat, itu bukan berarti kamu enak-enakan di rumah ini. Kamu ngerti maksud saya?!"

"NGERTI, GAAK?!" Lidya menoyor-noyor kepala Luna. 

Lihat selengkapnya