"Sayang. Aku pergi dulu, ya."
Adit beranjak dari kursi makan usai menghabiskan irisan roti tawar dengan segelas susu hangatnya. Tak berhenti di situ, di depan Surya Adit mengecup kening Luna sesaat sebelum akhirnya ia pamit kepada mereka.
Luna membuntuti Adit dari belakang sampai menuju pelataran parkir. "Mas..."
Adit merebut tas kantor yang sedari tadi di Jinjing Luna. "Kalau bukan karena Ayahku, sudah dari tadi aku pergi."
Luna tersenyum getir. "Kamu pulang jam berapa nanti, Mas?"
"Aku pulang jam berapa itu bukan urusan kamu."
Napas Luna terhela, dengan sabar ia mengangguk. "Kalau begitu, kamu hati-hati ya Mas di jalan."
Luna mengulur jemari ke arah Adit. Meski ia tahu lelaki itu akan melakukan hal yang sama-Adit berpaling dan bergerak masuk ke dalam mobilnya. Kemudian, melesatkan mobilnya keluar dari pekarangan rumah hingga menghilang dari pandangan.
***********
Di halaman belakang rumah, Surya mendapati Luna tengah terduduk di tepi gazebo. Kosong tatapannya menatap riak air kolam yang tenang di hadapannya.
Setengah lamunan Luna pecah saat mendapati Surya tiba-tiba muncul dan berdiri tegap di hadapannya. "O-Om."
"Boleh Om duduk di sini?" Mata Surya menatap tempat kosong di sebelah Luna.
Luna mengangguk dan menggeser bokongnya ke samping. Membiarkan pria yang usianya mungkin seusia Ayahnya itu mulai terduduk di sampingnya.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Tidak ada, Om." Geleng Luna. "Tidak ada yang Luna pikirkan, kok."
Surya tersenyum bijak. "Dulu... Om sama Tante Lidya belum bisa menerima takdir kalau kita di pertemukan dalam ikatan pernikahan atas perjodohan dari kedua orangtua kami."
Luna menoleh menatap Surya dari samping.
"Awalnya memang sulit. Tapi Om sadar bahwa... Kehidupan yang kita jalani bukan tentang semua dari apa yang kita inginkan. Tapi Tuhan yang lebih tahu apa yang kita butuhkan. Keinginan Om agar bisa hidup bersama orang yang Om cintai ternyata kalah dari apa yang Tuhan kehendaki." Kosong mata Surya menatap langit. "Ayah dan Ibumu pasti sudah tenang dan bahagia di surga. Karena, mereka telah berhasil mendidik kamu menjadi anak yang berbakti." Surya kembali menatap Luna.
"Bagaimana kamu mengenal Adit sejauh ini?"
Luna terkesiap. Ini adalah kesempatan emas bagi Luna untuk menceritakan semua apa yang sebenarnya terjadi. Bahwa apa yang di lakukan Adit dan Lidya tak seperti apa yang Surya lihat.
Tidak. Geleng Luna. Berusaha keras ia melawan egonya sendiri. Bagaimanapun, Adit adalah suaminya yang harus ia jaga meski sudah cukup lelaki itu membuatnya terluka baik dari ucapan dan sikap yang Luna terima. Ini hanya perihal waktu untuk saling menerima. Ya. Batin Luna mengangguk diri.
"Luna?"
"Selama ini, Ma-Mas Adit..." Sepotong kalimat Luna terputus saat memdengar ponsel Surya berdering.