LUKA MEMELUK LUNA

essa amalia khairina
Chapter #14

KEPUTUSAN ATAS PELAMPIASAN

Zaki dan Tania bertemu di pintu masuk restoran mewah pusat kota sesuai keputusan keduanya. Mereka memilih tempat ini karena ingin menciptakan suasana romantis dan hangat. 

Di pintu masuk, mereka di sambut oleh alunan instrumen musik yang menyentuh hati dan mata mereka mulai mencari tempat ternyaman untuk saling berbincang. 

Zaki merasa campur aduk. Pertemuannya dengan wanita asing yang baru pertama ia temui ini karena terdorong oleh rasa cemburunya terhadap Adit dan Luna. Selain itu, alih-alih pertemuannya malam ini hanya untuk memastikan apakah wanita itu masih terluka atau tidak, Zaki berharap pertemuannya bersama wanita yang kini duduk di hadapannya itu dapat membantunya juga melupakan bayang-bayang Luna. 

Sementara, Tania merasa senang dan penasaran terhadap sosok Zaki yang baru Ia kenal ini. Bak mimpi yang masih berlanjut, pertemuannya yang Ia anggap kencan pertama ini sungguh tak akan Ia lupakan.

Zaki memimpin Tania ke meja mereka, di mana mereka saling menikmati makan malam bersama. Bermula, Zaki bertanya tentang bagaimana luka di kaki Tania. Wanita itu menjawab dengan kalimat yang masih sama, 'baik-baik saja'

Tak lama dari itu, lambat laun perbincangan mereka berlanjut kepada perbincangan seputar hobi, pekerjaan, dan impian mereka yang lambat lain hal tersebut semakin membuat mereka saling nyaman, santai, dan menenangkan. Meski begitu, Zaki masih menyimpan sisi dinginnya. Terkesan datar, nyaris tanpa emosi. 

Tania adalah wanita berusia dua puluh tujuh tahun. Ia gadis ceria dan cerdas saat di ajak bicara. Ia di besarkan dari keluarga berada. Ayahnya pemilik salah satu perusahaan di Semarang. Sementara, Ibunya sudah meninggal sejak Ia kecil karena sakit. Saat ini, ia tinggal bersama salah satu pembantunya. Ayahnya terkadang pulang satu atau bahkan dua kali dalam sebulan. Dalam kata lain, Tania ialah wanita yang kurang akan kasih sayang dari orang terdekatnya. 

Menyimak semua penjelasan Tania, hal itu justru kembali mengingatkannya kepada Luna. Pelampiasan ini sungguh membuat dirinya semakin tersiksa! 

"Kamu sudah punya pacar?" Celetuk Tania. 

"Kenapa kamu bertanya hal itu?"

"Aku hanya takut pacarmu marah melihat kita berdua di sini."

Zaki tersenyum tipis dengan gelengan di kepala. "Aku belum punya pacar."

"Sungguh? Aku juga!"

Zaki mengangguk. "Kalau begitu, menikahlah denganku!"

Mendadak, Tania tersedak. Zaki dengan sigap memberikannya secangkir air putih.

Tania minum air putih itu dan tersenyum. "Maaf. Aku terkejut. Kamu benar-benar membuatku terkesan."

Zaki menatap lurus Tania. "Aku serius."

"Tapi kita..."

"Baru saling mengenal? Kamu cerah, cerdas, dan baik. Apa itu belum cukup bagiku tuk mengenal kamu?" 

Zaki menelan saliva. Jakunnya bergoyang naik turun. Pelik! Gila! Sejauh ini aku melakukannya hanya demi melampiaskan rasa cemburuku dan melupakan Luna. Padahal hatiku belum sangat yakin! 

"A-Apa ucapanmu ini... Serius?"

"Ya. Aku gak pernah main-main dengan ucapanku." Tegas Zaki. "Kamu adalah wanita yang selama ini aku cari." Meski sebenarnya, hanya Luna yang tak dapat tergantikan di hatiku. Tapi denganmu, ntahlah... Mungkin keajaiban datang dan kamu adalah orang yang tepat untuk menyembuhkan lukaku, meski semua yang aku ucapkan saat ini penuh ragu dan bimbang. 

"Mas..."

"Apa masih belum cukup?"

Tania menggeleng. Binar bola matanya pecah menjadi tangisan haru yang tak dapat tertahan. "Aku senang. Aku senang pada akhirnya Tuhan mempertemukan aku padamu."

"Kalau begitu, Maukah besok aku kenalkan kepada keluargaku?"

Seolah berhasil mendapati cinta sejati yang selama ini ia cari, tanpa bimbang, wanita itu mengangguk setuju. 

**********

Lihat selengkapnya