LUKA MEMELUK LUNA

essa amalia khairina
Chapter #15

USAI

Ruang tamu menjadi semakin hangat saat Tania dan ayahnya tiba di rumah. Lidya menyambut mereka dengan senyum lebar dan pelukan hangat kepada Tania. Sementara, Surya begitu sangat terkejut saat tahu Ayah Tania ternyata rekan kerja dirinya semenjak berada di Malang. Tentu, hal ini bukanlah suatu kebetulan yang sengaja di buat. 

Tania terlihat cantik dengan gaun merahnya, sementara ayahnya, Pak Hans, terlihat elegan dengan setelan formalnya. 

Dalam situasi hangat mereka, Luna mengamatikan adegan tersebut, merasa hatinya semakin sakit. Kalau saja Surya tak memintanya untuk ikut bergabung dan memperkenalkan dirinya sebagai istri Adit, sudah dari beberapa menit lalu Luna pergi. 

Tapi apa yang harus di lakukannya sekarang? Ia hanya berusaha menyembunyikan perasaannya dan lebih sering menelan saliva yang terasa sakit.

Luna merasa seperti di tusuk jarum. Sesekali, matanya tak sengaja bertemu Zaki yang sedang menoleh menatap Tania yang berada di sampingnya. 

Tania. Entah dari mana Zaki kenal dengan sosok wanita berparas jauh lebih sempurna darinya. Penampilannya yang Royal namun tetap elegan itu bahkan berhasil menarik perhatian Lidya menjadi semakin suka ketimbang dirinya yang begitu amat di benci. 

"Saya tidak menyangka, ternyata... Ayah Tania itu adalah rekan kerja di Malang."

Hans tertawa. 

"Ini jodoh namanya!" Celetuk Lidya. 

"Tante bisa aja." Senyum Tania menebarkan rasa bahagia. 

"Kalau begitu. Kapan pernikahan mereka sebaiknya di laksanakan?" Tanya Hans. 

"Saya sudah bicara dengan Zaki perihal calon istri yang akan di nikahinya. Bilangnya... Setelah lulus S2 dari Amerika, ia akan segera menikahi kekasihnya itu. Perihal tanggal dan bulan... Silahkan saja tanyakan langsung ke orangnya."

Zaki tertegun dan gugup saat semua mata tertuju padanya, begitu juga Luna. Ia menatap wanita itu khawatir. Tapi mengingat luka yang telah Ia terima, rasanya jauh lebih terpukul. "Minggu depan!" 

Hati Luna semakin terguncang.

Tania membelalakan bola matanya menoleh menatap Zaki. "Mas, kamu serius?"

Hans dan Surya, saling menatap. 

"Za-Zaki. Apa tidak mendadak sekali?" Tanya Lidya. 

Zaki menggeleng. "Kalian minta aku jawab, kan? Dan aku yakin dengan jawabanku."

Luka menatap Zaki berkaca-kaca. Hatinya semakin sakit. Kenapa kamu melakukan ini, Mas. Kesalahpahaman kamu membuat aku lebih terluka. Aku terjebak dalam pernikahan ini, tapi kenapa kamu justru memilih untuk pergi meninggalkan aku dan enggan menyelamatkan aku dari semua ini?

"Kalau begitu, kita harus mempersiapkan ini semua dari sekarang." Angguk Hans. "Bagaimana Pak Surya?

Surya mengangguk setuju. Begitu juga dengan Lidya. Wanita itu menatap Tania dan berhasil mendapati wajahnya. "Tante punya salah satu langganan butik yang bagus. Mereka menyediakan gaun pernikahan yang pasti akan sangat cocok buat kamu. Mau kan?"

Tania mengangguk penuh setuju. Ia kemudian menoleh menatap Luna. Tania memandang wanita itu dengan senyum manis yang membuat Luna justru semakin tak nyaman. 

"Ma-Maaf, semua. Sa-Saya perlu ke toilet sebentar." Kata Luna, beranjak dari sofa berusaha menyembunyikan air matanya.

"Luna, tunggu! Perbincangan kita belum selesai." Sergah Lidya saat Luna hendak pergi. 

"Ma." Geleng Surya. "Luna. Kalau kamu pergi silahkan. Tapi setelah ini kita ada makan malam. Kamu juga ikut bergabung, ya."

Tanpa berbalik, Luna mengangguk. "I-Iya Om."

"Dasar wanita tidak punya tatakrama!" Gerutu Lidya. 

"Ma." Kata Surya menenangkan, yang pada saat itu ucapan Lidya hanya terdengar olehnya saja.

Luna berlari ke kamar, menutup pintu dan menangis terisak-isak. Dia merasa hatinya hancur dan terluka. Sementara itu, Zaki menatap Luna yang pergi dengan khawatir. Matanya kembali bergerak menatap Tania saat wanita itu merengkuh punggung jemari kokohnya. 

Di kamar, Luna menangis. Ia seolah tak memiliki benteng pertahanan diri. Ia seolah kehilangan segalanya. Cinta. Kepercayaan. Bahkan, harga diri. 

Setelah tahu bahwa dirinya merasa terasingkan oleh perbincangan hangat mereka, sudah sepatutnya Luna tak ikut bergabung dan menolak untuk gabung atas permintaan Surya dengan alasan apapun. Sekarang, berkali-kali Luna harus menelan puing-puing yang menyakitkan. 

*************

Esoknya, sebuah mobil berhenti di bahu jalan tepat di sebuah gedung pencakar langit yang tak lain ialah kantor Surya yang sekarang ini tengah di pegang Zaki.

Lihat selengkapnya